Asian Spectator

Mengawal rencana kebijakan kesehatan Prabowo-Gibran (bagian 2)

  • Written by Joko Mulyanto, Dosen Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Universitas Jenderal Soedirman
Mengawal rencana kebijakan kesehatan Prabowo-Gibran (bagian 2)
Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024. Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabowo yang memuat isu-isu penting hasil pemetaan kami bersama TCID Author Network. Edisi ini turut mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, sekaligus menjadi bekal Prabowo-Gibran menjalankan tugasnya. Bagian pertama artikel Mengawal rencana kebijakan kesehatan Prabowo-Gibran dapat diakses lewat tautan ini[1] 5. Jaminan ketersediaan obat Permasalahan terbesar ketersediaan obat di Indonesia adalah ketergantungan terhadap pihak asing, baik dari segi impor bahan baku maupun pengembangan produk baru. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sekitar 90% bahan baku obat di Indonesia masih diimpor[2]. Industri farmasi di Indonesia sebagian besar juga belum menjadi pengembang obat baru dan hanya memproduksi obat generik bermerek yang sudah bebas royalti. Kondisi ini menyebabkan Indonesia berisiko mengalami krisis kesehatan akibat obat. Ketika masa pandemi COVID-19[3] misalnya, Indonesia harus bersaing dengan seluruh negara di dunia untuk mendatangkan antivirus COVID-19 yang masih menjadi obat paten dengan produksi terbatas. Kelangkaan obat antivirus menyebabkan tingginya angka kematian akibat COVID-19 yang sebenarnya bisa dicegah ketika antivirus tersedia dalam jumlah memadai[4]. Karena itu, pemerintahan Prabowo-Gibran perlu serius mewujudkan janjinya[5] dalam memperjuangkan kemandirian industri obat, termasuk ketersediaan obat dengan harga terjangkau di semua fasilitas kesehatan. Perbaikan akses terhadap obat[6] dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sekaligus meningkatkan efisensi pembiayaan kesehatan. Dalam jangka pendek, penurunan harga obat di pasaran[7] dapat dicapai dengan mengurangi pajak, bea masuk, dan hambatan perdagangan lain terkait impor obat. Pemerintah juga perlu memperkuat strategi penggunaan obat rasional[8] agar masyarakat teredukasi menggunakan obat sesuai kebutuhan medis. Ini akan mengurangi konsumsi obat yang tidak perlu sehingga biaya pengobatan masyarakat bisa menurun. Untuk periode jangka panjang, pemerintah perlu meningkatkan insentif pada kawasan industri untuk pengembangan obat baru [9]. Dalam pengembangan obat, pemerintah berikutnya juga perlu memperkuat kemitraan dengan perusahaan farmasi global[10]. Ini bertujuan untuk mengatasi hambatan utama akses obat, yaitu hak paten obat milik industri farmasi multinasional. Dengan begitu, kapasitas industri farmasi nasional bisa lebih berkembang. Pemerintahan Prabowo-Gibran harus serius mewujudkan janjinya dalam mendukung kemandirian industri obat dan ketersediaan obat dengan harga terjangkau. Pemerintahan Prabowo-Gibran harus serius mewujudkan janjinya dalam mendukung kemandirian industri obat dan ketersediaan obat dengan harga terjangkau. Quality Stock Arts / Shutterstock[11] 6. Pemeriksaan kesehatan gratis Pemerintahan Prabowo-Gibran bertekad untuk mencegah penyebaran penyakit[12] menular, seperti tuberkulosis (TB), Human immunodeficiency virus (HIV), dan lainnya. Begitu pula dengan penyakit tidak menular, seperti jantung, stroke, dan lainnya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah deteksi dini penyakit lewat pemeriksaan kesehatan gratis. Tantangan terbesar dari pemeriksaan kesehatan gratis adalah meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap program ini secara merata. Edukasi soal pentingnya pemeriksaan dini penyakit untuk mencegah keparahan sangat diperlukan. Penelitian[13] menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan masyarakat[14] sangat memengaruhi keputusan mereka dalam memanfaatkan layanan kesehatan preventif (untuk pencegahan) seperti skrining penyakit. Masyarakat yang kurang teredukasi[15], cenderung enggan memeriksakan kesehatan mereka. Selain karena minimnya pengetahuan, masyarakat enggan memeriksakan kesehatan[16] karena faktor ekonomi, sosial, budaya, dan ketersediaan layanan yang tidak merata. Oleh sebab itu, program pemeriksaan kesehatan gratis harus didesain dengan pendekatan yang tidak lagi konvensional. Pasalnya, jika program ini dilaksanakan dalam format besar, kemungkinan hanya akan menguntungkan kalangan menengah ke atas. Pemeriksaan kesehatan gratis harus diprioritaskan untuk penyakit dengan beban terbesar di Indonesia yang angka kesakitan dan keparahannya efektif dikurangi lewat tes skrining. Data global Burden of Disease 2020[17] menunjukkan 8 dari 10 penyakit yang berkontribusi pada beban penyakit terbesar di Indonesia merupakan penyakit tidak menular, yaitu penyakit serebrovaskular (termasuk stroke) dan penyakit kardiovaskular (termasuk jantung iskemik). Namun, berdasarkan data WHO[18] hingga saat ini skrining deteksi dini penyakit stroke dan kardiovaskular (gangguan pembuluh darah dan jantung) secara massal pada tingkat populasi, tidak efektif untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat kedua penyakit tersebut. Karena itu, program pemeriksaan kesehatan gratis tidak akan efektif untuk mengatasi stroke dan penyakit jantung. Adapun skrining massal pada tingkat populasi untuk TB–penyakit infeksi terbesar di Indonesia–hanya dapat dilakukan jika manfaatnya lebih besar daripada risiko[19] yang mungkin ditimbulkan. Agar pemeriksaan TB dapat berjalan efektif dan efisien, diperlukan pertimbangan matang menggunakan prinsip skrining populasi yang tepat. Read more: Penemuan kasus TB di Indonesia meningkat drastis: pemerintah harus segera lakukan ini[20] Ketersediaan peralatan maupun tenaga kesehatan untuk skrining TB tidak serta merta menjustifikasi keharusan skrining massal[21] pada tingkat populasi demi mencegah penyakit. 7. Hak kesehatan reproduksi Proses reproduksi yang tidak sehat[22] merupakan faktor penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi, maupun kasus stunting di Indonesia. Permasalahan ini harus diselesaikan secara sistemik, dimulai dari edukasi mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas pada tingkat keluarga, maupun lingkungan sekolah dan sosial. Selain itu, pemerintah harus menjamin hak atas kesehatan reproduksi, terutama bagi perempuan. Tingginya angka kematian ibu dan bayi maupun kasus 'stunting' di Indonesia disebabkan oleh proses reproduksi yang tidak sehat. Tingginya angka kematian ibu dan bayi maupun kasus ‘stunting’ di Indonesia disebabkan oleh proses reproduksi yang tidak sehat. Nutlegal Photographer / Shutterstock[23] Tingginya angka kehamilan remaja di Indonesia menunjukkan rendahnya perlindungan terhadap hak kesehatan reproduksi perempuan[24] di Indonesia. Menurut WHO, kehamilan dini[25] terutama dialami masyarakat kelas bawah akibat terbatasnya kesempatan. Kondisi ini mendorong mereka bereproduksi dan berkeluarga meskipun sebenarnya belum siap secara mental. Sebuah penelitian[26] yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Global Public Health, mengungkapkan bahwa kehamilan dini dapat dicegah dengan mengedukasi keluarga dan remaja perempuan mengenai pentingnya memprioritaskan pengembangan diri terlebih dahulu, sehingga kehamilan terjadi saat perempuan sudah siap secara mental di usia yang cukup dewasa untuk bereproduksi. Read more: Memecah tabu, melindungi anak dari kekerasan seksual: pentingnya edukasi kesehatan reproduksi sejak dini[27] Kendati masih kontroversial, akses terhadap kontrasepsi dan layanan kesehatan reproduksi lain[28] bagi remaja juga menjadi akar masalah yang harus dipecahkan pemerintahan berikutnya. Pemerintah juga perlu menjamin pemeliharaan kesehatan ibu dan anak selama kehamilan, persalinan, setelah persalinan, hingga tumbuh kembang anak. Tujuannya adalah untuk memperkecil kemungkinan gangguan kesehatan jangka panjang pada ibu dan anak[29]. Perlindungan ekonomi bagi ibu hamil dan melahirkan perlu diperkuat dengan beberapa metode yang terbukti efektif[30] di negara maju dan berkembang. Pengembangan skema pemberian uang tunai selama kehamilan (maternal cash) misalnya, terbukti berdampak positif[31] bagi kesehatan ibu-anak maupun sektor industri dan ketenagakerjaan. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan kebijakan paternity leave, yakni cuti untuk suami agar bisa mengurus rumah tangga setelah istri melahirkan. Kebijakan ini terbukti berkontribusi positif[32] bagi kesehatan ibu dan anak di banyak negara. PR besar menanti Segudang pekerjaan rumah harus segera diselesaikan pemerintahan Prabowo-Gibran melalui Menkes Budi. Sejumlah tawaran di atas dapat dipertimbangkan pemerintah agar kebijakan kesehatan yang direncanakan dapat direalisasikan secara efektif dan efisien. Perwujudan rencana kebijakan ini tentunya harus dikawal terus oleh masyarakat agar tidak sekadar menjadi omon-omon belaka. References^ tautan ini (theconversation.com)^ masih diimpor (sehatnegeriku.kemkes.go.id)^ masa pandemi COVID-19 (www.frontiersin.org)^ jumlah memadai (www.frontiersin.org)^ janjinya (va.medcom.id)^ Perbaikan akses terhadap obat (hpp.tbzmed.ac.ir)^ penurunan harga obat di pasaran (hpp.tbzmed.ac.ir)^ strategi penggunaan obat rasional (pmc.ncbi.nlm.nih.gov)^ insentif pada kawasan industri untuk pengembangan obat baru (doi.org)^ kemitraan dengan perusahaan farmasi global (www.frontiersin.org)^ Quality Stock Arts / Shutterstock (www.shutterstock.com)^ mencegah penyebaran penyakit (va.medcom.id)^ Penelitian (doi.org)^ latar belakang pendidikan masyarakat (doi.org)^ kurang teredukasi (doi.org)^ enggan memeriksakan kesehatan (link.springer.com)^ Burden of Disease 2020 (dask.kebijakankesehatanindonesia.net)^ berdasarkan data WHO (www.who.int)^ manfaatnya lebih besar daripada risiko (www.who.int)^ Penemuan kasus TB di Indonesia meningkat drastis: pemerintah harus segera lakukan ini (theconversation.com)^ menjustifikasi keharusan skrining massal (www.who.int)^ Proses reproduksi yang tidak sehat (doi.org)^ Nutlegal Photographer / Shutterstock (www.shutterstock.com)^ rendahnya perlindungan terhadap hak kesehatan reproduksi perempuan (doi.org)^ kehamilan dini (www.who.int)^ Sebuah penelitian (doi.org)^ Memecah tabu, melindungi anak dari kekerasan seksual: pentingnya edukasi kesehatan reproduksi sejak dini (theconversation.com)^ kontrasepsi dan layanan kesehatan reproduksi lain (rutgers.international)^ ibu dan anak (doi.org)^ beberapa metode yang terbukti efektif (doi.org)^ berdampak positif (www.ilo.org)^ berkontribusi positif (doi.org)Authors: Joko Mulyanto, Dosen Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Universitas Jenderal Soedirman

Read more https://theconversation.com/mengawal-rencana-kebijakan-kesehatan-prabowo-gibran-bagian-2-241483

Magazine

Mengawal rencana kebijakan kesehatan Prabowo-Gibran (bagian 1)

Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauP...

Mengawal rencana kebijakan kesehatan Prabowo-Gibran (bagian 2)

Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauP...

‘Kabinet Zaken’ atau politik transaksi? Mempertanyakan nasib demokrasi di era Prabowo-Gibran

Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauP...



NewsServices.com

Content & Technology Connecting Global Audiences

More Information - Less Opinion