Asian Spectator

The Times Real Estate

.

Delapan perubahan yang perlu dilakukan dunia untuk hidup bersama COVID

  • Written by Christina Pagel, Professor of Operational Research, Director of the UCL Clinical Operational Research Unit, UCL
Delapan perubahan yang perlu dilakukan dunia untuk hidup bersama COVID

Seiring berkurangnya penyebaran COVID varian omicron, banyak orang yang meminta kembali ke keadaan normal[1]

Pemerintah pun mulai bertindak. Inggris, misalnya, menghapus[2] kebijakan pengukuran kesehatan masyarakat yang tersisa, termasuk isolasi mandiri wajib kasus COVID dan tes gratis.

Namun, kebenaran yang tak terhindarkan adalah – kecuali virus bermutasi ke bentuk yang lebih ringan – kehidupan “normal” yang kita jalani akan lebih pendek dan lebih menyakitkan daripada sebelumnya.

Manusia telah menambahkan satu penyakit baru yang signifikan di tengah-tengah populasi dunia. COVID sering dibandingkan dengan flu, seolah-olah menambahkan beban yang setara dengan flu ke populasi itu baik-baik saja (tentu tidak). Faktanya, COVID telah dan tetap lebih buruk[3]. Tingkat kematian akibat infeksi COVID – proporsi orang yang meninggal begitu mereka tertular – awalnya sekitar sepuluh kali lebih tinggi daripada flu.

Perawatan, vaksin, dan infeksi COVID sebelumnya telah menurunkan tingkat kematian, tapi masih hampir angkanya dua kali lebih tinggi[4] dibanding flu. Ya, ini pun masih berlaku untuk omicron.

Dampaknya kemudian diperparah karena COVID jauh lebih mudah menular. Ini juga memiliki dampak jangka panjang yang serupa atau lebih buruk pada jantung[5], paru-paru[6] dan kesehatan mental[7] dibandingkan penyakit pernapasan lainnya. Tingkat gejala jangka panjang atau dikenal dengan long COVID[8] juga lebih tinggi.

Vaksin sangat efektif dalam mengurangi tingkat keparahan penyakit dan kematian, tapi tidak sempurna. Varian baru telah menguji pertahanan vaksin. Pertahanannya terhadap infeksi – khususnya terhadap gejala yang tak terlalu parah – juga berkurang setelah[9] beberapa bulan.

Meski baru sebagian dari kita terlindung dari keparahan gejala dan kematian, upaya untuk kembali normal di Inggris, Denmark, dan Norwegia tetap mengakibatkan banyak orang menghadapi infeksi berulang COVID selama beberapa tahun mendatang.

Sebagian besar mungkin akan bertahan, tapi beberapa orang lainnya akan mati. Akan lebih banyak lagi orang dengan kondisi kesehatan yang buruk dalam waktu yang lama.

Orang-orang yang terinfeksi dengan gejala ringan pun masih membutuhkan cuti kerja ataupun izin sakit. Seperti yang telah kita lihat dengan omicron, efek karena begitu banyak orang yang tidak masuk bekerja atau libur sekolah karena sakit bisa sangat mengganggu[10].

Singkatnya, tidak akan ada lagi dunia sebelum 2020. Kita mungkin menginginkannya, tapi kondisi itu tak akan kembali.

Selama 150 tahun terakhir, kesehatan masyarakat telah berkembang pesat. Angka kematian akibat kekurangan gizi, penyakit menular, penyakit lingkungan, merokok, hingga kecelakaan lalu lintas, sudah jauh berkurang.

Untuk masalah komunal, kita telah mengembangkan solusinya. Mulai dari vaksin hingga pengendalian polusi, perokok pasif, perilaku mengemudi yang berbahaya, dan penyakit lainnya.

Sungguh aneh ketika kita malah mau membalikkan seluruh kemajuan itu dengan menerima penyakit baru yang serius seperti COVID tanpa berusaha secara aktif untuk menguranginya.

A COVID vaccine being given in Nepal
Menyebarkan cakupan vaksin COVID di seluruh dunia dan meningkatkan surveilans sangat penting. Narendra Shrestha/EPA-EFE

Kabar baiknya, kita bisa menguranginya. Kita harus merelakan bahwa kondisi dunia telah berubah dengan langkah adaptasi berdasarkan apa yang telah kita pelajari dari dua tahun terakhir. Berikut adalah delapan perubahan utama yang dapat mengurangi dampak COVID di masa depan:

1. Di luar ruangan cukup aman.[11] Mari kita buat udara dalam ruangan sama seperti di luar ruangan. Butuh modal besar agar agar infrastruktur kita[12] memiliki ventilasi, penyaringan, pembersihan udara yang layak. Ini bukan hal yang sederhana, tapi juga tidak serumit pengaliran air bersih dan distribusi listrik ke rumah-rumah. Kita tahu bagaimana melakukannya dan itu akan efektif melawan varian masa depan dan penyakit apa pun yang menular melalui udara.

2. Vaksin tetap penting. Kita perlu memvaksinasi dunia[13] sesegera mungkin untuk menyelamatkan nyawa dan memperlambat munculnya varian baru. Kita juga harus terus bekerja menuju vaksin[14] yang lebih tahan lama dan kebal terhadap lebih banyak varian.

3. Kita telah belajar bahwa bertindak cepat daripada belakangan sangat penting untuk menahan wabah dan mencegah penyebaran ke negara lain. Jadi kita perlu berinvestasi dalam pemantauan berskala global[15] untuk varian COVID baru dan penyakit menular baru lainnya.

4. Banyak negara telah memiliki mekanisme surveilans rutin untuk penyakit menular (seperti flu[16] dan campak[17]) serta rencana untuk meredam dampaknya. Negara-negara perlu menambahkan COVID ke program pengawasan rutin yang ada. Tujuannya untuk melacak sebaran penularan COVID, dan di komunitas mana.

5. Kita masih tahu terlalu sedikit tentang dampak jangka panjang dari COVID. Kita memang mengetahui penyakit ini berisiko menyebabkan kerusakan organ dalam jangka panjang[18] dan long COVID. Kita perlu bekerja lebih keras untuk memahami, mencegah, dan menangani dampak ini.

6. Banyak sistem kesehatan sudah berjuang[19] sebelum COVID menyerang, dan sejak itu ketahanannya semakin menipis [20] oleh pandemi. Investasi dalam sistem kesehatan sangat dibutuhkan, terutama di musim dingin di mana beban tambahan COVID akan sangat terasa.

7. COVID telah menyerang begitu keras pada orang-orang yang paling rentan[21]. Mereka yang tak mampu mengisolasi diri juga lebih cenderung bekerja di luar rumah, menggunakan transportasi umum[22] dan tinggal di perumahan yang penuh sesak[23] – semua faktor risiko untuk tertular virus. Peningkatan paparan, ditambah dengan tingkat vaksinasi yang lebih rendah serta kesehatan yang lebih buruk di antara kelompok yang kurang beruntung, akan mengarah ke hasil yang lebih buruk[24] jika terinfeksi. Negara-negara perlu berinvestasi lebih banyak dalam mengurangi ketimpangan: di bidang kesehatan, perumahan, tempat kerja, pembayaran sakit dan pendidikan. Ini akan membuat kita semua lebih siap menghadapi wabah di masa depan, perburukan kondisi kesehatan, dan kematian.

8. Terakhir, masih akan ada gelombang infeksi COVID pada masa depan[25]. Hal-hal di atas hanya akan mengurangi frekuensi dan skalanya. Kita perlu memiliki rencana untuk menghadapinya. Sistem pengawasan nasional yang sangat baik akan mempercepat identifikasi, dan memahami berapa banyak penyakit yang disebabkan dan kekebalan yang dihindari. Semuanya akan meningkatkan ketepatan respons, misalnya, dengan meningkatkan deteksi, mewajibkan pemakaian masker, dan bekerja dari rumah jika diperlukan.

Rencana semacam itu seharusnya memungkinkan kita untuk menghindari karantina wilayah (lockdown) yang lama dan meluas. Penolakan untuk belajar hidup bersama COVID dengan berpura-pura mengakui kondisi ‘normal lama’ adalah risiko terbesar yang memungkinkan lockdown diterapkan kembali.

Kita perlu beralih dari tahap penolakan, dan kemarahan, kesedihan. Kita harus menerima bahwa kondisi dunia sekarang sudah berbeda. Setelah itu, kita dapat memegang stir untuk merancang cara hidup yang lebih tahan untuk terhadap virus sambil memungkinkan kita semua – termasuk yang rentan secara klinis – untuk menjalani hidup yang lebih bebas dan lebih sehat.

References

  1. ^ kembali ke keadaan normal (www.ft.com)
  2. ^ menghapus (www.gov.uk)
  3. ^ tetap lebih buruk (www.cdc.gov)
  4. ^ hampir angkanya dua kali lebih tinggi (twitter.com)
  5. ^ jantung (www.nature.com)
  6. ^ paru-paru (%20www.sciencedirect.com)
  7. ^ kesehatan mental (www.bmj.com)
  8. ^ gejala jangka panjang atau dikenal dengan long COVID (journals.plos.org)
  9. ^ juga berkurang setelah (assets.publishing.service.gov.uk)
  10. ^ sangat mengganggu (www.independent.co.uk)
  11. ^ Di luar ruangan cukup aman. (www.sciencedirect.com)
  12. ^ agar infrastruktur kita (www.independent.co.uk)
  13. ^ memvaksinasi dunia (www.nature.com)
  14. ^ menuju vaksin (www.independent.co.uk)
  15. ^ pemantauan berskala global (twitter.com)
  16. ^ flu (ukhsa.blog.gov.uk)
  17. ^ campak (theconversation.com)
  18. ^ kerusakan organ dalam jangka panjang (www.tandfonline.com)
  19. ^ sudah berjuang (www.proquest.com)
  20. ^ ketahanannya semakin menipis (inews.co.uk)
  21. ^ orang-orang yang paling rentan (www.ncbi.nlm.nih.gov)
  22. ^ bekerja di luar rumah, menggunakan transportasi umum (jech.bmj.com)
  23. ^ perumahan yang penuh sesak (wellcomeopenresearch.org)
  24. ^ hasil yang lebih buruk (www.ons.gov.uk)
  25. ^ gelombang infeksi COVID pada masa depan (www.reuters.com)

Authors: Christina Pagel, Professor of Operational Research, Director of the UCL Clinical Operational Research Unit, UCL

Read more https://theconversation.com/delapan-perubahan-yang-perlu-dilakukan-dunia-untuk-hidup-bersama-covid-179024

Magazine

Asal muasal istilah ‘Raja Jawa’ dan bahayanya bagi demokrasi Indonesia

Presiden Joko "Jokowi" WidodoPada pertengahan 2024 lalu, sempat viral pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengenai “Raja Jawa”. Istilah tersebut ia lo...

Gencatan senjata Israel-Hamas bukan akhir dari perang yang menghancurkan

Setelah 467 hari berlangsung serangan Israel di wilayah Gaza, Palestina,, Hamas dan Israel akhirnya menyepakati gencatan senjata. Kesepakatan tersebut akan mulai berlaku pada hari Minggu, karena menun...

Sisi gelap perbudakan modern di balik industri AI: Upah rendah hingga eksploitasi tenaga kerja

Olena Yakobchuk/ShutterstockDi pabrik-pabrik industri, kafe internet yang sempit, dan kantor-kantor rumahan di seluruh dunia, jutaan orang duduk di depan komputer sambil melakukan pekerjaan yang membo...