Pakar Menjawab: ini dampak ekonomi yang mungkin dirasakan Indonesia dari konflik Rusia-Ukraina
- Written by Anggi M. Lubis, Editor Bisnis + Ekonomi
Perang Rusia dan Ukraina telah menelan ribuan korban dan menimbulkan aliran pengungsi semenjak dimulai sejak 24 Februari[1].
Krisis humaniter yang terjadi di Ukraina perlu menjadi prioritas utama masyarakat dunia. Namun demikian, ekonom[2] juga telah mewanti-wanti agar negara-negara lain mengantisipasi potensi dampak ekonomi global dari konflik tersebut.
Walaupun berada jauh dari pusat konflik, bukan berarti cipratan dampak ekonomi dari perang tidak akan dirasakan Indonesia.
Berikut adalah rangkuman pendapat para ahli mengenai potensi dampak yang mungkin harus dihadapi Indonesia.
1. Perlambatan ekonomi
Shofwan Al-Banna Choiruzzad, pakar ekonomi politik internasional dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa walaupun perdagangan langsung antara Indonesia dengan Ukraina[3] atau Rusia[4] relatif terbatas, bukan berarti dampak dari perang tidak akan terasa.
Salah satu dampak yang mungkin harus dihadapi Indonesia adalah potensi perlambatan ekonomi.
“Perang Rusia-Ukraina jelas memberikan dampak sistemik pada ekonomi global yang bahkan sebelum konflik outlook-nya (prospek) pun tidak terlalu menggembirakan karena pandemi COVID-19,” tutur Shofwan
“Ekonomi dunia yang masih tertatih karena pandemi akan semakin melambat, dan itu tentu berdampak pada Indonesia.”
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperkirakan bahwa pertumbuhan global akan melambat[5] dari 5,9% pada 2021 menjadi 4,4% pada 2022.
Selain pandemi, angka ini mencerminkan penurunan kondisi di dua ekonomi terbesar dunia yaitu Amerika Serikat (AS) dan Cina.
Walaupun belum ada estimasi pasti seberapa besar pengaruh perang tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi global, The Wall Street Journal[6] menyatakan bahwa melonjaknya harga komoditas, meluasnya sanksi finansial[7], dan potensi pelarangan impor energi dari Rusia setelah menginvasi Ukraina akan melumpuhkan ekonomi global yang masih melemah akibat pandemi COVID-19.
Di era globalisasi dan liberalisasi ekonomi, perlambatan ekonomi global dapat berpengaruh negatif terhadap perekonomian nasional. Mohamad D. Revindo dari Universitas Indonesia menjelaskan bahwa perlambatan ekonomi global dapat berpengaruh ke Indonesia melalui tiga jalur[8], yaitu jalur perdagangan, jalur investasi, dan jalur keuangan dan pasar modal. Investor dari negara-negara besar, misalnya, akan kesulitan untuk menanam modal atau menarik investasi mereka di tengah perlambatan ekonomi global.
Sementara, awal tahun ini, IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia[9] di tahun 2022. Perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini sebesar 5,6%, atau lebih rendah 0,3% poin dari perkiraan sebelumnya yang mencapai 5,9%.
2. Pangan
Ukraina dan Rusia masing-masing merupakan penghasil gandum besar dunia.
Shofwan mengungkapkan bahwa hal ini akan berdampak pada keamanan pangan global, terutama di negara-negara yang sumber pangannya dari kedua negara tersebut.
“Sayangnya, banyak negara-negara berkembang dan bahkan negara yang masih dalam krisis yang bergantung pada gandum dari kedua negara tersebut, seperti Mesir, Lebanon, atau Yaman,” ujarnya.
“Hal ini mungkin juga akan menghadirkan dampak ikutan yang bisa terasa ke Indonesia.”
Pakar dari Universitas Bina Nusantara, Paramitaningrum, menekankan bahwa konflik di Ukraina akan mempengaruhi pasokan dan distribusi gandum ke negara pembeli dan di pasar internasional.
“Kita tahu, masyarakat Indonesia konsumen gandum dalam bentuk roti, kue, dan mi dalam jumlah besar,” tegasnya.
Sebagai salah satu produsen mi instan terbesar di dunia, Indonesia mengimpor gandum dengan jumlah yang signifikan.
Tercatat, sepanjang 2021[10] impor tepung gandum Indonesia mencapai 31,34 ribu ton dengan nilai total US$11,81 juta (Rp 169 miliar).
Walau Ukraina tidak termasuk dalam lima teratas pemasok bulir ataupun tepung gandum Indonesia, kita tetap perlu waspada dengan potensi kenaikan harga komoditas[11] tersebut akibat gangguan pada rantai pasokan global.
3. Energi
Rusia dan Ukraina merupakan produsen minyak dan gas yang penting. Banyak negara di Eropa yang bergantung pada pada pasokan gas dari Rusia, yang disalurkan melalui beberapa pipa penting.
Sarah Schiffling dari Liverpool John Moores University dan Nikolaos Valantasis Kanellos dari Technological University Dublin menyebutkan bahwa[12], walaupun penghentian aliran gas dari Rusia ke Eropa sepenuhnya sangat tidak mungkin dilakukan, gangguan suplai yang kecil dapat menimbulkan dampak yang signifikan[13].
Saat ini, cadangan gas global cukup rendah akibat pandemi dan berujung pada lonjakan harga energi yang berdampak bagi konsumen[14] dan industri.
Harga gas alam (UK spot, pence per satuan termal energi panas)