Indonesia minta gabung BRICS: menguntungkan dalam investasi, mengkhawatirkan dalam diplomasi
- Written by Ayu Anastasya Rachman, Ketua Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Bina Mandiri Gorontalo
Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono secara resmi menyatakan[1] keinginan Indonesia untuk bergabung dengan aliansi ekonomi BRICS Plus, melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kazan-Rusia[2], pada Kamis (24/10).
Keinginan ini juga turut disampaikan melalui surat[3] yang diserahkan langsung kepada Menlu Rusia Sergey Lavrov dalam pertemuan bilateral Indonesia-Rusia. Rusia adalah inisiator BRICS[4] pada 2009.
BRICS[5] merupakan aliansi yang terdiri dari negara ekonomi berkembang, yaitu Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Kini, dengan bergabungnya Mesir, Etiopia, Iran, Uni Emirat Arab (UEA), dan Arab Saudi, namanya berubah menjadi BRICS Plus[6].
Blok ini bertujuan mempromosikan kerja sama Selatan-Selatan atau antara negara berkembang di berbagai bidang. Kelompok ini juga kerap dianggap sebagai aliansi ekonomi tandingan Group of 7 (G7)[7].
Sejak pernyataan Sugiono tersebut, proses aplikasi keanggotaan Indonesia[8] resmi dimulai.
Keputusan ini terbilang cukup cepat[9]—hanya beberapa hari sejak Prabowo dilantik sebagai Presiden. Joko “Jokowi” Widodo sampai pada akhir jabatannya bahkan belum sampai memutuskan untuk bergabung dengan BRICS[10] dengan alasan pemerintah perlu mempertimbangkan dan memperhitungkan berbagai hal.
Photohost agency brics-russia2024.ru[11]Ternyata, pendekatan Prabowo terhadap BRICS cenderung lebih aktif dan gamblang, berbeda dengan pendekatan Jokowi yang lebih pasif dan berhati-hati.
Jika bergabung dengan BRICS, tentunya Indonesia akan mendapatkan sejumlah keuntungan, seperti terbukanya peluang investasi besar. Namun, akan ada pula dampak yang perlu dikhawatirkan, terutama dalam menjaga hubungan baik dengan negara-negara Barat.
Peluang investasi besar
Jika resmi bergabung dengan BRICS Plus, Indonesia akan mendapatkan dampak positif.
Pertama Indonesia akan mendapatkan akses pada peluang investasi baru[12] dari negara-negara BRICS, transfer teknologi, dan pembiayaan pembangunan yang dapat mendukung proyek infrastruktur besar di dalam negeri.
Ini akan sangat menguntungkan bagi Indonesia yang saat ini tengah membutuhkan investasi sekitar US$430 miliar (Rp6.763 triliun)[13] sepanjang 2024-2029 untuk mendanai proyek infrastruktur di dalam negeri. Ini karena BRICS sejak 2014 telah mendirikan New Development Bank (NDB)[14] yang telah mendanai lebih dari 96 proyek[15] dengan nilai sekitar $32 miliar (Rp503 triliun) di negara-negara anggota, serta mulai melibatkan negara-negara di luar BRICS[16].
Berbeda dengan G7 yang berupaya mempertahankan pengaruhnya dalam ekonomi global dan transaksi antarnegara[17] melalui lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia, BRICS fokus menciptakan sistem multipolar[18] untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS–atau disebut dengan upaya dedolarisasi. Dengan bergabung BRICS Plus, Indonesia bisa ikut berupaya mengurangi ketergantungan pada lembaga keuangan yang berorientasi Barat tersebut.
New Development Bank milik BRICS pun disebut-sebut bisa lebih fleksibel dalam pembiayaan, tanpa persyaratan ketat seperti yang diberlakukan IMF atau Bank Dunia [19]. Komitmen BRICS untuk mewujudkan dedolarisasi juga dibuktikan dengan dibuatnya “Uang Kertas Simbolis BRICS”[20].
Kedua, bergabung dengan BRICS dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin regional, sejalan dengan visi Prabowo untuk menjadikan Indonesia kekuatan besar di kawasan Selatan[21]. Indonesia dapat memanfaatkan posisinya dalam BRICS untuk bertindak sebagai mediator antara negara-negara Barat dan non-Barat, sehingga meningkatkan daya tawarnya di tingkat global.
Prabowo mungkin membayangkan BRICS sebagai kendaraan[22] untuk menjadikan Indonesia pendukung utama tatanan global yang lebih adil dan sebagai perwakilan Asia Tenggara dan dunia Muslim yang lebih luas.
Photohost agency brics-russia2024.ru[23]Jika pemerintahan Prabowo berhasil memanfaatkan sumber daya BRICS, pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan pengaruh diplomatik Indonesia dapat ditingkatkan secara signifikan.
Mengganggu hubungan baik dengan Barat
Namun, ada beberapa kemungkinan dampak negatif yang perlu diantisipasi Indonesia jika bergabung BRICS.
Pertama, potensi terjadinya ketergantungan ekonomi pada BRICS yang kemudian dapat meningkatkan risiko jika terjadi krisis ekonomi di negara-negara anggota. Ini mengingat adanya ketidakstabilan ekonomi yang sering dialami oleh beberapa negara BRICS[24]. Sebagai contoh, pendapatan domestik bruto (PDB) gabungan negara BRICS dipengaruhi oleh Cina[25], sehingga fluktuasi ekonomi Cina dapat berimbas langsung pada anggota lainnya.
Kedua, dan yang tak kalah penting adalah potensi ketegangan diplomatik dengan negara-negara Barat, terutama jika keterlibatan Indonesia di BRICS dianggap sebagai pergeseran sikap politik.
Dalam isu geopolitik seperti ketegangan di Asia Pasifik, G7 mendukung sekutu-sekutunya, sementara beberapa anggota BRICS, khususnya Rusia dan Cina, mengambil posisi berlawanan, memperlihatkan persaingan blok yang berdampak signifikan pada negara berkembang.[26][27][28]
Nantinya, energi dan fokus pemerintah akan sangat mahal, karena mesti aktif di berbagai forum multilateral, misalnya (OECD)[29]. Hal ini dapat membatasi fleksibilitas diplomatik Indonesia.
Ketiga dan masih terkait dengan poin kedua, adalah bagaimana nantinya prinsip politik luar negeri bebas-aktif Indonesia akan dipertanyakan oleh negara-negara di dunia. Padahal, dalam Pidato Pelantikan Presiden, Prabowo menegaskan Indonesia akan mempertahankan politik bebas-aktif dan gerakan non-blok Indonesia[30], artinya Indonesia tidak akan berpihak pada pakta militer kubu negara manapun.
Meski yang ia maksud adalah kubu militer, alih-alih ekonomi, keinginan Indonesia untuk bergabung dalam BRICS tetap akan memunculkan banyak pertanyaan dan tampak kontradiktif dengan semangat non-blok. Karena bergabung BRCIS bisa memengaruhi hubungan baik dengan negara G7, ini tampaknya tidak sejalan dengan misi “Politik Tetangga Baik” Prabowo[31] yang bertujuan menjaga hubungan baik dengan semua negara.
Pengalaman negara lain dalam BRICS Plus
Arab Saudi[32] memanfaatkan keanggotaan ini untuk mendiversifikasi ekonominya dan mengimbangi ketergantungan pada Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang selama ini menjadi sekutu utamanya. Keanggotaan BRICS memberikan Saudi akses ke opsi pendanaan dan pasar baru di Asia dan Afrika[33] sambil tetap mempertahankan hubungan ekonomi dengan G7.
Selaras dengan itu, Mesir dan Etiopia[34] juga ingin memperkuat akses pasar di negara anggota BRICS dan mendapat manfaat dari kemitraan dalam dalam bidang energi dan infrastruktur.
Photohost agency brics-russia2024.ru[35]Iran[36], yang selama ini berada dalam sanksi ekonomi AS, melihat BRICS sebagai kesempatan strategis[37] untuk memperluas aliansi ekonominya dan mencari alternatif pendanaan serta perdagangan. Melalui BRICS, Iran dapat mengurangi pengaruh sanksi internasional[38] dan memperkuat sektor minyak serta ekspor energi lainnya.
UEA[39] mengincar posisi strategis untuk menjadi pusat keuangan terintegrasi bagi BRICS dan BRICS Plus, terutama untuk perbankan dan investasi, guna meningkatkan perannya dalam pasar global[40] tanpa bergantung sepenuhnya pada AS dan Eropa.
Sementara itu, Argentina[41], yang menyatakan keinginan untuk bergabung pada BRICS Plus pada Agustus 2023 yang lalu, kini menyatakan mundur. Presiden Argentina Javier Milei menilai bahwa secara ekonomi aliansi BRICS masih didominasi oleh Cina, yang menyumbang lebih dari 70% dari PDB gabungan blok tersebut, sehingga pengaruh Cina lebih besar daripada yang lain[42]. Selain itu, Argentina menghadapi tantangan ekonomi yang berat[43], termasuk inflasi, utang, dan kemiskinan, sehingga Milei memprioritaskan reformasi ekonomi dan kebijakan perdagangan yang lebih selaras dengan kepentingan IMF dan AS.
Beberapa studi kasus dari negara anggota BRICS Plus[44] menunjukkan bahwa negara-negara berkembang dapat menggunakan keanggotaan BRICS untuk menyeimbangkan kepentingan nasional mereka di tengah persaingan antara kubu Barat dan non-Barat.
Jika memilih bergabung dengan BRICS Plus, Indonesia memerlukan rencana strategis untuk merespons tantangan geopolitik, menyeimbangkan kepentingan nasional, sekaligus tetap menjaga hubungan dengan negara-negara G7.
References
- ^ secara resmi menyatakan (www.kompas.com)
- ^ Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kazan-Rusia (dunia.tempo.co)
- ^ melalui surat (www.cnnindonesia.com)
- ^ inisiator BRICS (economictimes.indiatimes.com)
- ^ BRICS (economictimes.indiatimes.com)
- ^ menjadi BRICS Plus (economictimes.indiatimes.com)
- ^ tandingan Group of 7 (G7) (www.newindianexpress.com)
- ^ proses aplikasi keanggotaan Indonesia (nasional.kompas.com)
- ^ Keputusan ini terbilang cukup cepat (m.antaranews.com)
- ^ belum sampai memutuskan untuk bergabung dengan BRICS (theconversation.com)
- ^ Photohost agency brics-russia2024.ru (photo-summit.brics-russia2024.ru)
- ^ mendapatkan akses pada peluang investasi baru (eyesonindonesia.com)
- ^ membutuhkan investasi sekitar US$430 miliar (Rp6.763 triliun) (www.infrastructureinvestor.com)
- ^ New Development Bank (NDB) (www.idos-research.de)
- ^ mendanai lebih dari 96 proyek (www.cfr.org)
- ^ melibatkan negara-negara di luar BRICS (www.ndb.int)
- ^ berupaya mempertahankan pengaruhnya dalam ekonomi global dan transaksi antarnegara (shs.hal.science)
- ^ sistem multipolar (www.reuters.com)
- ^ tanpa persyaratan ketat seperti yang diberlakukan IMF atau Bank Dunia (www.europarl.europa.eu)
- ^ “Uang Kertas Simbolis BRICS” (www.financialexpress.com)
- ^ menjadikan Indonesia kekuatan besar di kawasan Selatan (www.antaranews.com)
- ^ sebagai kendaraan (thediplomat.com)
- ^ Photohost agency brics-russia2024.ru (photo-summit.brics-russia2024.ru)
- ^ ketidakstabilan ekonomi yang sering dialami oleh beberapa negara BRICS (www.weforum.org)
- ^ dipengaruhi oleh Cina (eastasiaforum.org)
- ^ ketegangan di Asia Pasifik, G7 mendukung sekutu-sekutunya, (www.globaltimes.cn)
- ^ Rusia dan Cina, mengambil posisi berlawanan (www.aa.com.tr)
- ^ persaingan blok yang berdampak signifikan pada negara berkembang. (www.europarl.europa.eu)
- ^ misalnya (OECD) (m.antaranews.com)
- ^ mempertahankan politik bebas-aktif dan gerakan non-blok Indonesia (nasional.kompas.com)
- ^ “Politik Tetangga Baik” Prabowo (www.kompas.id)
- ^ Arab Saudi (bic-rhr.com)
- ^ akses ke opsi pendanaan dan pasar baru di Asia dan Afrika (rasanah-iiis.org)
- ^ Mesir dan Etiopia (www.africanleadershipmagazine.co.uk)
- ^ Photohost agency brics-russia2024.ru (photo-summit.brics-russia2024.ru)
- ^ Iran (crsreports.congress.gov)
- ^ kesempatan strategis (bricstoday.com)
- ^ mengurangi pengaruh sanksi internasional (www.stimson.org)
- ^ UEA (focus.hidubai.com)
- ^ meningkatkan perannya dalam pasar global (www.century.ae)
- ^ Argentina (www.bbc.com)
- ^ lebih besar daripada yang lain (thediplomat.com)
- ^ tantangan ekonomi yang berat (www.economicsobservatory.com)
- ^ negara anggota BRICS Plus (eng.globalaffairs.ru)
Authors: Ayu Anastasya Rachman, Ketua Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Bina Mandiri Gorontalo