Asian Spectator

Mengawal rencana kebijakan kesehatan Prabowo-Gibran (bagian 1)

  • Written by Joko Mulyanto, Dosen Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Universitas Jenderal Soedirman
Mengawal rencana kebijakan kesehatan Prabowo-Gibran (bagian 1)
Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024. Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabowo yang memuat isu-isu penting hasil pemetaan kami bersama TCID Author Network. Edisi ini turut mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, sekaligus menjadi bekal Prabowo-Gibran menjalankan tugasnya. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia merupakan salah satu misi Asta Cita[1] yang ingin diwujudkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Untuk mewujudkan misi tersebut, Prabowo-Gibran mencanangkan sejumlah program kerja guna memperkuat sistem kesehatan nasional[2]. Prabowo juga menunjuk kembali Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan di Kabinet Merah-Putih[3]. Kebijakan kesehatan yang perlu dikawal Budi akan mengembangkan beberapa rencana kebijakan terusan dari program kesehatan yang ia gawangi semasa menjabat Menteri Kesehatan di era Joko “Jokowi” Widodo. Dirinya juga bertanggung jawab untuk mewujudkan sejumlah rencana kebijakan baru yang dicanangkan dalam Asta Cita[4]. Rencana kebijakan ini perlu dikawal bersama karena keberhasilannya akan sangat bergantung dengan penerapannya kelak, berikut rangkumannya: 1. Meningkatkan ketahanan keluarga Prabowo-Gibran[5] bertekad meningkatkan ketahanan keluarga[6] di bidang kesehatan dengan memperkuat kelembagaan serta meningkatkan anggaran kependudukan, program keluarga berencana (KB), dan pembangunan keluarga. Rencana kebijakan[7] ini juga bertujuan untuk mencapai bonus demografi tahun 2045[8]. Pada dasarnya, keluarga memang berperan besar[9] dalam perbaikan kualitas kesehatan individu dan masyarakat. Sejumlah studi menunjukkan bahwa keluarga dapat memengaruhi kesehatan[10], pembentukan gaya hidup[11], dan perilaku individu dalam menggunakan layanan kesehatan[12]. Upaya penyelesaian masalah kesehatan melalui pendekatan keluarga memiliki justifikasi ilmiah yang kuat. Namun, efektivitas rencana kebijakan ini akan sangat bergantung dengan bentuk program yang diselenggarakan dan struktur organ pemerintahan yang mendukung. 2. Pencegahan dan penanggulangan ‘stunting’ Prabowo-Gibran mencanangkan beberapa rencana kebijakan [13] untuk mencegah dan menanggulangi stunting (tengkes), yakni kondisi gagal tumbuh akibat asupan gizi tidak memadai. Rencana tersebut, di antaranya memasukkan kartu anak sehat sebagai bagian dari program perlindungan sosial dan kesehatan, penyelenggaraan program makan bergizi gratis, serta perbaikan air bersih dan sanitasi masyarakat untuk mengatasi tengkes. Kartu anak sehat Efektivitas rencana kebijakan penggunaan kartu anak sehat untuk menanggulangi stunting perlu dikritisi. Untuk mencegah tengkes, pemerintah justru perlu lebih fokus pada penanganan kesehatan ibu dan bayi[14]. Penelitian membuktikan bahwa potensi anak mengalami stunting telah ada, bahkan sebelum terjadinya pembuahan dan kehamilan[15]. Makan bergizi gratis Program makan bergizi gratis direncanakan akan menyasar balita, anak SD hingga SMA, ibu hamil, dan ibu menyusui. Alih-alih menggunakan pendekatan makan gratis untuk kalangan mana pun (universal free meal) yang berisiko sangat tidak efisien, pemerintah sebaiknya menyasar kelompok spesifik rentan agar program ini efektif dalam mengatasi tengkes. Kelompok yang perlu diprioritaskan mendapatkan makanan bergizi gratis adalah ibu hamil, ibu menyusui, balita, serta anak dan remaja perempuan. Ibu hamil, ibu menyusui, balita, serta anak dan remaja perempuan merupakan kelompok penerima makanan bergizi gratis yang perlu diprioritaskan. Ibu hamil, ibu menyusui, balita, serta anak dan remaja perempuan merupakan kelompok penerima makanan bergizi gratis yang perlu diprioritaskan. As Arsyil / Shutterstock[16] Fokus pencegahan stunting[17] terutama untuk mempersiapkan calon ibu yang sehat, baik lewat pemenuhan asupan gizi maupun edukasi seputar gizi dan pola asuh anak yang berperan besar terhadap pencegahan tengkes. Dengan begitu, ibu bisa menjalani proses pembuahan yang sehat secara fisik, mental, dan sosial. Tumbuh kembang anak dari tahap pembuahan hingga usia 24 bulan setelah dilahirkan juga harus sangat diperhatikan, termasuk soal pemberian gizi yang sesuai dan pencegahan infeksi. Karena efek makan bergizi gratis terhadap stunting[18] tidak bersifat langsung dan baru bisa dirasakan lebih dari 10 tahun, pemerintah juga perlu fokus memperbaiki status gizi anak dan remaja perempuan[19] agar kelak mereka menjadi ibu yang sehat saat hamil dan melahirkan. Pelaksanaan program makan bergizi gratis dengan skala penuh direncanakan terlaksana pada tahun 2029 dengan perkiraan jumlah penerima manfaat mencapai 82 juta orang[20]. Kebutuhan anggarannya mencapai Rp800 miliar hingga Rp1,2 triliun per hari. Mempertimbangkan besaran anggaran yang akan digunakan, pemerintah perlu lebih berhati-hati mengevaluasi pemenuhan manfaat program ini dengan risiko masalah keuangan yang mungkin terjadi. Read more: Bisakah program makan bergizi gratis atasi 'stunting' di Indonesia?[21] Perbaikan air dan sanitasi Tengkes bukanlah permasalahan individual, melainkan masalah struktural[22] yang melibatkan banyak faktor di tingkat komunitas dan wilayah. Selain asupan gizi dan pola asuh yang buruk, stunting dapat pula dipengaruhi oleh akses air bersih[23] dan sanitasi yang tidak memadai[24]. Karena itu, janji Prabowo-Gibran[25] untuk meningkatkan kualitas sanitasi dan akses terhadap air bersih dalam penanggulangan tengkes harus dikawal penerapannya. Kerja sama lintas sektor, seperti kesehatan, pendidikan, pertanian, dan sanitasi juga sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai faktor masalah stunting[26]. 3. Perbaikan tata kelola layanan kesehatan Perbaikan tata kelola layanan kesehatan juga menjadi salah satu program kesehatan yang cukup sering dikemukakan Prabowo-Gibran. Dalam program ini, salah satu rencana kebijakan yang patut diapresiasi bila benar terlaksana adalah penurunan dan penghapusan bea masuk untuk alat kesehatan impor. Sebagian besar alat kesehatan di Indonesia merupakan produk impor. Biaya alat kesehatan turut berkontribusi signifikan terhadap mahalnya biaya kesehatan secara keseluruhan. Penurunan atau penghapusan bea masuk ini akan berdampak nyata pada biaya kesehatan[27] sehingga diharapkan masyarakat bisa mengakses layanan kesehatan dengan lebih murah. Prabowo-Gibran juga berjanji akan memperbaiki sistem jaminan kesehatan nasional untuk mencapai universal health coverage[28], artinya semua warga dapat mengakses layanan kesehatan yang adil dan terjangkau. Tantangan terbesar dari program ini adalah meningkatkan alokasi pembiayaan kesehatan yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Untuk mengatasi akar permasalahan pengelolaan BPJS Kesehatan ini, pemerintahan Prabowo-Gibran perlu lebih rinci menjelaskan strategi pemenuhan kecukupan pembiayaannya mengingat ketersediaan ruang anggaran (ruang fiskal[29]) yang terbatas. Kenaikan premi jaminan kesehatan nasional (JKN) bukanlah opsi yang ideal, baik dari aspek normatif maupun politis. Pemerintah dapat fokus mengeksplorasi sumber pembiayaan yang bersifat progresif dan mengarah pada segmen masyarakat kelas atas[30]. Kendati berpotensi menimbulkan pertentangan dari dunia industri, pemerintah juga perlu memperluas sumber pembiayaan khusus[31] seperti kebijakan penggunaan dana pajak yang tidak mudah berubah (earmark tax). Di era kecerdasan artifisial (AI), pemerintahan Prabowo-Gibran juga perlu terus meningkatkan kualitas tata kelola data kesehatan yang terintegrasi melalui SATUSEHAT[32]. Tujuannya untuk meningkatkan akses layanan kesehatan masyarakat secara efektif dan efisien[33]. Read more: Pentingnya tata kelola data kesehatan di era AI: Indonesia harus segera bangun layanan kesehatan terintegrasi[34] Pengembangan tata kelola layanan kesehatan yang terintegrasi perlu melibatkan banyak pihak, termasuk startup kesehatan lokal, organ pemerintahan terkait, dan masyarakat. Prabowo Gibran harus terus meningkatkan kualitas tata kelola data kesehatan yang terintegrasi melalui SATUSEHAT. Prabowo Gibran harus terus meningkatkan kualitas tata kelola data kesehatan yang terintegrasi melalui SATUSEHAT. Raker / Shutterstock[35] 4. Peningkatan fasilitas dan tenaga kesehatan Peningkatan dan pemerataan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan[36] termasuk program yang diprioritaskan oleh Prabowo-Gibran. Keduanya juga berjanji akan meningkatkan kesejahteraan tenaga kesehatan[37]. Tidak meratanya distribusi fasilitas, peralatan, dan tenaga kesehatan[38] di daerah-daerah merupakan tantangan terbesar pelayanan kesehatan di Indonesia. Selama empat dekade terakhir, pemerintah dengan pendekatan yang konvensional, belum berhasil memecahkan masalah distribusi tenaga kesehatan[39], terutama dokter. Mayoritas tenaga kesehatan di Indonesia berpusat di Jawa[40] dan daerah perkotaan[41]. Read more: Menelisik solusi di balik peliknya pemerataan distribusi dokter di Indonesia[42] Oleh karenanya, alih-alih memperbanyak jumlah rumah sakit modern[43], solusi permasalahan ini memerlukan pendekatan kebijakan baru[44] yang berfokus pada peningkatan jumlah dan kualitas pelayanan kesehatan primer[45] secara merata di seluruh Indonesia, seperti pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), praktik dokter mandiri, dan klinik pratama. Prinsip lain yang perlu ditekankan dalam pendistribusian tenaga kesehatan, yaitu memperkuat sistem pelayanan kesehatan secara lebih merata[46], memberikan insentif finansial dan nonfinansial[47], serta menyelenggarakan program latihan penunjang[48]. Ini bertujuan untuk mendorong tenaga kesehatan agar mau bekerja di daerah terpencil. Adapun untuk sejumlah daerah dengan kebutuhan spesifik, pemerintah perlu menerapkan metode baru, seperti kontrak kerja dengan dokter terpilih (selective contracting)[49] yang relatif berhasil diterapkan di banyak negara. Indonesia sendiri saat ini memiliki 170 ribu dokter umum[50]. Untuk bisa memenuhi standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia[51] (WHO), negara ini masih membutuhkan tambahan sekitar 110 ribu dokter[52]. Kendati demikian, masalah kekurangan jumlah dokter kemungkinan relatif lebih sederhana untuk diselesaikan. Bagian kedua artikel Mengawal rencana kebijakan kesehatan Prabowo-Gibran dapat diakses lewat tautan ini[53] References^ Asta Cita (va.medcom.id)^ program kerja guna memperkuat sistem kesehatan nasional (va.medcom.id)^ Kabinet Merah-Putih (www.setneg.go.id)^ Asta Cita (va.medcom.id)^ Prabowo-Gibran (va.medcom.id)^ ketahanan keluarga (cpmh.psikologi.ugm.ac.id)^ Rencana kebijakan (va.medcom.id)^ bonus demografi tahun 2045 (kompaspedia.kompas.id)^ berperan besar (doi.org)^ dapat memengaruhi kesehatan (doi.org)^ gaya hidup (doi.org)^ menggunakan layanan kesehatan (doi.org)^ beberapa rencana kebijakan (va.medcom.id)^ ibu dan bayi (doi.org)^ sebelum terjadinya pembuahan dan kehamilan (doi.org)^ As Arsyil / Shutterstock (www.shutterstock.com)^ Fokus pencegahan stunting (theconversation.com)^ efek makan bergizi gratis terhadap stunting (doi.org)^ status gizi anak dan remaja perempuan (doi.org)^ 82 juta orang (www.antaranews.com)^ Bisakah program makan bergizi gratis atasi 'stunting' di Indonesia? (theconversation.com)^ masalah struktural (doi.org)^ akses air bersih (theconversation.com)^ sanitasi yang tidak memadai (theconversation.com)^ janji Prabowo-Gibran (va.medcom.id)^ berbagai faktor masalah stunting (theconversation.com)^ berdampak nyata pada biaya kesehatan (doi.org)^ universal health coverage (dinkes.jogjaprov.go.id)^ ruang fiskal (berkas.dpr.go.id)^ masyarakat kelas atas (www.who.int)^ memperluas sumber pembiayaan khusus (doi.org)^ SATUSEHAT (satusehat.kemkes.go.id)^ meningkatkan akses layanan kesehatan masyarakat secara efektif dan efisien (insights.omnia-health.com)^ Pentingnya tata kelola data kesehatan di era AI: Indonesia harus segera bangun layanan kesehatan terintegrasi (theconversation.com)^ Raker / Shutterstock (www.shutterstock.com)^ fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan (va.medcom.id)^ meningkatkan kesejahteraan tenaga kesehatan (va.medcom.id)^ distribusi fasilitas, peralatan, dan tenaga kesehatan (doi.org)^ masalah distribusi tenaga kesehatan (doi.org)^ Jawa (p2p.kemkes.go.id)^ daerah perkotaan (bmchealthservres.biomedcentral.com)^ Menelisik solusi di balik peliknya pemerataan distribusi dokter di Indonesia (theconversation.com)^ jumlah rumah sakit modern (www.antaranews.com)^ pendekatan kebijakan baru (doi.org)^ pelayanan kesehatan primer (www.alomedika.com)^ sistem pelayanan kesehatan secara lebih merata (pmc.ncbi.nlm.nih.gov)^ insentif finansial dan nonfinansial (theconversation.com)^ program latihan penunjang (theconversation.com)^ (selective contracting) (www.sciencedirect.com)^ 170 ribu dokter umum (www.cnnindonesia.com)^ Organisasi Kesehatan Dunia (www.who.int)^ 110 ribu dokter (www.cnnindonesia.com)^ tautan ini (theconversation.com)Authors: Joko Mulyanto, Dosen Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Universitas Jenderal Soedirman

Read more https://theconversation.com/mengawal-rencana-kebijakan-kesehatan-prabowo-gibran-bagian-1-241252

Magazine

Mengawal rencana kebijakan kesehatan Prabowo-Gibran (bagian 1)

Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauP...

Mengawal rencana kebijakan kesehatan Prabowo-Gibran (bagian 2)

Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauP...

‘Kabinet Zaken’ atau politik transaksi? Mempertanyakan nasib demokrasi di era Prabowo-Gibran

Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauP...



NewsServices.com

Content & Technology Connecting Global Audiences

More Information - Less Opinion