Asian Spectator

The Times Real Estate

.

Nobel Fisika 2024 diberikan kepada ‘Bapak AI’ dan pelopor jaringan saraf buatan

  • Written by Aaron J. Snoswell, Research Fellow in AI Accountability, Queensland University of Technology
Infografik yang membandingkan neuron alami dan buatan.

Hadiah Nobel Fisika 2024[1] dianugerahkan kepada dua ilmuwan, John Hopfield dan Geoffrey Hinton atas penemuan mereka yang memungkinkan pembelajaran mesin (machine learning) menggunakan jaringan saraf buatan.

Terinspirasi oleh gagasan dari ilmu fisika dan biologi, Hopfield dan Hinton mengembangkan sistem komputer yang mampu mengingat dan belajar dari pola data.

Meskipun tidak pernah berkolaborasi secara langsung, mereka membangun karya satu sama lain untuk mengembangkan teori dan sistem yang menjadi landasan perkembangan machine learning dan kecerdasan buatan (AI) yang kita lihat saat ini.

Apa itu jaringan saraf buatan? Bagaimana kaitannya dengan fisika?

Jaringan saraf buatan menjadi dasar di balik sebagian besar AI yang kita gunakan saat ini.

Seperti otak manusia yang memiliki sel-sel saraf yang terhubung oleh sinapsis, jaringan saraf tiruan juga memiliki sel-sel digital yang saling terhubung dalam berbagai pola.

Meskipun setiap sel saraf digital tidak melakukan banyak tugas, keajaiban sebenarnya terjadi dalam pola dan kekuatan hubungan antar-sel.

Sel-sel dalam jaringan saraf buatan “diaktifkan” oleh sinyal masukan, dan aktivasi ini menyebar dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya. Proses ini memungkinkan jaringan memproses dan mengubah informasi input, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas komputasi seperti klasifikasi, prediksi, hingga pengambilan keputusan.

Infografik yang membandingkan neuron alami dan buatan.
Johan Jarnestad / The Royal Swedish Academy of Sciences[2] Sebagian besar sejarah machine learning berkisar tentang menemukan cara-cara yang lebih efektif untuk membentuk dan memperbarui koneksi antara sel-sel saraf buatan. Meskipun, ide dasar tentang sistem simpul untuk menyimpan dan memproses informasi sebenarnya berasal dari biologi, sementara matematika yang digunakan untuk membangun dan memperbarui koneksi ini berasal dari fisika. Jaringan yang bisa mengingat John Hopfield (lahir 1933) adalah seorang fisikawan teoretis Amerika Serikat yang berkontribusi penting dalam bidang fisika biologi sepanjang kariernya. Namun, ia meraih hadiah Nobel Fisika berkat karyanya mengembangkan Jaringan Hopfield[3] pada 1982. Jaringan Hopfield merupakan salah satu jenis jaringan saraf buatan paling awal. Terinspirasi oleh prinsip-prinsip neurobiologi dan fisika molekuler, sistem ini adalah yang pertama kali menunjukkan bagaimana komputer dapat menggunakan “jaringan” node untuk mengingat dan memanggil kembali informasi. Jaringan yang dikembangkan Hopfield mampu mengingat data (seperti sekumpulan gambar hitam-putih). Gambar-gambar ini dapat “dipanggil kembali” melalui ikatan ketika jaringan diberi gambar serupa sebagai masukan. Ini seperti orang yang mencoba mengingat gambar tertentu. Ketika orang lain menunjukkan gambar serupa, jaringan dapat “mengingat” gambar yang dimaksud dengan tepat. Meskipun aplikasi praktisnya terbatas, jaringan Hopfield menunjukkan bahwa jenis jaringan saraf buatan ini dapat menyimpan dan mengambil data dengan cara yang baru. Temuan ini menjadi fondasi bagi penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Hinton. Infografik yang menunjukkan bagaimana jaringan saraf dapat menyimpan informasi sebagai semacam ‘lanskap’. Johan Jarnestad / The Royal Swedish Academy of Sciences[4] Mesin yang bisa belajar Geoff Hinton (lahir 1947), yang sering disebut sebagai salah satu godfathers AI atau “Bapak AI[5]”, adalah seorang ilmuwan komputer asal Inggris-Kanada yang telah memberikan banyak kontribusi besar di bidang ini. Pada 2018, Hinton dengan dua ilmuwan komputer lainnya, Yoshua Bengio dan Yann LeCun dianugerahi Turing Award (penghargaan tertinggi dalam ilmu komputer) atas peran mereka dalam mengembangkan machine learning secara umum, dan secara khusus sebuah cabang yang disebut deep learning. Namun, Hadiah Nobel Fisika diberikan kepada Hilton atas karyanya bersama Terrence Sejnowski dan rekan-rekannya pada 1984 dalam mengembangkan mesin Boltzmann[6]. Mesin Boltzmann merupakan pengembangan dari jaringan Hopfield yang memperkenalkan konsep machine learning—sebuah sistem yang memungkinkan komputer belajar bukan pemrograman langsung, tetapi dari contoh data. Berdasarkan dinamika energi dalam fisika statistik, Hinton menunjukkan bagaimana model generatif awal ini dapat “belajar” menyimpan data dengan diperlihatkan berbagai contoh. Infografik yang menunjukkan berbagai jenis jaringan saraf. Johan Jarnestad / The Royal Swedish Academy of Sciences[7] Seperti jaringan Hopfield sebelumnya, mesin Boltzmann awalnya tidak memiliki aplikasi praktis yang luas. Namun, bentuk modifikasinya (yang dikenal sebagai mesin Boltzmann terbatas) berguna dalam beberapa masalah terapan. Lebih penting lagi, mesin Boltzmann memperkenalkan konsep fundamental bahwa jaringan saraf buatan bisa belajar dari data—sebuah terobosan yang dikembangkan lebih lanjut oleh Hinton. Ia kemudian menerbitkan makalah-makalah berpengaruhh tentang backpropagation[8] (proses pembelajaran yang digunakan dalam sistem machine learning) dan convolutional neural networks[9] (jaringan saraf yang kini mendasari sistem AI yang bekerja dengan data gambar dan video). Mengapa penghargaan ini diberikan sekarang? Jaringan Hopfield dan mesin Boltzmann mungkin tampak kuno jika dibandingkan dengan kamajuan AI saat ini. Jaringan Hopfield misalnya, hanya memiliki 30 neuron (Hopfield pernah mencoba membangun jaringan dengan 100 node, tetapi terlalu berat untuk sumber daya komputasi pada saat itu). Sementara itu, sistem modern seperti ChatGPT memiliki jutaan neuron. Namun, Hadiah Nobel yang diberikan saat ini menegaskan betapa pentingnya kontribusi awal ini terhadap perkembangan AI. Meskipun kemajuan AI baru-baru ini—seperti yang terlihat dari sistem AI generatif seperti ChatGPT—tampaknya membuktikan visi para pelopor jaringan saraf, Hinton sendiri menyuarakan kekhawatirannya. Pada 2023, setelah mundur dari perannya selama satu dekade di Google AI, Hinton mengungkapkan bahwa ia khawatir dengan cepatnya perkembangan AI[10] dan bergabung dengan mereka yang menyerukan regulasi AI yang lebih ketat dan proaktif. Setelah menerima hadiah Nobel, Hinton berkomentar[11] bahwa AI akan menjadi “seperti Revolusi Industri, tetapi kali ini bukan melampaui kemampuan fisik kita, melainkan kemampuan intelektual kita”. Ia menambahkan bahwa ia tetap khawatir akan konsekuensi karyanya yang mungkin dapat memunculkan “sistem yang lebih cerdas daripada manusia, yang pada akhirnya bisa mengambil alih kendali”. References^ Hadiah Nobel Fisika 2024 (www.nobelprize.org)^ Johan Jarnestad / The Royal Swedish Academy of Sciences (www.nobelprize.org)^ Jaringan Hopfield (www.pnas.org)^ Johan Jarnestad / The Royal Swedish Academy of Sciences (www.nobelprize.org)^ Bapak AI (www.forbes.com)^ mesin Boltzmann (www.cs.toronto.edu)^ Johan Jarnestad / The Royal Swedish Academy of Sciences (www.nobelprize.org)^ backpropagation (www.nature.com)^ convolutional neural networks (dl.acm.org)^ khawatir dengan cepatnya perkembangan AI (www.nytimes.com)^ berkomentar (www.bbc.com)Authors: Aaron J. Snoswell, Research Fellow in AI Accountability, Queensland University of Technology

Read more https://theconversation.com/nobel-fisika-2024-diberikan-kepada-bapak-ai-dan-pelopor-jaringan-saraf-buatan-240898

Magazine

Tidak melulu soal metrik, menggaet ‘influencer’ perlu pendekatan personal, kebebasan, dan kepercayaan

Influencer marketing kini sudah menjadi salah satu instrumen terpenting dalam strategi pengembangan bisnis. Perusahaan-perusahaan di hampir semua sektor mengandalkan kanal media sosial untuk mempromos...

20 tahun pasca-tsunami Aceh, kontribusi perempuan tak diakui, kebijakan daerah masih diskriminatif

Seorang perempuan berdiri di depan Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh.Bithography/Shutterstock20 tahun sudah Aceh pulih dari tsunami yang menimbulkan duka mendalam bagi Indonesia, khususnya para p...

Riset: Anak pekerja migran yang ditinggalkan hadapi tantangan sosial dan psikologis

Ilustrasi anak-anak di Indonesia.our brain/ShutterstockSetiap tahun, ratusan ribu warga Indonesia pergi ke luar negeri untuk bekerja. Lebih dari lima juta pekerja migran Indonesia (termasuk orang tua ...



NewsServices.com

Content & Technology Connecting Global Audiences

More Information - Less Opinion