Indonesia dapat gunakan teknologi power-to-X dalam pengembangan kawasan industri hijau Kalimantan Utara, apa itu?
- Written by Denny Gunawan, PhD Candidate, UNSW
Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo kerap mendengungkan rencana pengembangan kawasan industri hijau di Kalimantan Utara sebagai salah satu komitmen Indonesia dalam penanganan perubahan iklim. Kawasan yang direncanakan seluas 30 ribu hektare[1] ini akan berfokus pada pengembangan produk yang ramah lingkungan melalui proses yang ramah emisi, termasuk pasokan energinya[2].
Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk mengembangkan industri bahan bakar sintetik dan produk kimia yang ramah lingkungan melalui teknologi power-to-X (P2X)[3].
Teknologi ini membawa manfaat energi terbarukan lebih jauh, tak hanya sebagai sumber listrik, tapi juga ke dalam proses industri bahan bakar dan kimia.
Di Indonesia, pengembangan energi terbarukan masih berfokus pada dekarbonisasi industri kelistrikan. Padahal, melalui teknologi P2X, energi terbarukan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sektor industri bahan bakar dan produk kimia – salah satu penyumbang emisi karbon terbesar.
Apa itu P2X?
P2X adalah teknologi produksi bahan bakar sintetik dan produk kimia komoditas dengan memanfaatkan energi terbarukan. Komponen utama dari P2X adalah proses elektrolisis: proses konversi suatu bahan baku menjadi produk hijau menggunakan listrik dari energi terbarukan.
Proses ini dapat digunakan untuk pembuatan beragam produk: 1) elektrolisis air untuk produksi hidrogen, 2) elektrolisis karbon dioksida untuk produksi gas sintetik (syngas) maupun hidrokarbon (senyawa yang juga terkandung dalam minyak dan gas bumi), 3) elektrolisis nitrogen dari udara untuk produksi amonia (dikenal sebagai bahan baku baterai dan pupuk), dan 4) elektrolisis oksigen dari udara untuk produksi desinfektan hidrogen peroksida.
Dari beberapa proses di atas, produksi hidrogen melalui elektrolisis air merupakan salah satu proses inti dalam teknologi P2X. Sebab, hidrogen dapat dimanfaatkan untuk beragam kebutuhan. Beberapa di antaranya adalah sebagai sumber energi alternatif, maupun bahan baku pembuatan pupuk.
Melalui P2X, ‘hidrogen hijau’ juga menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan hidrogen yang sebagian besarnya (sekitar 96%)[4] bersumber dari bahan bakar fosil. Dampaknya, P2X dapat meredam emisi dari produksi ‘hidrogen hitam’ sebesar 830 juta ton karbon dioksida per tahun.
Untuk jangka pendek, P2X juga dapat memacu pelaku industri pengguna energi fosil (misalnya pabrik semen) untuk meredam emisi melalui teknologi penangkapan karbon (carbon capture). Hasil tangkapan ini, via proses elektrolisis, dapat dikonversi menjadi syngas, asam format (untuk industri karet), metanol, maupun etanol (bahan bakar alternatif).
Bagaimana P2X diterapkan di kawasan industri hijau Indonesia?
Kawasan industri Kalimantan Utara memiliki potensi besar untuk dikembangkan menggunakan teknologi P2X. Pemerintah sudah menginisiasi batu loncatannya melalui pemanfaatan aliran Sungai Kayan sebagai sumber pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Namun, pembangunan PLTA umumnya membutuhkan lahan yang sangat luas. Akibatnya, dampak proyek tersebut terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar juga amat besar.
Untuk mengatasi hal ini, Indonesia dapat mengganti teknologi PLTA konvensional dengan teknologi PLTA berbasis pompa (pumped storage hydropower). Teknologi ini dapat menghemat lahan dengan risiko lingkungan yang lebih kecil.
Kebutuhan energi dapat ditambal dengan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di atas permukaan sungai. Hal ini memungkinkan karena, berdasarkan studi terbaru[5], potensi energi surya di Pulau Kalimantan cukup tinggi.
Thyssenkrupp Industrial Solutions.Setelah persoalan energi, hal lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah jenis industri yang layak dibangun di Kalimantan Utara.
Terkait hal ini, Sungai Kayan menjadi berkah tersendiri lantaran memiliki debit air cukup besar, sekitar 1.700 m3/detik[6]. Pelaku industri dapat menggunakan air tersebut untuk produksi hidrogen skala besar.
Melalui proses elektrolisis, hidrogen dapat dimanfaatkan untuk memproduksi amonia. Produk ini dapat diserap di fasilitas industri PT Pupuk Kalimantan Timur di Bontang, Kalimantan Timur. Sementara, produksi gas alam sintetik dan metanol hasil pengolahan hidrogen bisa digunakan menjadi ‘bahan bakar hijau’ untuk menopang operasional kilang minyak PT Pertamina di Balikpapan.
Kalimantan Utara sebagai tonggak industri hijau Indonesia
Guna membuktikan komitmen mengembangkan kawasan industri hijau di tanah air, pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut.
Pertama, pemerintah perlu segera menyusun strategi dekarbonisasi sektor industri melalui P2X. Penyusunan peta jalan dapat menciptakan trust di kalangan pemodal dari dalam maupun luar negeri.
Peta jalan ini juga dapat menjadi strategi untuk merencanakan kawasan industri hijau tanah air di daerah-daerah lainnya, termasuk Papua.
Terkait hal tersebut, Indonesia dapat belajar dari penggunaan teknologi P2X untuk menghasilkan hidrogen hijau yang telah diterapkan di Jerman[7] dan Jepang[8].
Kedua, pemerintah seyogianya mendukung penelitian terkait proses elektrolisis agar biaya teknologi P2X semakin murah. Dukungan lainnya adalah pembiayaan yang dapat ditempuh melalui kerja sama antarnegara ataupun lembaga pendanaan lainnya.
References
- ^ 30 ribu hektare (www.cnnindonesia.com)
- ^ pasokan energinya (www.cnnindonesia.com)
- ^ power-to-X (P2X) (www.bmu.de)
- ^ (sekitar 96%) (www.irena.org)
- ^ berdasarkan studi terbaru (doi.org)
- ^ 1.700 m3/detik (www.jpnn.com)
- ^ Jerman (refhyne.eu)
- ^ Jepang (www.toshiba-energy.com)
Authors: Denny Gunawan, PhD Candidate, UNSW