Asian Spectator

Bisakah program makan bergizi gratis atasi ‘stunting’ di Indonesia?

  • Written by Iskandar Azmy Harahap, Early Career Researcher, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Bisakah program makan bergizi gratis atasi ‘stunting’ di Indonesia?
Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024. Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabowo yang memuat isu-isu penting hasil pemetaan kami bersama TCID Author Network. Edisi ini turut mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, sekaligus menjadi bekal Prabowo-Gibran menjalankan tugasnya. Stunting atau tengkes, kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi terus-menerus (kronis), masih menjadi masalah serius di Indonesia. Status Gizi Indonesia 2023[1] menunjukkan bahwa 21,6% anak Indonesia mengalami stunting pada 2022. Meskipun ada penurunan angka dari tahun-tahun sebelumnya[2], Indonesia masih jauh dari target penurunan tengkes yang dicanangkan pemerintah, yaitu sebesar 14%[3] pada 2024. Di tengah upaya ini, presiden terpilih, Prabowo Subianto menjadikan penanggulangan stunting[4] sebagai salah satu prioritas dalam bidang kesehatan. Salah satu program kesehatan yang digadang-gadang Prabowo sebagai solusi masalah stunting adalah makan bergizi gratis[5]. Program makan bergizi gratis mulanya ditujukan hanya untuk anak sekolah. Pemerintah belum lama ini menambahkan ibu hamil, ibu menyusui, dan balita[6] sebagai kelompok yang akan menerima makanan bergizi gratis. Tujuannya untuk memastikan anak dan ibu mendapatkan asupan nutrisi yang dibutuhkan demi mendukung tumbuh kembang anak yang optimal. Program semacam ini sebenarnya bukan hal baru. Di berbagai negara, seperti India[7] dan Brasil[8], program makan gratis di sekolah sudah lama diterapkan dan terbukti efektif meningkatkan status gizi anak, terutama di kalangan masyarakat miskin. Lantas, seberapa efektif program ini untuk menyelesaikan masalah stunting yang sangat kompleks di Indonesia? Bukan cuma soal pemenuhan gizi anak Stunting[9] terjadi karena kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupannya yang dimulai sejak terbentuknya janin hingga usia dua tahun. Anak yang mengalami tengkes akan mengalami pertumbuhan fisik yang lambat dan berisiko mengalami keterlambatan perkembangan kognitif atau kemampuan berpikir. Kondisi ini bisa memengaruhi kemampuan belajar mereka di kemudian hari. Karena itu, jika program makan bergizi gratis hanya berfokus pada anak usia sekolah, dampaknya terhadap penurunan tengkes mungkin tidak nyata (signifikan). Program ini perlu dipadukan dengan tindakan lain yang lebih menyeluruh (komprehensif), termasuk perbaikan gizi ibu hamil dan balita[10]. Langkah pemerintah dalam menambahkan ibu hamil, ibu menyusui, dan balita ke dalam kelompok penerima makanan bergizi gratis patut diapresiasi. Namun, proses pelaksanaannya kelak harus dikawal bersama. Sebab, dalam penyelenggaraan program makan bergizi gratis untuk mengatasi stunting, pemerintahan mendatang akan menghadapi sejumlah tantangan berikut: 1. Faktor penyebab ‘stunting’ lainnya Stunting tidak hanya disebabkan oleh kurangnya asupan gizi. Ada beragam faktor lain yang menyebabkan anak mengalami tengkes[11], seperti pola asuh, kesehatan, sanitasi, dan akses terhadap air bersih. Pemerintah sebenarnya sudah menjalankan berbagai program penanggulangan stunting, termasuk edukasi gizi bagi ibu hamil dan bayi, serta peningkatan akses terhadap makanan bergizi. Namun, prevalensi tengkes masih tinggi di berbagai daerah, terutama di wilayah timur Indonesia[12]. Karena itu, efektivitas program makan gratis diragukan jika tidak dipadukan dengan upaya perbaikan faktor penyebab stunting lainnya. Bukan cuma asupan gizi, ada banyak faktor yang menyebabkan anak mengalami tengekes. Bukan cuma asupan gizi, ada banyak faktor yang menyebabkan anak mengalami stunting. Kevin Herbian / Shutterstock[13] 2. Infrastruktur harus memadai Distribusi bahan pangan[14] yang berkualitas sering kali terhambat oleh akses jalan yang buruk, minimnya sarana transportasi, serta keterbatasan fasilitas penyimpanan. Akibatnya, pelaksanaan program ini berisiko tidak maksimal, terutama di daerah pedalaman yang infrastrukturnya tidak memadai. Agar bisa konsisten mendistribusikan makanan bergizi ke seluruh Indonesia, terutama ke daerah-daerah terpencil, pemerintah perlu memastikan pembangunan infrastruktur yang memadai. 3. Pengawasan kualitas gizi Pemerintah perlu memastikan makanan yang disediakan memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil, ibu menyusui, dan anak. Pada anak, misalnya, kandungan gizi makanan harus sesuai standar[15] kebutuhan pertumbuhan anak yang optimal berdasarkan usianya. Karena setiap anak memiliki kebutuhan gizi yang berbeda. Menu makanan yang kurang disesuaikan[16] dengan kebutuhan gizi sesuai usia dan kondisi anak, bisa mengurangi efektivitas program. 4. Telan biaya besar Program makan bergizi gratis memerlukan anggaran yang sangat besar karena mencakup anak, ibu hamil, dan ibu menyusui di seluruh Indonesia. Bank Dunia[17] menyoroti potensi masalah anggaran yang mungkin muncul dari penyelenggaraan program ini. Tanpa perencanaan anggaran yang matang, program ini bisa sangat membebani keuangan negara dan berisiko menyebabkan pengeluaran lebih banyak daripada pendapatan (defisit anggaran). Pemerintah perlu memastikan bahwa pendanaan program makan bergizi gratis cukup dan berkelanjutan, tidak hanya dalam jangka pendek, tetapi juga dalam jangka panjang agar manfaatnya benar-benar bisa dirasakan bersama. 5. Berisiko timbulkan ketergantungan Alih-alih mendorong keluarga untuk mandiri dalam menyediakan makanan bergizi di rumah, program ini dikhawatirkan bisa membuat sebagian orang tua terlalu bergantung pada bantuan pemerintah[18]. Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengurangi kemandirian masyarakat dalam menangani masalah gizi dan kesehatan anak di rumah tangga. Menjawab tantangan ke depan Menyiasati sederet tantangan di atas, pemerintah perlu berpikir secara matang dan menyeluruh dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi program makan bergizi gratis untuk pengentasan masalah stunting. Sejumlah langkah strategis berikut bisa dipertimbangkan pemerintahan Prabowo-Gibran: 1. Prioritaskan ibu hamil, ibu menyusui, dan balita Program makan bergizi gratis berpotensi meningkatkan status gizi anak usia sekolah[19]. Namun, untuk mengatasi tengkes, pemerintah perlu memprioritaskan penyaluran bantuan untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita berusia 1.000 hari pertama. Ini adalah masa kritis[20] ketika asupan gizi berperan besar dalam pencegahan tengkes[21]. Pemerintah harus lebih gencar memberikan suplemen gizi, edukasi gizi bagi ibu hamil, serta pendampingan dalam pemenuhan kebutuhan gizi balita di rumah. 2. Pembangunan, pengawasan, dan evaluasi ketat Pemerintah harus memastikan bahwa makanan yang diberikan sesuai dengan standar gizi yang dibutuhkan ibu hamil, ibu menyusui, dan anak. Variasi makanan bagi ibu hamil[22] sangat diperlukan. Pemerintah perlu memastikan ibu hamil menerima makanan bergizi makro[23], seperti vitamin A dan D, folat, zat besi, zink, kalsium, dan iodium untuk mendukung tumbuh kembang anak dan mencegah tengkes. Adapun bagi ibu menyusui, perlu disediakan variasi makanan[24] berupa sayuran hijau, biji-bijian, kacang-kacangan, buah alpukat, dan ikan. Asupan nutrisi dalam makanan harus sesuai standar kebutuhan gizi anak. Asupan nutrisi dalam makanan harus sesuai standar kebutuhan gizi ibu hamil, ibu menyusui, dan anak. Rezmita Anggriani / Shutterstock[25] Untuk anak, menu yang disajikan harus beragam dan memperhitungkan kebutuhan gizi spesifik sesuai usia dan kondisi mereka. Menu makanan yang monoton dan kurang bervariasi dapat membuat asupan gizi anak tidak optimal. Contohnya, anak menerima makanan yang cukup kalori, tetapi minim kandungan zat gizi mikro (mikronutrien) penting[26], seperti zat besi, kalsium, atau vitamin A. Dalam jangka panjang, hal ini bisa membatasi dampak positif dari program makan bergizi gratis untuk mendukung pertumbuhan anak. Agar proses distribusi makanan berjalan baik, pemerintah juga perlu membangun infrastruktur yang memadai hingga daerah terpencil. Pemantauan dan evaluasi yang ketat juga harus dilakukan secara berkala untuk menjamin kualitas makanan tetap terjaga dan tepat sasaran. Jika tidak, program ini bisa kehilangan fokus dan gagal memberikan dampak yang nyata terhadap penurunan angka stunting. 3. Edukasi yang menyeluruh Selain memberikan makan bergizi gratis, pemerintah harus gencar mengedukasi masyarakat secara menyeluruh, termasuk mengenai pentingnya pemenuhan gizi seimbang, kebiasaan makan sehat, serta menjaga kebersihan dan sanitasi di lingkungan keluarga. Studi di sejumlah negara, termasuk yang diterbitkan pada Maternal and Child Nutrition[27], menunjukkan bahwa pemberian edukasi kepada orang tua dan komunitas sangat penting dalam mendukung keberhasilan program gizi dan pengentasan masalah stunting di masa depan. 4. Kerja sama lintas sektor Pemerintahan Prabowo-Gibran harus serius dalam mewujudkan janjinya mengenai penanggulangan stunting, termasuk dalam meningkatkan kualitas sanitasi dan akses terhadap air bersih. Akses terhadap air bersih dan sanitasi yang buruk bisa memicu penyakit infeksi, seperti diare yang mengganggu tumbuh kembang anak dan berisiko menyebabkan tengkes. Karena itu, kerja sama lintas sektor, seperti kesehatan, pendidikan, pertanian, dan sanitasi, sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai faktor masalah stunting. 5. Penganggaran yang cermat Pemerintahan Prabowo harus berhati-hati dalam menyeimbangkan pemenuhan manfaat program ini dengan risiko keuangan yang mungkin terjadi. Bank Dunia dan berbagai pihak telah menyoroti potensi masalah anggaran, terutama jika program ini tidak direncanakan secara matang. Mencari sumber pendanaan yang berkelanjutan melalui kerja sama internasional atau pengalihan anggaran dari program yang kurang mendesak dapat menjadi solusi agar program makan bergizi gratis dapat berlanjut tanpa membebani keuangan negara. Sejumlah langkah strategis di atas bisa dipertimbangkan pemerintah untuk mendukung efektivitas program makan bergizi gratis dalam mengatasi masalah tengkes. Tanpa pendekatan yang menyeluruh–mulai dari memprioritaskan penerima manfaat, mendorong keterlibatan keluarga, edukasi menyeluruh, pengawasan gizi, pembangunan infrastruktur, serta pendanaan yang cukup–program makan bergizi gratis mungkin tidak akan memberikan dampak yang nyata terhadap upaya pengentasan stunting di Indonesia. References^ Status Gizi Indonesia 2023 (ayosehat.kemkes.go.id)^ penurunan angka dari tahun-tahun sebelumnya (indonesiabaik.id)^ sebesar 14% (ayosehat.kemkes.go.id)^ penanggulangan stunting (www.kompas.id)^ makan bergizi gratis (bisnis.tempo.co)^ ibu hamil, ibu menyusui, dan balita (bisnis.tempo.co)^ India (www.nature.com)^ Brasil (www.sciencedirect.com)^ Stunting (ayosehat.kemkes.go.id)^ perbaikan gizi ibu hamil dan balita (www.sciencedirect.com)^ faktor lain yang menyebabkan anak mengalami tengkes (jamanetwork.com)^ wilayah timur Indonesia (kumparan.com)^ Kevin Herbian / Shutterstock (www.shutterstock.com)^ Distribusi bahan pangan (www.sciencedirect.com)^ kandungan gizi makanan harus sesuai standar (www.sciencedirect.com)^ Menu makanan yang kurang disesuaikan (www.sciencedirect.com)^ Bank Dunia (bisnis.tempo.co)^ terlalu bergantung pada bantuan pemerintah (www.cips-indonesia.org)^ meningkatkan status gizi anak usia sekolah (www.sciencedirect.com)^ masa kritis (drive.google.com)^ pencegahan tengkes (www.sciencedirect.com)^ Variasi makanan bagi ibu hamil (drive.google.com)^ makanan bergizi makro (drive.google.com)^ variasi makanan (ayosehat.kemkes.go.id)^ Rezmita Anggriani / Shutterstock (www.shutterstock.com)^ zat gizi mikro (mikronutrien) penting (www.mdpi.com)^ Maternal and Child Nutrition (onlinelibrary.wiley.com)Authors: Iskandar Azmy Harahap, Early Career Researcher, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Read more https://theconversation.com/bisakah-program-makan-bergizi-gratis-atasi-stunting-di-indonesia-240013

Magazine

Bisakah program makan bergizi gratis atasi ‘stunting’ di Indonesia?

Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauP...

Bisakah mata uang kripto ramah lingkungan?

Mabeline72/ShutterstockMata uang kripto kerap dikritik karena minimnya kontribusi terhadap lingkungan di saat kegiatan investasi tradisional beralih ke nilai lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) ...

Bagaimana cara tumbuhan berkomunikasi?

Pemandangan hutanRobsonphoto/ShutterstockPagi ini, anak saya yang berusia enam tahun masuk ke kamar dan mulai membacakan cerita dari sebuah buku. Dia mengikuti kata demi kata di halaman buku dan perla...



NewsServices.com

Content & Technology Connecting Global Audiences

More Information - Less Opinion