Asian Spectator

The Times Real Estate

.

Metaverse, membangun kehidupan dalam dunia virtual: menjanjikan tapi juga potensial bermasalah

  • Written by Ranny Rastati, Researcher, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Metaverse, membangun kehidupan dalam dunia virtual: menjanjikan tapi juga potensial bermasalah

Pandemi COVID-19 telah memaksa dan menjadi katalisator penting dalam mengubah secara radikal aktivitas hidup manusia dari offline ke online. Sistem kerja dari rumah, webinar, dan rapat online yang dulu sulit terjadi, kini menjadi gaya hidup yang lazim.

Hampir semua aktivitas tatap muka seperti rapat, sekolah, dan hiburan berubah menjadi online. Misalnya, film-film box office yang dulu tayang eksklusif di bioskop, kini beralih perilisannya secara streaming.

Dengan kondisi pandemi yang belum menunjukkan tanda berakhir, metaverse[1] dapat menjadi solusi ampuh untuk alternatif kehidupan selain di dunia fisik. Metaverse diciptakan dengan memadukan berbagai unsur teknologi seperti konferensi video, media sosial, hiburan, game, pendidikan, pekerjaan, dan mata uang kripto[2].

Keunggulan inilah yang akan membuat metaverse tampil sebagai revolusi internet.

Sebuah riset[3] menunjukkan metaverse memberikan manfaat signifikan dalam kehidupan manusia seperti menyediakan ruang tanpa batas kegiatan kampanye[4] kepresidenan 2020 Joe Biden[5] di Animal Crossing Nintendo[6], wisuda mahasiswa UC Berkeley[7] di Minecraft[8], dan perpustakaan virtual yang dikembangkan Standford University di Second Life[9].

Apa itu metaverse

Metaverse digadang-gadang menjadi gaya hidup masa depan yang lebih efisien. Sebuah era baru yang mampu mengkoneksikan manusia dalam waktu-riil tanpa mengenal batas geografis. Pada masa itu, media sosial yang kita gunakan saat ini akan tampak seperti barang primitif nan usang. Ini sebuah dunia yang menjanjikan tapi juga punya potensi masalah besar.

Keriuhan metaverse dimulai ketika Mark Zuckerberg[10] pada Juni tahun lalu mengumumkan pergantian nama perusahaannya dari Facebook menjadi Meta. Perubahan nama ini dilakukan sebagai alih citra Facebook dari perusahaan media sosial menjadi perusahaan teknologi.

Meta akan berfokus pada pengembangan metaverse dengan misi menghubungkan manusia, menemukan komunitas, dan mengembangkan bisnis[11].

Metaverse milik Meta tersebut diberi nama Horizon Worlds[12]. Diluncurkan pada Desember 2021, Horizon Worlds menawarkan kehidupan virtual dengan memberikan rasa kehadiran yang realistis (realistic presence) sehingga terasa seperti di dunia nyata.

Untuk dapat mengakses Horizon Worlds, pengguna harus menggunakan kacamata Oculus dan sarung tangan untuk kontrol gerak. Dengan demikian, penggguna seolah berada di dalam internet, bukan sekadar menatapnya melalui layar gadget. Persis seperti dalam animasi Ralph Breaks the Internet[13] (2018) dan film Ready Player One[14] (2018).

Selain Meta, raksasa teknologi yang juga sedang membangun metaverse-nya adalah Apple[15], Google[16], dan Microsoft[17].

Semuanya sedang berlomba-lomba mengejar perusahaan game dan hiburan yang lebih dulu memimpin pengembangan metaverse seperti Fortnite[18], Roblox[19], Niantic[20], dan Decentraland[21].

Ke depan, tentu akan lebih mudah jika masing-masing penyedia layanan metaverse memberikan fleksibilitas agar para pengguna dapat keluar masuk berbagai platform sembari membawa aksesoris avatar-nya masing-masing.

Metaverse, era masa depan

Pesona metaverse kemudian membuat banyak brand dunia bergerak masuk ke dalamnya.

Gucci, misalnya, mulai menggunakan non-fungible token(NFT) dalam koleksinya. NFT[22] adalah aset digital yang dapat berbentuk pakaian, karya seni, video, dan audio. Koleksi khusus Gucci berbentuk NFT itu menawarkan sensasi kemewahan digital yang hanya dapat dibeli di metaverse.

Sebagai salah satu pasar besar metaverse di Asia Pasifik[23], Indonesia tak mau ketinggalan. Penyanyi Syahrini[24], misalnya, baru-baru ini turut dalam keriuhan metaverse dengan mengeluarkan NFT berhijab pertama di dunia pada 14 Desember 2021. Karya seni digital berbentuk avatar dirinya itu bahkan ludes dalam hitungan jam.

Selain bisnis NFT, beberapa platform metaverse seperti Sandbox[25] dan Decentraland[26] menyediakan fitur jual beli tanah virtual menggunakan mata uang kripto. Di atas tanah virtual itu dapat digunakan untuk membangun properti virtual seperti kantor dan mall yang dapat dijual kembali atau disewakan.

Mata uang kripto memang mengalami dampak positif terhadap perkembangan metaverse. Nilai mata uang kripto Decentraland MANA[27] misalnya, melonjak sebesar 20 persen[28] dari $2,73 menjadi $3,27 saat Samsung[29] membuka toko virtual pertamanya di Decentraland pada 6 Januari 2022.

Tak heran, banyak pebisnis yang berlomba-lomba terjun ke metaverse karena akan menjadi lahan bisnis digital masa depan.

Potensi masalah masa depan

Bayangkan sebuah dunia virtual yang tampak lebih realistis, praktis, dan fantastis daripada apa yang terjadi di dunia nyata.

Bayangkan jika seluruh layanan perbankan, misalnya, dapat diakses dalam secara virtual. Kita tidak perlu menghabiskan waktu mengantri di customer service untuk sekadar mengganti kartu debit dan cetak buku tabungan. Sebab, semuanya dapat dilakukan dalam sebuah ruang virtual tanpa harus meninggalkan rumah.

Metaverse memang berpotensi menjadi teknologi yang sangat berguna bagi manusia. Salah satunya bagi penyandang disabilitas yang memiliki keterbatasan fisik untuk melakukan mobilitas di dunia nyata. Namun, tetap saja inklusivitas metaverse masih dipertanyakan khususnya bagi yang mengalami keterbatasan penglihatan dan orang-orang yang tidak memiliki akses terhadap internet.

Tidak hanya itu, potensi adiksi terhadap metaverse akan lebih besar dari candu terhadap media sosial. Sebuah riset[30] menunjukkan kecanduan teknologi dan internet seperti media sosial, ponsel pintar, dan game dapat berujung pada depresi. Kita perlu riset untuk mengetahui bagaimana dampaknya jika seseorang mengalami ketagihan untuk hidup dalam metaverse. Apakah misalnya, pertemuan tatap muka akan terasa canggung dan kikuk dibanding interaksi manusia secara virtual.

Tidak menutup kemungkinan pula, para penduduk metaverse akan terpolarisasi sebagai akibat dari algoritma yang dapat berujung pada misinformasi, perundungan siber, dan perpecahan. Belum lagi soal kejahatan siber lintas negara, pencurian data pribadi, dan pelecehan seksual[31] secara virtual yang akan menjadi semakin pelik.

Untuk itu, negara perlu segera menyediakan payung hukum berupa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang juga mengakomodasi pengaturan ranah virtual untuk mengatasi potensi masalah yang akan terjadi dalam metaverse.

Yang perlu dipahami, kita perlu memberikan batasan sejauh mana metaverse perlu digunakan untuk menunjang aktivitas dan kehidupan sehari-hari.

Gerakan logout secara berkala dapat dilakukan manusia tidak lupa bahwa kehidupan yang sebenarnya berada di dunia nyata. Bukan dalam metaverse yang penuh dengan fantasi dan imajinasi sebagai bentuk eskapisme dari kehidupan di dunia nyata.

References

  1. ^ metaverse (time.com)
  2. ^ mata uang kripto (websummit.com)
  3. ^ riset (researchportal.helsinki.fi)
  4. ^ kampanye (www.washingtonpost.com)
  5. ^ Joe Biden (en.wikipedia.org)
  6. ^ Animal Crossing Nintendo (animal-crossing.com)
  7. ^ UC Berkeley (news.berkeley.edu)
  8. ^ Minecraft (www.minecraft.net)
  9. ^ Second Life (secondlife.com)
  10. ^ Mark Zuckerberg (www.theverge.com)
  11. ^ mengembangkan bisnis (about.fb.com)
  12. ^ Horizon Worlds (www.oculus.com)
  13. ^ Ralph Breaks the Internet (en.wikipedia.org)
  14. ^ Ready Player One (www.imdb.com)
  15. ^ Apple (en.wikipedia.org)
  16. ^ Google (en.wikipedia.org)
  17. ^ Microsoft (en.wikipedia.org)
  18. ^ Fortnite (www.epicgames.com)
  19. ^ Roblox (www.roblox.com)
  20. ^ Niantic (nianticlabs.com)
  21. ^ Decentraland (decentraland.org)
  22. ^ NFT (en.wikipedia.org)
  23. ^ Asia Pasifik (www.nftdefi-chainplus.com)
  24. ^ Syahrini (inet.detik.com)
  25. ^ Sandbox (www.sandbox.game)
  26. ^ Decentraland (theconversation.com)
  27. ^ MANA (www.coinbase.com)
  28. ^ 20 persen (www.somagnews.com)
  29. ^ Samsung (www.theblockcrypto.com)
  30. ^ riset (www.mdpi.com)
  31. ^ pelecehan seksual (www.technologyreview.com)

Authors: Ranny Rastati, Researcher, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Read more https://theconversation.com/metaverse-membangun-kehidupan-dalam-dunia-virtual-menjanjikan-tapi-juga-potensial-bermasalah-174547

Magazine

Tidak melulu soal metrik, menggaet ‘influencer’ perlu pendekatan personal, kebebasan, dan kepercayaan

Influencer marketing kini sudah menjadi salah satu instrumen terpenting dalam strategi pengembangan bisnis. Perusahaan-perusahaan di hampir semua sektor mengandalkan kanal media sosial untuk mempromos...

20 tahun pasca-tsunami Aceh, kontribusi perempuan tak diakui, kebijakan daerah masih diskriminatif

Seorang perempuan berdiri di depan Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh.Bithography/Shutterstock20 tahun sudah Aceh pulih dari tsunami yang menimbulkan duka mendalam bagi Indonesia, khususnya para p...

Riset: Anak pekerja migran yang ditinggalkan hadapi tantangan sosial dan psikologis

Ilustrasi anak-anak di Indonesia.our brain/ShutterstockSetiap tahun, ratusan ribu warga Indonesia pergi ke luar negeri untuk bekerja. Lebih dari lima juta pekerja migran Indonesia (termasuk orang tua ...



NewsServices.com

Content & Technology Connecting Global Audiences

More Information - Less Opinion