Harga rumput laut yang fluktuatif pengaruhi Indonesia sebagai produsen terbesar dunia. Apa saja penyebabnya?
- Written by Zannie Langford, Research Fellow, The University of Queensland
Lebih dari satu juta orang[1] pesisir di Indonesia mengandalkan pendapatan dari budidaya rumput laut, kontribusinya membuat industri rumput laut berkembang pesat di negara ini.
Permintaan ekstrak karaginan[2] rumput laut, yang digunakan sebagai bahan pembentuk gel dalam banyak makanan olahan, telah mendorong pertumbuhan sektor ini. Saat ini, Indonesia merupakan produsen karaginan rumput laut terbesar di dunia[3].
Namun, harga di industri ini sangat fluktuatif, yang menyebabkan petani sulit memperoleh pendapatan berkesinambungan. Hal ini dapat mengurangi jumlah produksi dan dapat mempengaruhi rencana pemerintah[4] untuk meningkatkan produksi lima kali lipat.
Langford et al. (2022)Faktor-faktor yang mendorong perubahan harga belum dipahami dengan baik karena terbatasnya ketersediaan data harga rumput laut di Indonesia. Kami melakukan analisis harga formal pertama untuk industri rumput laut di Indonesia.
Kami mengidentifikasi tiga faktor utama yang mendorong perubahan harga di Indonesia: industri pengolahan rumput laut Cina, pola pertumbuhan musiman, dan pandemi COVID-19.
1. Perubahan jangka panjang dalam industri pengolahan rumput laut Cina
Cina merupakan pengolah terbesar rumput laut Indonesia[5]. Penawaran harga ke eksportir Indonesia sangat dipengaruhi oleh permintaan turunan dari pabrik karaginan rumput laut Cina.
Hubungan perdagangan internasional Indonesia dengan Cina mempengaruhi harga domestik.
Salah satu alasan utama mengapa Indonesia sangat kompetitif di pasar rumput laut internasional adalah nilai tukar mata uang internasional yang tinggi di Indonesia. Ini berarti petani Indonesia menanggung ongkos produksi yang lebih murah daripada petani di negara lain, yang terkadang tidak dapat menutup biasa produksinya.
Indonesia dan Cina memiliki hubungan yang saling melengkapi, karena Indonesia menghasilkan bahan baku tapi memiliki kapasitas pengolahan yang terbatas, sedangkan Cina kekurangan bahan baku tapi memiliki industri pengolahan yang besar.
Indonesia bergantung pada pabrik pengolahan karaginan Cina untuk menjual rumput laut, dan pabrik pengolahan karaginan Cina juga mengandalkan rumput laut Indonesia untuk dapat beroperasi. Hubungan ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap harga rumput laut yang dibayarkan kepada petani Indonesia.
Namun, hubungan perdagangan ini berubah.
Pada 2017, perusahaan pengolahan rumput laut terbesar dunia, BLG dari Cina, membuka pabrik pengolahan baru di Sulawesi Selatan[6].
Berdasarkan perkembangan ini, harga rumput laut naik rata-rata 157% dari Juli 2017 hingga Maret 2018 – dari harga rata-rata Rp 9.000 per kilogram menjadi Rp 23.000 per kg.
Permintaan rumput laut dari BLG tampaknya telah meningkatkan harga rumput laut, dan BLG telah mengembangkan sistem pengadaan rumput laut karena mereka terus beroperasi di bawah kapasitas.
2. Perubahan musiman kondisi laut di Indonesiaa
Faktor kunci lain yang mempengaruhi harga rumput laut adalah perubahan musiman pertumbuhan rumput laut sepanjang tahun. Harga terendah biasanya terjadi pada pertengahan tahun dan tertinggi pada akhir tahun.
Meski tidak banyak yang diketahui mengenai musim rumput laut di seluruh wilayah, daerah penghasil rumput laut utama diduga menghasilkan lebih banyak pada pertengahan tahun.
Berdasarkan hukum penawaran dan permintaan, penawaran yang lebih besar mendorong harga turun. Hal ini terjadi di semua lokasi, meski beberapa lokasi tersebut memiliki pola musim yang berbeda.
Petani memungkinkan untuk meningkatkan pendapatan jika mereka dapat merencanakan secara strategis pengaruh perubahan musim, dan hasil penelitian lebih lanjut tentang musim produksi rumput laut bisa mendukung hal ini.
Hal ini juga dapat mendukung peningkatan distribusi bibit rumput laut ke daerah budidaya rumput laut lainnya.
3. COVID-19
Pada kondisi sekarang, COVID-19 berdampak signifikan terhadap harga rumput laut.
Regulasi pembatasan ekspor, menyebabkan lebih sedikit rumput laut yang diekspor, dan akibatnya pedagang rumput laut membeli lebih sedikit rumput laut. Harga turun dengan cepat karena banyak petani berlomba menjual rumput laut mereka.
Kami menganalisis bagaimana lokasi yang berbeda dipengaruhi oleh perubahan ini, dan kami menemukan bahwa daerah yang lebih terpencil di Maluku dan Kalimantan jauh lebih parah dan cepat terpengaruh.
Harga di lokasi-lokasi tersebut turun lebih dari sepertiga pada bulan-bulan pertama pandemi, sedangkan harga di daerah yang lebih maju seperti Bali dan Sulawesi Selatan hanya turun 10-20%.
Ketiga faktor tersebut kami identifikasi dengan menganalisis harga rumput laut di Indonesia.
Kami menggunakan data harga rumput laut[7] Indonesia, yang dikumpulkan setiap dua minggu selama lima belas tahun terakhir oleh Jasuda[8], sebuah organisasi penelitian rumput laut yang berbasis di Makassar.
Kami mengekstrak data 5-10 tahun untuk 13 lokasi di seluruh Indonesia untuk mengeksplorasi bagaimana harga di lokasi ini telah berubah.
Pertama, kami ingin memahami bagaimana harga di seluruh negeri terkait. Kami menggunakan Model Koreksi Kesalahan Vektor[9] untuk menguji sejauh mana harga di seluruh negeri terkait satu sama lain, yang dikenal sebagai “kointegrasi harga”.
Kami menemukan bahwa Takalar, daerah penghasil rumput laut terbesar di Sulawesi Selatan, merupakan provinsi penghasil rumput laut terbesar di Indonesia. Daerah ini adalah pemimpin harga – ini berarti bahwa ketika harga di Takalar berubah, harga di seluruh Indonesia akan mengikuti.
Kami juga menggunakan metode matematika yang dikenal sebagai dekomposisi deret waktu aditif[10] untuk memecah data ini menjadi tren jangka panjang dan komponen musimannya.
Hal ini berarti kita bisa melihat bagaimana data harga berubah antartahun, dan bagaimana perubahan tersebut dengan cara yang sama setiap tahun.
Analisis ini merupakan penegasan bahwa harga di Indonesia didorong oleh dinamika industri pengolahan rumput laut Cina dan pola produksi musiman di Indonesia.
Penelitian pada masa depan di bidang ini akan memberikan wawasan tentang mekanisme yang mendorong perubahan ini dan dapat digunakan untuk membantu petani mengakses harga yang lebih tinggi dan lebih stabil.
Anda dapat membaca lebih banyak tentang penelitian kami di sini[11].
References
- ^ Lebih dari satu juta orang (peraturan.bpk.go.id)
- ^ karaginan (www.cabdirect.org)
- ^ terbesar di dunia (www.fao.org)
- ^ rencana pemerintah (peraturan.bpk.go.id)
- ^ pengolah terbesar rumput laut Indonesia (www.fao.org)
- ^ pabrik pengolahan baru di Sulawesi Selatan (sulselprov.go.id)
- ^ data harga rumput laut (jasuda.net)
- ^ Jasuda (jasuda.net)
- ^ Model Koreksi Kesalahan Vektor (doi.org)
- ^ dekomposisi deret waktu aditif (doi.org)
- ^ di sini (doi.org)
Authors: Zannie Langford, Research Fellow, The University of Queensland