Asian Spectator

Konsumen ingin telur ayam bebas kandang, peternak butuh dana dan peningkatan kapasitas

  • Written by Kate Hartcher, Adjunct Lecturer at the School of Veterinary Science, The University of Queensland
Konsumen ingin telur ayam bebas kandang, peternak butuh dana dan peningkatan kapasitas

Meningkatnya kepedulian konsumen[1] akan kesejahteraan hewan di seluruh dunia mendorong industri unggas[2] untuk membiarkan ayam-ayam petelur mereka berkeliaran di area yang lebih luas. Caranya, para peternak mulai bergeser dari kandang baterai konvensional ke sistem bebas kandang. Hal ini memungkinkan ayam petelur leluasa melakukan perilaku alami[3], mulai dari mencari makan sendiri hingga berguling-guling di pasir untuk membersihkan bulu mereka[4].

Indonesia, sebagai produsen telur terbesar kedua di dunia[5], juga mengalami peralihan ini. Sebab, banyak perusahaan makanan multinasional dan Asia berkomitmen meningkatkan standar kesejahteraan hewan dan hanya mau menerima pasokan telur bebas kandang per 2025[6].

Namun, bagi para peternak, peralihan ke telur bebas kandang ini bisa jadi membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Penelitian[7] kami memberikan gambaran tentang perspektif peternak di Asia mengenai rencana peralihan ini, dengan sebagian besar responden survei berasal dari Indonesia. Riset ini menyoroti kelayakan, tantangan, dan solusi potensial dalam mengadopsi sistem bebas kandang.

Mengapa kandang menjadi masalah?

Dulunya, Indonesia menggunakan metode peternakan tradisional[8]. Namun, pada akhir abad ke-20[9], peningkatan populasi dan tuntutan ekonomi menyebabkan adopsi teknik peternakan lebih terindustrialisasi, salah satunya dengan kehadiran kandang baterai. Kandang-kandang ini–yang pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat dan Eropa–dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi produksi telur, tetapi menuai banyak kritik karena dinilai mengorbankan kualitas hidup ayam[10].

Di dalam kandang baterai, setiap ayam petelur biasanya dikurung dalam ruang seluas 500 hingga 600 cm² per ekor[11]. Ruang yang terbatas ini menghambat kemampuan mereka untuk bergerak bebas, mengepakkan sayap, atau melakukan perilaku normal seperti bertengger, membuat sarang, dan mandi debu. Hal ini menyebabkan berbagai masalah kesejahteraan bagi ayam petelur tersebut[12].

Penelitian kami

Studi kami[13] menggali pendapat para peternak tentang kelayakan, tantangan, dan solusi potensial berkaitan peternakan telur bebas kandang.

Kami melakukan survei terhadap 202 produsen telur di Indonesia, Cina, Thailand, Jepang, Malaysia, dan Filipina, dengan 108 di antaranya berasal dari Indonesia. Dari 202 peternak tersebut, sebanyak 165 produsen menggunakan kandang baterai dan hanya sekelompok kecil, yakni 37 produsen, yang memakai sistem bebas kandang. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar ayam petelur di Indonesia ditempatkan di kandang baterai (lebih dari 90%).

Temuan kami

Di antara semua peternak bebas kandang yang disurvei (dari semua negara), kami menemukan beberapa tantangan utama.

Biaya produksi menempati peringkat teratas sebagai tantangan terbesar, mewakili 22% dari semua jawaban atas pertanyaan tentang topik ini. Hal ini menunjukkan masalah ekonomi adalah hal pertama yang dipikirkan oleh para peternak ketika mereka ingin beralih ke sistem bebas kandang. Manajemen sistem (14%) dan pencegahan penyakit (14%) juga merupakan masalah besar, yang menunjukkan bahwa transisi ini bisa menjadi rumit.

Namun, temuan yang paling mencolok adalah mayoritas besar produsen telur bebas kandang (81%) menyebut bahwa mereka membutuhkan dukungan lebih dalam memelihara peternakan mereka.

Ketika kami berbicara dengan peternak yang saat ini masih menggunakan kandang, mereka optimis tentang prospek sistem bebas kandang (65% menjawab “ya” atau “mungkin” ketika ditanya apakah mereka menganggap sistem bebas kandang layak di negara mereka). Namun, mereka juga menyebut [perlunya lebih banyak dukungan] dalam adopsi sistem bebas kandang, dalam bentuk saran teknis, pelatihan, dan sumber daya[14].

Meskipun telah ada kemajuan signifikan dalam pengadaan telur bebas kandang, hasil penelitian ini mungkin dapat membantu menjelaskan ihwal penyebab sulitnya menemukan telur bebas kandang di Asia dan masih rendahnya tingkat pengadaan oleh perusahaan makanan di wilayah ini.

Membangun sistem pendukung

Kami juga meminta para peternak memberikan solusi potensial untuk mengatasi tantangan yang ada. Para peternak bebas kandang memberitahu kami bahwa “meningkatkan praktik di lapangan” adalah yang paling penting untuk menjaga agar peternakan mereka tetap berjalan. Hal ini termasuk menurunkan biaya dan meningkatkan efisiensi produksi serta saran untuk menetapkan prosedur, memasok sumber daya yang diperlukan, dan meningkatkan praktik terbaik dalam manajemen kawanan ayam. Temuan ini menunjukkan adanya pengakuan di antara para peternak bahwa beralih ke sistem tanpa kandang membutuhkan perubahan tidak hanya pada infrastruktur, tetapi juga praktik-praktik peternakan.

Peternak juga memberi tahu kami bahwa mereka membutuhkan pemasaran yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan transisi bergantung pada peningkatan kesadaran konsumen tentang telur bebas kandang. Pendekatan yang berorientasi pada solusi dan dirancang bersama akan melibatkan pemangku kepentingan terkait, seperti peneliti, produsen telur, perusahaan, dan organisasi perlindungan hewan internasional.

Peternak membutuhkan lebih banyak dukungan

Studi ini menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi peternak saat mengadopsi sistem bebas kandang. Hasilnya menunjukkan bahwa pendekatan paling efektif untuk mengatasi kekhawatiran produsen telur dan memungkinkan perusahaan makanan memenuhi komitmen bebas kandang mereka adalah dengan menyediakan informasi untuk produsen dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan sumber daya[15] sistem bebas kandang bagi industri telur. Contoh inisiatif yang ada di negara ini adalah [Cage-Free Innovation and Welfare Hub] dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Indonesia.

Perusahaan makanan juga bisa mendukung produsen telur mereka dengan memberikan pelatihan dan pembangunan kapasitas. Dukungan semacam ini dapat membantu meningkatkan ketersediaan dan harga telur bebas kandang di wilayah mereka.

Hingga saat ini, ada 16 perusahaan[16] yang telah sepenuhnya beralih ke pengadaan telur bebas kandang di Indonesia. Secara global, ada 79 perusahaan terdaftar dalam EggTrack Report 2023 yang diluncurkan oleh Compassion in World Farming, meskipun hanya 56%[17] yang melaporkan kemajuan dalam komitmen telur bebas kandang.

Ketika industri telur menghadapi tantangan dan bergerak menuju produksi telur bebas kandang di seluruh wilayah, penelitian kami menunjukkan bahwa peternak membutuhkan lebih banyak dukungan dalam peralihan ke sistem bebas kandang untuk memenuhi harapan konsumen akan perlakuan yang lebih manusiawi dalam produksi telur.

References

  1. ^ Meningkatnya kepedulian konsumen (www.frontiersin.org)
  2. ^ industri unggas (www.foodbeverageinsider.com)
  3. ^ perilaku alami (www.cambridge.org)
  4. ^ mencari makan sendiri hingga berguling-guling di pasir untuk membersihkan bulu mereka (www.mdpi.com)
  5. ^ produsen telur terbesar kedua di dunia (www.statista.com)
  6. ^ 2025 (thehumaneleague.org)
  7. ^ Penelitian (www.cambridge.org)
  8. ^ metode peternakan tradisional (www.publish.csiro.au)
  9. ^ pada akhir abad ke-20 (jpi.faterna.unand.ac.id)
  10. ^ mengorbankan kualitas hidup ayam (welfarefootprint.org)
  11. ^ 500 hingga 600 cm² per ekor (www.cambridge.org)
  12. ^ berbagai masalah kesejahteraan bagi ayam petelur tersebut (www.cambridge.org)
  13. ^ Studi kami (www.cambridge.org)
  14. ^ adopsi sistem bebas kandang, dalam bentuk saran teknis, pelatihan, dan sumber daya (www.frontiersin.org)
  15. ^ sumber daya (globalfoodpartners.com)
  16. ^ 16 perusahaan (www.cagefreetracker.com)
  17. ^ 56% (www.wattagnet.com)

Authors: Kate Hartcher, Adjunct Lecturer at the School of Veterinary Science, The University of Queensland

Read more https://theconversation.com/konsumen-ingin-telur-ayam-bebas-kandang-peternak-butuh-dana-dan-peningkatan-kapasitas-238007

Magazine

Bisnis antariksa ‘booming’ meski berisiko, akankah tamasya ruang angkasa semakin murah?

Kegiatan berjalan di luar angkasa termasuk salah satu aktivitas paling berbahaya bagi manusia. Ignatiev/E+ via Getty ImagesRuang angkasa bukanlah tempat yang ramah bagi manusia. Tanpa perlindungan y...

Jilbab dan Pancasila: kapan negara akan berhenti mengatur tubuh perempuan?

Penggunaan jilbab kini tengah menjadi polemik di Indonesia. Baru-baru ini, sebuah rumah sakit di Jakarta diduga membatasi pekerjanya dalam penggunaan jilbab.Sebelumnya, tepat menjelang peringatan Hari...

Apakah kucing bisa berduka?

Alexander DubrovskySaat kehilangan hewan peliharaan, mungkin bukan hanya kita yang merasa sedih. Penelitian menunjukkan bahwa kucing peliharaan yang tinggal bersama kita juga bisa merasakan duka yang ...



NewsServices.com

Content & Technology Connecting Global Audiences

More Information - Less Opinion