Bintang hip-hop memasuki masa keemasan, tapi apakah darah lama dapat menghasilkan musik baru?
- Written by A.D. Carson, Associate Professor of Hip-Hop, University of Virginia
Saya selalu canggung ketika memberi tahu orang-orang tentang pekerjaan saya: seorang rapper yang juga profesor bidang musik hip-hop.
Saya berperan ganda antara pelaku seni dan peneliti bidang seni. Saya menulis musik sebagai bagian dari upaya yang lebih besar untuk menantang gagasan kuno tentang pembelajaran, pengajaran, dan keahlian[1].
Namun, saya berasumsi bahwa kecanggungan yang kerap saya alami ini berkaitan dengan stereotip budaya hip-hop itu sendiri. Di antara sekian stereotip yang ada[2], salah satunya adalah bahwa hip-hop hanya dibuat untuk dan oleh kawula muda.
Diskriminasi usia dalam hip-hop memang lumrah terjadi. Di Amerika Serikat (AS) sendiri diskriminasi usia ada di mana-mana[3]. Namun, saya berpendapat bahwa diskriminasi usia dalam hip-hop sangat kuat karena generasi pertama rapper baru saja mencapai usia emas mereka.
Kategori rap baru
Pada bulan Agustus 2024, produser musik 9th Wonder mengusulkan kategori baru “Adult Contemporary” (kontemporer dewasa) untuk musik rap[4]. Sebulan sebelumnya, Common (52 tahun) dan produser Pete Rock (54 tahun) telah merilis “The Auditorium, Vol. 1.”
Menanggapi 9th Wonder, artis hip-hop legendaris Q-Tip memperingatkan di media sosial X (dulu Twitter)[5] bahwa penggemar hip-hop mungkin tidak suka dengan kategori yang mengandung kata “dewasa” dalam namanya (nick name atau nama panggung). Ia menyarankan “Hip-Hop Tradisional” sebagai gantinya, dengan alasan bahwa semua musik harus muncul dalam “satu wadah,” agar tidak membuat pendengar yang lebih muda tidak menyukainya.
Baik itu Adult Contemporary maupun Traditional Hip-Hop sama-sama mewadahi musik yang baru-baru ini dirilis oleh beberapa legenda hip-hop. Pada bulan Juli 2024, penulis lirik legendaris Rakim (56 tahun), merilis “G.O.D.’S NETWORK (REB7RTH)[6],” album pertamanya dalam 15 tahun. Dua bulan kemudian, MC Lyte (54 tahun) “1 of 1[7],” album studio kesembilannya, dan LL Cool J (56 tahun) merilis “The Force[8],” album studio ke-14 dan yang pertama dalam 11 tahun.
Tantangan yang berkembang
Sejak hip-hop muncul sebagai kekuatan budaya lebih dari 50 tahun yang lalu[9], orang-orang tampaknya masih menggolongkan rap sebagai musik yang dibuat oleh dan untuk kaum muda.
Memang benar bahwa pada masa-masa awal hip-hop, para remaja merupakan garda terdepan dari gerakan baru ini.
Pesta “kembali ke sekolah”[10] yang diselenggarakan oleh seorang gadis berusia 15 tahun dari Bronx bernama Cindy Campbell pada tahun 1973 silam sering dianggap sebagai pelopor hip-hop. Grand Wizzard Theodore baru berusia 12 tahun ketika ia menemukan teknik menggaruk piringan hitam[11] pada tahun 1977. Karier artis hip-hop seperti Roxanne Shanté, Run-DMC, dan Ice Cube semuanya merintis di usia remaja.
Identik dengan persepsi budaya anak muda belum tentu merupakan hal yang baik. Ini dapat membuat kritikus tidak terlalu serius menanggapi musik rap dan para pelakunya.
Para rapper, berapa pun usianya, dapat disepelekan atau diperlakukan sebagai orang yang kekanak-kanakan atau tidak dewasa.
Anggap saja ini sebagai tantangan yang terus berkembang. Tidak seperti musik klasik atau country, 50 tahun adalah titik balik dalam sejarah musik. Selama sebagian besar waktu itu, kritikus menganggap hip-hop sebagai tren sesaat. Kemudian, hip-hop dianggap sebagai subkultur yang baru muncul.
Hip-hop baru menjadi kategori di Grammy sejak 1989[12], dan baru-baru ini diakui sebagai kekuatan komersial dan budaya dengan jangkauan global[13].
Saat ini, menyamakan hip-hop dengan budaya anak muda membatasinya pada arena yang sudah lama ditinggalkan.
Tumbuhnya sindrom peniru
Meskipun demikian, seiring bertambahnya usia rapper, beberapa dari mereka mungkin tidak nyaman menjadi bagian dari suatu bentuk yang mudah diabaikan.
Pada tahun 2015, pembuat film, Paul Iannacchino Jr. merilis film dokumenter[14] berjudul “Adult Rappers,” tentang artis rap kelas pekerja.
Semua orang yang diwawancarai untuk film ini adalah penyanyi rap profesional, mayoritas laki-laki, yang kurang beken. Kebanyakan dari mereka mengakui bahwa mereka menghindari pertanyaan tentang pekerjaan mereka. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah rasa malu tentang usia mereka.
Bahkan rapper terkenal pun tak luput dari perasaan ini. Sebelum beralih ke musik seruling instrumental[15], André 3000, salah satu rapper terhebat sepanjang masa, menyesal menjadi rapper tua yang masih membuat musik di luar masa jayanya.
“Saya ingat, saat berusia 25 tahun, saya berkata, ‘Saya tidak ingin menjadi 'rapper’ berusia 40 tahun,‘” katanya kepada The New York Times pada tahun 2014[16]. “Saya sekarang berusia 39 tahun, dan saya masih berpegang teguh pada itu. Saya penggemar berat musik ini sehingga saya tidak ingin darah lama masuk ke dalamnya.”
André 3000 telah menjadi penulis lirik berbakat selama beberapa dekade, dan tetap demikian. Jika ia saja merasa jengah dengan usianya, saya dapat membayangkan bahwa banyak seniman lain mungkin merasa bahwa, pada usia tertentu, mereka tidak lagi menjadi bagian dari budaya tersebut.
Atau budaya itu bukan lagi milik mereka.
Per Ole Hagen/Redferns via Getty Images[17]Awet muda?
Meskipun penonton ikut menua bersama para artis, tetap saja terasa ada tekanan untuk tetap mengikuti budaya anak muda. Jangan sampai mereka menciptakan musik yang, seperti kutipan André 3000 baru-baru ini[18], kekurangan “bahan-bahan segar.”
Ini mungkin mendorong beberapa seniman senior untuk berusaha mempertahankan kilau awet muda yang akan menarik perhatian penonton muda. Anggap saja ini sebagai versi budaya pop dari novel Oscar Wilde “The Picture of Dorian Gray[19].”
Dalam novel tersebut, seorang pria menjual jiwanya demi masa mudanya. Alih-alih menua secara fisik, sebuah lukisan dirinya justru menua, memperlihatkan tanda-tanda fisik dari dosa dan kesenangan yang dilaluinya.
Praktisnya, bahwa hip-hop dibatasi pada kerangka yang memuat semua tanda kerinduan, pemberontakan, dan dosa masa muda: vitalitas kekanak-kanakan, keindahan yang lincah, dan hedonisme yang penuh semangat.
Harapan tersebut membuat penonton berasumsi bahwa semua artis memiliki intensi dan perhatian layaknya seperti anak muda. Harapan tersebut juga dapat membuat artis tampil seolah-olah mereka masih muda dan menulis tentang perhatian yang mereka miliki saat masih muda, terlepas dari usia mereka masing-masing. Artis hip-hop yang tidak dapat atau memilih untuk berhenti berpura-pura menjadi “muda selamanya” diharapkan untuk “berkembang” menjadi orang kaya, aktor, podcaster, atau muncul di acara-acara TV realitas.
Tentu saja, asumsi tersebut hanya akan membatasi potensi yang dapat dicapai oleh seniman dari segala usia.
Rapper di level selebritas apapun, terkenal maupun tidak terkenal, terus berkarya sambil menerima kenyataan bahwa usia tak terelakkan. Nas, yang album debutnya, “Illmatic[20],” dirilis pada tahun 1994, telah menghasilkan banyak album yang luar biasa pada tahun 2020an.
“4:44[21]” milik Jay-Z menunjukkan perubahan kepekaan sang rapper yang tampaknya telah berevolusi seiring bertambahnya usia.
Seluruh katalog duo Little Brother dari Carolina Utara menunjukkan kesadaran akan absurditas menghindari kedewasaan—terutama, saya tambahkan, pada album mereka tahun 2019, “May the Lord Watch[22].”
Bahkan rapper pendatang baru seperti Conway the Machine[23] dan 7xvethegenius[24] tampaknya mampu menyeimbangkan karier yang sedang berkembang tanpa menyerah pada kepura-puraan yang terobsesi pada anak muda.
Menciptakan kategori musik baru yang diberi nama dengan cerdik untuk menghindari bias terhadap penuaan mungkin tidak akan menyelesaikan masalah. Dalam hip-hop, seperti dalam banyak industri AS, diskriminasi usia tidak akan hilang begitu saja.
Karena alasan itu, penerimaan saya sebagai rapper dewasa[25] mungkin akan terus menimbulkan perkenalan yang canggung.
Tetapi saya lebih suka melakukan perbincangan itu daripada berpura-pura menjadi seseorang yang bukan diri saya.
References
- ^ menantang gagasan kuno tentang pembelajaran, pengajaran, dan keahlian (doi.org)
- ^ Di antara sekian stereotip yang ada (las.illinois.edu)
- ^ diskriminasi usia ada di mana-mana (www.axios.com)
- ^ mengusulkan kategori baru “Adult Contemporary” (kontemporer dewasa) untuk musik rap (rockthebells.com)
- ^ Q-Tip memperingatkan di media sosial X (dulu Twitter) (www.nme.com)
- ^ G.O.D.’S NETWORK (REB7RTH) (www.forbes.com)
- ^ 1 of 1 (rockthebells.com)
- ^ The Force (www.billboard.com)
- ^ lebih dari 50 tahun yang lalu (theconversation.com)
- ^ “kembali ke sekolah” (www.washingtonpost.com)
- ^ ketika ia menemukan teknik menggaruk piringan hitam (www.npr.org)
- ^ kategori di Grammy sejak 1989 (www.washingtonpost.com)
- ^ dengan jangkauan global (theconversation.com)
- ^ merilis film dokumenter (www.thefader.com)
- ^ beralih ke musik seruling instrumental (www.bloomberg.com)
- ^ katanya kepada The New York Times pada tahun 2014 (www.nytimes.com)
- ^ Per Ole Hagen/Redferns via Getty Images (www.gettyimages.com)
- ^ kutipan André 3000 baru-baru ini (www.youtube.com)
- ^ The Picture of Dorian Gray (www.gutenberg.org)
- ^ Illmatic (www.rnz.co.nz)
- ^ 4:44 (pitchfork.com)
- ^ May the Lord Watch (pitchfork.com)
- ^ Conway the Machine (www.clashmusic.com)
- ^ 7xvethegenius (djbooth.net)
- ^ penerimaan saya sebagai rapper dewasa (theconversation.com)
Authors: A.D. Carson, Associate Professor of Hip-Hop, University of Virginia