Gelombang panas menerjang dua kutub bumi sekaligus: apa penyebabnya dan seberapa parah dampaknya?
- Written by Dana M Bergstrom, Principal Research Scientist, University of Wollongong
Gelombang panas tengah melanda dua kutub bumi secara hampir bersamaan. Kejadian ini membuat temperatur kawasan Antarktika di belahan bumi selatan dan Arktik di utara masing-masing mencapai 47°C dan 30°C lebih tinggi dibandingkan keadaan normal.
Fenomena ini amat ganjil. Apalagi, kawasan Antarktika tengah memasuki musim dingin yang gelap lantaran bumi memasuki fase equinox – ketika matahari berada di atas garis khatulistiwa. Kawasan Arktik pun baru beranjak sebentar dari musim dinginnya.
Apakah kejadian di kedua kutub tersebut saling berhubungan? Kita belum tahu, kemungkinan besar kebetulan semata. Yang pasti, sistem cuaca di Antarktika dan Arktik berhubungan erat dengan kawasan terdekatnya, bahkan terkadang sampai daerah tropis.
Lalu, apakah perubahan iklim menjadi biang keladinya? Bisa jadi. Meski masih terlalu dini untuk dipastikan, kita tahu bahwa perubahan iklim dapat meningkatkan intensitas gelombang panas sampai ke kawasan kutub. Laju pemanasan di kawasan tersebut juga lebih cepat dibandingkan rata-rata global[1].
Karena itu, mari kita uraikan apa saja penyebab anomali ekstrem di masing-masing kutub, serta bagaimana dampaknya pada kehidupan satwa di dalamnya seperti penguin ataupun beruang kutub.
Apa yang terjadi di Antarktika?
Gelombang panas di Antarktika dipicu oleh aliran udara bertekanan tinggi dan bergerak lambat di belahan tenggara Australia. Aliran tersebut membawa begitu banyak udara hangat nan lembab ke dalam Antarktika.
Hal ini ditambah lagi dengan adanya aliran udara bertekanan rendah dengan intensitas tinggi di sebelah timur kawasan tersebut. Aliran ini membuat pemanasan kian parah karena tebalnya tutupan awan di dataran es Antarktika sehingga panas terperangkap di permukaan.
Barry Becker, Author providedPadahal, musim gugur masih tersisa di Antarktika. Artinya, temperatur di dalam kawasan tersebut saat ini semestinya tidak bisa melelehkan gletser ataupun tutupan es.
Walau begitu, bukan berarti suhu setempat tidak bisa naik secara mendadak. Misalnya, kawasan Vostok yang berada di tengah-tengah dataran es mencatatkan temperatur tertinggi sebesar -17.7°C. Angka tersebut 15°C lebih tinggi dibandingkan rekor sebelumnya sekitar -32.6°C.
Stasiun penelitian cuaca Italia-Perancis, Concordia[2], yang berada di dataran tinggi Antarktika, juga tengah mengalami temperatur yang lebih tinggi 40°C dari kondisi rata-rata pada bulan Maret.
ClimateReanalyzer.orgDi pesisir Antarktika, hujan juga turun. Padahal, kejadian tersebut bukanlah fenomena reguler di Kutub Selatan.
Hujan ini utamanya disebabkan oleh aliran atmosferik yang sangat sempit dan membawa uap air dari lautan yang hangat[3]. Aliran yang kerap ditemukan di tepian sistem udara bertekanan rendah ini dapat membawa begitu banyak air hingga radius yang sangat luas. Skala penyebarannya bisa mencapai sebesar benua.
Meski jarang terjadi, aliran atmosferik ini – yang juga meluapkan salju lebat – dapat mempertebal lapisan es di Antarktika. Sayangnya, ketika temperatur permukaan Antarktika naik sedikit dari titik 0°C, aliran ini tidak akan menurunkan salju, melainkan air.
Pada 14 Maret silam, stasiun penelitian Australian Casey Station mencatat temperatur maksimum sebesar -1,9°C. Temperatur terus menanjak hingga ke sebesar 5,6°C pada dua hari berikutnya.
Ini adalah gelombang panas edisi kedua di Casey Station dalam dua tahun terakhir[4]. Pada Februari 2020, Casey mencatat temperatur 9,2°C, diikuti oleh level tertinggi yang mengagetkan, sebesar 18,3°C[5] di Semenanjung Antarktika.
Read more: Anatomy of a heatwave: how Antarctica recorded a 20.75°C day last month[6]
Bagaimana dampaknya pada kehidupan di Antarktika?
Penguin Adelie, pengnghuni kawasan pesisir Antarktika baru saja menyelesaikan siklus perkembangbiakannya. Untungnya, anak-anak penguin jenis ini sudah turun ke laut untuk mulai berburu makanan sendiri, sehingga mereka tak terimbas gelombang panas.
Hujan mungkin bakal berdampak pada kehidupan tanaman setempat, seperti lumut[7]. Pasalnya, lumut Kutub Selatan ini tengah berada dalam fase pengeringan untuk persiapan musim dingin. Kami juga belum mengetahui apakah dampak ini cukup merusak lumut, setidaknya sampai kami mengunjunginya pada musim panas tahun ini.
Chris GallagherBagaimana dengan Arktik?
Kawasan Arktik juga mengalami pola cuaca serupa. Aliran udara bertekanan rendah dengan intensitas tinggi terbentuk di sebelah utara kawasan pesisir timur Amerika Serikat (AS). Aliran atmosferik juga terbentuk dan bersinggungan dengan aliran udara bertekanan tinggi yang ada di dekatnya.
Fenomena di atas menjadi saluran sempit udara hangat yang mengalir menuju kawasan Arktik. Kawasan Svalbald di sebelah utara Norwegia, mencatat rekor suhu tertinggi sebesar 3,9°C[8].
Peneliti AS menyebut aliran udara bertekanan rendah sebagai bom siklon[9]. Pasalnya, aliran ini sangat cepat membentuk ledakan-ledakan badai, hingga akhirnya disebut sebagai “bombogenesis”.
ClimateReanalyzer.orgKondisi es laut (lapisan es yang menutupi laut) pada musim dingin tahun ini sudah sangat mengkhawatirkan. Sementara di darat, intensitas hujan tahun ini di seluruh kawasan Greenland sudah memecahkan rekor[10].
Jika kondisi hangat menyebabkan es laut meleleh lebih dini, maka dampak buruknya bisa berimbas ke hewan setempat. Misalnya, bagi beruang kutub, es laut adalah lokasi yang penting untuk berburu anjing laut ataupun melakukan perjalanan jarak jauh.
ShutterstockJangan lupa bahwa kawasan Arktik juga dihuni manusia, termasuk masyarakat asli setempat. Kehilangan es laut[11] akan mengganggu kegiatan perburuan maupun aktivitas tradisional mereka.
Bom siklon juga menyebabkan cuaca lebih ganas[12] di belahan bumi utara yang lebih banyak dihuni mahluk hidup. Misalnya, di sebelah utara Norwegia, bunga-bunga bersemi tiga pekan lebih awal karena anomali cuaca menghangatkan temperatur setempat.
Pertanda untuk masa depan
Pemodelan menunjukkan, dalam skala luas, fenomena cuaca dan iklim akan menjadi lebih bervariasi. Artinya, gelombang panas ini bisa jadi salah satu tanda yang bisa terjadi lagi di masa depan akibat perubahan iklim.
Kawasan Arktik mengalami pemanasan dua kali lebih cepat[13] dibandingkan belahan dunia lainnya. Pasalnya, es laut yang mencair menimbulkan lautan yang lebih luas di sekitarnya. Lalu, lantaran warnanya yang lebih gelap, lautan menyerap lebih banyak panas ketimbang memantulkannya.
Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menaksir es laut Arktik terus meleleh. Bahkan, kawasan ini bisa mengalami kondisi musim panas bebas es laut[14] pada dekade 2050-an.
Masa depan Antarktika pun nyaris seperti pinang dibelah dua. IPCC melaporkan pemanasan global sekitar 2 - 3°C pada abad ini akan menghilangkan mayoritas tutupan es di Antarktika Barat[15]. Upaya penurunan emisi global ke titik nol yang dilakukan dengan cepat mudah-mudahan akan membantu kita lolos dari dampak terburuk perubahan iklim.
References
- ^ lebih cepat dibandingkan rata-rata global (www.ipcc.ch)
- ^ Concordia (www.concordiastation.aq)
- ^ aliran atmosferik yang sangat sempit dan membawa uap air dari lautan yang hangat (doi.org)
- ^ dua tahun terakhir (theconversation.com)
- ^ 18,3°C (public.wmo.int)
- ^ Anatomy of a heatwave: how Antarctica recorded a 20.75°C day last month (theconversation.com)
- ^ seperti lumut (theconversation.com)
- ^ rekor suhu tertinggi sebesar 3,9°C (twitter.com)
- ^ bom siklon (theconversation.com)
- ^ intensitas hujan tahun ini di seluruh kawasan Greenland sudah memecahkan rekor (theconversation.com)
- ^ Kehilangan es laut (www.ipcc.ch)
- ^ cuaca lebih ganas (www.severe-weather.eu)
- ^ dua kali lebih cepat (www.ipcc.ch)
- ^ musim panas bebas es laut (www.ipcc.ch)
- ^ menghilangkan mayoritas tutupan es di Antarktika Barat (www.ipcc.ch)
Authors: Dana M Bergstrom, Principal Research Scientist, University of Wollongong