“Bayar, bayar, bayar”: Bagaimana musik dapat membentuk identitas sosial dan mendorong aksi kolektif
- Written by Akhmad Saputra syarif, Peneliti di Laboratorium Psikologi Politik, Universitas Indonesia

● Musik memiliki kekuatan untuk mempertegas identitas sosial dan memobilisasi aksi kolektif.
● Konsep ‘multiple identification’ menjelaskan bagaimana individu dapat memiliki lebih dari satu identitas sosial.
● Musik berfungsi sebagai simbol ‘shared identity’, menyatukan kelompok yang memiliki pengalaman dan nilai yang sama.
Filsuf Jerman Friedrich Nietzsche, pernah mengatakan “Without music, life would be a mistake” (tanpa musik, hidup akan menjadi kesalahan). Jika kita melihat bagaimana musik berperan dalam kehidupan manusia, ucapan Nietzsche ada benarnya.
Musik telah mengakar ke setiap sendi kehidupan manusia. Musik hadir di sejarah manusia lewat lagu-lagu romantis[1] hingga menyemangati para kesatria di tengah peperangan[2].
Namun, musik juga bisa menuai kontoversi. Februari lalu, misalnya, grup band Sukatani dibombardir berbagai tuduhan yang dialamatkan pada lagunya “Bayar, bayar, bayar”[3].
Lagu band Sukatani yang mengkritik polisi menjadi viral karena sempat hilang dari Spotify[4]. Mereka bahkan merilis video permintaan maaf[5] akibat tertekan oleh intimidasi—meski Kepolisian Jawa Tengah membantahnya.
Tak hanya itu, vokalis Sukatani, Novi Citra Indriyati, juga dipecat[6] dari pekerjaannya sebagai guru sekolah dasar. Pemecatan ini memicu simpati besar masyarakat bagi band tersebut di media sosial dengan tagar #KamiBersamaSukatani.
Kontroversi dalam musik merupakan fenomena yang berulang sepanjang sejarah. Dari jazz yang dulu dianggap bernuansa pembangkangan[7], rock yang dicap sebagai pemberontakan[8], hingga hip-hop yang sering dikaitkan dengan perlawanan sosial[9]. Semua menunjukkan bahwa musik lebih dari sekadar hiburan.
Musik memiliki kekuatan yang dapat mempertegas identitas individu dan kelompok, membantu seseorang untuk saling terhubung melalui multiple identification (identifikasi diri pada lebih dari satu kelompok), serta menjadi simbol shared identity yang menyatukan orang-orang dengan pengalaman dan nilai yang sama. Sehingga, mendorong lahirnya aksi kolektif.
Contohnya, kamu diajak oleh kawanmu ikut demonstrasi #IndonesiaGelap. Sebagai seorang mahasiswa S2, kamu akan sangat mudah mengatakan “Ya” untuk memenuhi fungsi sebagai agent of change yang kamu yakini.
Namun, ajakan tersebut akan sangat sulit diputuskan ketika kamu bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN), ataupun saat kamu mengenal dirimu sebagai pendukung pemerintah.
Pemilihan golongan mana yang perlu diutamakan dari sekian banyak identitas seseorang tergantung dari identitas sosial yang lebih menonjol dibanding yang lainnya[16]. Musik dapat menjadi cara untuk menunjukkan dengan siapa individu perlu menggolongkan dirinya[17] dan dengan siapa individu tidak perlu membedakan dirinya dengan yang lain.
Musik sebagai simbol shared identity
Lagu bukan lagi sekadar ekspresi individual tapi simbol shared identity dari kelompok yang tertindas. Bahkan, anak-anak muda telah memahami dampak apa yang bisa mereka peroleh dari mengikuti genre musik tertentu[18].
Pemilihan lagu yang sering didengarkan ternyata memengaruhi pilihan gaya hidup[19].
Musik juga telah lama dinobatkan sebagai ‘penyatu bangsa’ [20] karena kesamaan dalam selera musik dapat memengaruhi pola pertemanan serta pembentukan hubungan sosial[21].
Temuan ini menegaskan bahwa musik berperan dalam membentuk shared identity, sebagaimana dijelaskan dalam konsep identitas kolektif [22].
Dalam konteks band Sukatani, lagu “Bayar Bayar Bayar” adalah shared identity dari ribuan orang yang memadati jalan dalam aksi #IndonesiaGelap.
Musik telah membuktikan perannya sebagai medium ekspresi kolektif[23] yang dapat mengguncang status quo (kemapanan). Karena itu, musik bukan hanya soal selera atau estetika, melainkan juga cerminan kekuatan untuk membentuk dan menggerakkan aksi kolektif.
References
- ^ lagu-lagu romantis (www.youtube.com)
- ^ para kesatria di tengah peperangan (www.youtube.com)
- ^ “Bayar, bayar, bayar” (www.thetimes.com)
- ^ sempat hilang dari Spotify (www.liputan6.com)
- ^ merilis video permintaan maaf (nasional.kompas.com)
- ^ dipecat (www.thetimes.com)
- ^ jazz yang dulu dianggap bernuansa pembangkangan (www.cnnindonesia.com)
- ^ rock yang dicap sebagai pemberontakan (www.rri.co.id)
- ^ hip-hop yang sering dikaitkan dengan perlawanan sosial (bandungbergerak.id)
- ^ mempertegas identitas (www.tandfonline.com)
- ^ Social Identity Theory (SIT) (www.christosaioannou.com)
- ^ tindakan aksi kolektif (psycnet.apa.org)
- ^ Tindakan aksi kolektif tersebut dapat bervariasi (www.journal.uml.ac.id)
- ^ Musik juga identik dengan pembentukan identitas sosial seseorang (pesawaran.pikiran-rakyat.com)
- ^ multiple identification (www.researchgate.net)
- ^ identitas sosial yang lebih menonjol dibanding yang lainnya (psycnet.apa.org)
- ^ perlu menggolongkan dirinya (academic.oup.com)
- ^ mengikuti genre musik tertentu (www.tandfonline.com)
- ^ Pemilihan lagu yang sering didengarkan ternyata memengaruhi pilihan gaya hidup (journals.sagepub.com)
- ^ Musik juga telah lama dinobatkan sebagai ‘penyatu bangsa’ (www.kompas.id)
- ^ musik dapat memengaruhi pola pertemanan serta pembentukan hubungan sosial (arxiv.org)
- ^ konsep identitas kolektif (psycnet.apa.org)
- ^ perannya sebagai medium ekspresi kolektif (www.tribunnews.com)
Authors: Akhmad Saputra syarif, Peneliti di Laboratorium Psikologi Politik, Universitas Indonesia