Asian Spectator

Adaptasi konsep meritokrasi untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi dalam negeri

  • Written by Alexander Michael Tjahjadi, Peneliti Ekonomi Indonesia China Partnership Studies (INCHIPS), Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Adaptasi konsep meritokrasi untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi dalam negeri
Prabowo-Gibran, yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi, mulai bekerja sejak 20 Oktober 2024. Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabowo[1] yang memuat isu-isu penting hasil pemetaan kami bersama TCID Author Network. Edisi ini turut mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, sekaligus menjadi bekal Prabowo-Gibran menjalankan tugasnya. Pascapandemi Covid[2], pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa stabil di tren positif. Pada tahun 2023, misalnya, meski melambat dari 5,21% pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia[3] bisa mencapai 5,05% meskipun pertumbuhannya masih ditopang oleh konsumsi[4]. Dengan tingkat pertumbuhan seperti itu, sulit dan menantang bagi Indonesia untuk mewujudkan loncatan dari kelas menengah menjadi kelas tinggi. Bahkan, Indonesia membutuhkan ‘mukjizat’ agar itu terjadi[5]. Sebagai acuan pembangunan nasional, Indonesia kerap menggunakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Sayangnya target yang ditetapkan termasuk skenario-skenarionya kurang realistis[6]. Hal ini tentu akan memengaruhi kepercayaan pasar terhadap kebijakan pemerintah. Banyak aspek yang bisa pemerintah benahi agar bisa mengejar target pertumbuhan ekonominya. Namun, salah satu yang menurut saya perlu Pemerintahan Prabowo-Gibran terapkan adalah pendekatan meritokrasi[7]. Apa itu meritokrasi? Meritokrasi adalah sistem yang menghargai kerja keras dan kemampuan, dibandingkan latar belakang keluarga. Namun, Claudia Goldin, pemenang nobel ekonomi 2023 menyebutkan tidak semudah itu meritokrasi terjadi. Meritokrasi[8] mengedepankan filosofi bahwa keunggulan individu dan prestasi mereka seharusnya menjadi dasar utama untuk pengakuan, promosi, dan penghargaan dalam suatu masyarakat atau organisasi. Namun, dalam perjalanannya, pendekatan ini sering kali dihadapkan terhadap pertimbangan emosi atau preferensi personal. Keduanya bernuansa subjektivitas karena favoritisme, ketidaksukaan, dan sejenisnya. Sistem seleksi[9] atau pengakuan berbasis meritokrasi, harapannya, mampu memberikan keadilan untuk semua, karena prinsip kesetaraan kesempatan dan akses. Masih terdapat beberapa celah penerapan meritokrasi, termasuk kualitas pendidikan yang ada tidak terstandard[10]. Pelaksanaan meritokrasi tanpa persiapan pendidikan bisa menimbulkan ketimpangan yang semakin besar. Di sisi lain, meritokrasi politik bisa menciptakan manfaat besar tetapi bisa berlangsung kontraproduktif jika kemampuan pemilihnya rendah[11]. Suksesi Cina yang bisa dijadikan contoh Cina dapat menjadi salah satu rujukan penerapan meritokrasi. Meski sudah melewati tren booming-nya, ekonomi Cina mampu tumbuh[12] di kisaran 6,6% pada 2018. IMF menyebutkan bahwa titik tertinggi pertumbuhan ekonomi Negeri Panda tersebut bahkan sampai 14,2% pada tahun 2007. Torehan ini turut mengangkat kesejahteraan dan juga kemakmuran masyarakat miskin[13]. Dari contoh yang ada, sebenarnya Indonesia bisa belajar banyak dari Cina tentang bagaimana membuat pertumbuhan yang berkelanjutan. Salah satu yang bisa dipelajari adalah bagaimana Cina menggabungkan antara kebijakan ekonomi pasar dan juga beberapa instrumen negara. Mulai dari anjuran Presiden Cina Xi Jinping, bahwa semua pengejawantahan nilai nilai “Sosialisme model Cina” seharusnya bisa selaras dengan kepentingan pihak swasta[14]. Hal ini tidak hanya menyebabkan pertumbuhan lebih terfokus, tetapi juga bisa sesuai dengan kepentingan negara. Reformasi ekonomi di Cina adalah hasil dari sistem otoritarian yang tentu berbeda dengan sistem Pancasila Indonesia. Namun, sistem kompetisi yang dibangun Cina di level regional juga menjadikan mereka berlomba-lomba untuk tumbuh. Pemerintah pusat berusaha untuk mengontrol orang-orang yang ada di daerah[15], sedangkan pemerintah daerah yang menjalankan berbagai program untuk mendukung program pusat. Merujuk kepada cara mengelola ekonomi daerah, Cina dapat menyeimbangkan antara bagaimana menggunakan mekanisme pasar dan juga aturan pemerintah. Kedua hal ini adalah cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satu hal yang direncanakan Cina sejak tahun 2023, adalah pembangunan industri yang berteknologi tinggi,[16] hal ini termasuk beberapa hal seperti semikonduktor yang bisa menyokong teknologi digital di masa depan. Lewat inovasi tersebut, Cina berharap bisa mengintegrasikan teknologinya dengan perkembangan industrialisasi. Industri baru yang dimaksudkan oleh Xi[17] adalah manufaktur, kualitas produk, aeronotika, transportasi, luar angkasa, termasuk teknologi digital. Meski demikian, pembangunan regional yang berkelanjutan juga tidak tanpa masalah. Cina turut menghadapi klientalisme, yakni perusahan-perusahaan yang punya hubungan politik justru mendapatkan keuntungan. Namun, pertumbuhan tetap terjadi karena sistem negara dan BUMN Cina memiliki restriksi yang berbeda. Perbedaannya adalah[18] uang untuk pembangunan tidak masuk ke pihak swasta tetapi menggerakan pajak lokal sehingga ada manfaat yang lebih besar. Terdapat dua hal yang Cina lakukan untuk membangun kapasitasnya. Pertama yaitu kombinasi tata kelola lewat demokrasi liberal yang dinamakan meritokrasi politik. Tujuannya adalah mengangkat bukan hanya berdasarkan voting tetapi kapasitas kepemimpinan. Hal kedua yaitu model campuran tiga sistem pengambilan keputusan, yakni voting dan nominasi publik tetapi masih ditinjau oleh partai komunis. Kedua hal itu dilakukan agar kapasitas pemerintah bisa berkembang dan bukan memperburuknya dengan klientelisme. Apa yang Indonesia dapat pelajari Setidaknya ada 3 hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia bisa lakukan jika ingin melakukan pendekatan meritokrasi secara mendalam. Pertama, yaitu mengintegrasikan kebijakan pasar dengan instrumen pemerintah. Untuk mencapai pertumbuhan tinggi. Hal yang perlu dilakukan adalah memberikan stimulus agar terjadi iklim persaingan yang sehat sehingga timbul inovasi[19]. Jika pemerintah memberikan subsidi terus menerus maka perusahaan swasta tidak bisa berinovasi dengan baik. Berbagai cara bisa dilakukan yaitu untuk membuat zona pembangunan khusus sepeti kawasan ekonomi khusus[20] terpadu dengan calon investor yang bisa mendanai. Kedua adalah pembangunan regional[21] yang terarah. PNS di daerah bisa meniru budaya meritokrasi agar arahan dan kontrol kebijakan selaras dengan tujuan nasional, sekaligus kompetensi dan pengetahuan daerah itu sendiri. Kompetisi yang sehat antardaerah ini berpotensi mendukung program-program nasional, sehingga kebijakan nasional dan daerah bisa terhubung. Ketiga, pemerintah dapat memulai pembangunan teknologi digital, hal ini sejalan dengan program “hilirisasi digital” [22]. Salah satu yang bisa dilakukan adalah berfokus pada pengembangan ekosistem startup digital dan juga penguatan infrastruktur digital dan cloud lokal. Ini akan membantu UMKM agar bisa memperlancar aksesibilitas internet mereka dan mengurangi biaya. References^ #PantauPrabowo (theconversation.com)^ Pascapandemi Covid (www.tempo.co)^ pertumbuhan ekonomi Indonesia (data.goodstats.id)^ konsumsi (web-api.bps.go.id)^ membutuhkan ‘mukjizat’ agar itu terjadi (www.thejakartapost.com)^ kurang realistis (nasional.kontan.co.id)^ pendekatan meritokrasi (www.cambridge.org)^ Meritokrasi (www.uii.ac.id)^ Sistem seleksi (www.uii.ac.id)^ kualitas pendidikan yang ada tidak terstandard (www.researchgate.net)^ berlangsung kontraproduktif jika kemampuan pemilihnya rendah (mpra.ub.uni-muenchen.de)^ ekonomi Cina mampu tumbuh (sgp.fas.org)^ kesejahteraan dan juga kemakmuran masyarakat miskin (www.worldbank.org)^ selaras dengan kepentingan pihak swasta (merics.org)^ mengontrol orang-orang yang ada di daerah (www.aeaweb.org)^ pembangunan industri yang berteknologi tinggi, (english.www.gov.cn)^ Industri baru yang dimaksudkan oleh Xi (www.idcpc.gov.cn)^ Perbedaannya adalah (fsi.stanford.edu)^ terjadi iklim persaingan yang sehat sehingga timbul inovasi (www.oecd.org)^ kawasan ekonomi khusus (kek.go.id)^ pembangunan regional (eprints.ipdn.ac.id)^ program “hilirisasi digital” (www.liputan6.com)Authors: Alexander Michael Tjahjadi, Peneliti Ekonomi Indonesia China Partnership Studies (INCHIPS), Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Read more https://theconversation.com/adaptasi-konsep-meritokrasi-untuk-akselerasi-pertumbuhan-ekonomi-dalam-negeri-243961

Magazine

Nyawa di tangan polisi: Tekanan internal membuat penegak hukum makin brutal. Bagaimana mencegahnya?

Aparat polisi bersiap untuk patroli antisipasi serangan terorisme di Jakarta pada 2021. Wulandari Wulandari/ShutterstockInsiden polisi tembak polisi yang terjadi baru-baru ini di Solok Selatan, Sumat...

Subsidi BBM: Bikin tekor APBN tapi sulit dihapuskan

Bahan bakar fosil adalah penyebab utama perubahan iklim. Tapi hingga kini, pemerintah di berbagai belahan dunia masih mengalokasikan anggaran fiskal yang besar untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM). ...

Riset: Monyet bisa tahu siapa yang akan menang pemilu

Would you and this rhesus macaque choose the same candidate?EcoPic/iStock via Getty Images PlusSaat pemilihan umum (pemilu) berlangsung sengit, para ahli survei, pakar, dan pengamat sibuk mencari petu...



NewsServices.com

Content & Technology Connecting Global Audiences

More Information - Less Opinion