Asian Spectator

The Times Real Estate

.

Sampah plastik ciptakan ‘plastifer’ di Antarktika: Ekosistem unik tapi bisa berbahaya

  • Written by Pere Monràs i Riera, Investigador predoctoral en conservación y gestión de la biodiversidad, Universitat de Barcelona
Sampah plastik ciptakan ‘plastifer’ di Antarktika: Ekosistem unik tapi bisa berbahaya

Antarktika sebagai benua terpencil yang ganas—tetapi juga teramat murni di Bumi, tidak bebas dari pencemaran laut. Sebab, di mana ada aktivitas manusia, puing-puing plastik pasti ikut menyertainya.

Kira-kira, apa yang akan dipikirkan para penjelajah awal jika mereka melihat Antarktika kini diramaikan oleh aktivitas perikanan permanen, stasiun penelitian, kehadiran militer, pariwisata, dan dampak lingkungannya? Di antara dampak-dampak ini, polusi plastik menjadi sorotan karena menciptakan hubungan timbal balik baru dan unik antara organisme dengan lingkungan lautan.

Saat memasuki air, puing-puing plastik dihinggapi dengan cepat oleh mikroba yang kemudian membentuk biofilm (komunitas beragam mikroorganisme dalam ruang tertentu). ‘Permukiman’ berbasis plastik yang dikenal sebagai plastisphere (plastisfer)[1] ini menjadi ancaman serius bagi ekosistem laut, terutama di perairan dingin yang jarang diteliti di Samudra Antarktika.

Plastisfer adalah ancaman baru

Saat puing-puing plastik hanyut di lautan, platisfer mengalami suksesi (proses ekologi terus-menerus) yang khas sehingga menjadi wadah bagi komunitas mikroba yang kompleks dan khusus. Plastik tidak hanya menaungi mikroorganisme ini, tetapi juga menjadi vektor penyebar kuman.

Kuman seperti Vibrio spp.[2], Escherichia coli[3], dan bakteri pembawa gen resistansi antibiotik[4], menyebar ke lingkungan laut dengan bantuan plastik, bahkan hingga ke wilayah terpencil yang belum tersentuh.

Selain itu, plastisfer dapat mengganggu keseimbangan alami[5] kehidupan laut pada tingkat mikroskopis. Perubahan ini tidak hanya berada di air, tetapi dapat menyebar ke luar, memengaruhi penyerapan karbon dan pelepasan gas rumah kaca di lautan. Ini berakibat pada udara yang dihirup oleh mahluk hidup di seluruh dunia.

Penghuni plastisfer memang tidak semuanya buruk. Ada beberapa bakteri yang berpotensi menjadi pengurai plastik[6] atau hidrokarbon (material dari bahan bakar fosil)—seperti Alcanivorax sp., Aestuariicella sp., Marinobacter sp., dan Alteromonas sp.—yang sering ditemukan di permukaan plastik.

Lingkungan penelitian yang ganas

Saat ini, pemahaman kita mengenai plastisfer masih sedikit, terutama di Samudra Antarktika. Memahami dinamika kawasan ini merupakan kunci untuk mengetahui dampak plastisfer bagi salah satu lingkungan laut yang paling terpencil dan rentan di Bumi.

Karena itulah, penelitian terbaru kami[7] bertujuan menyelidiki kelimpahan dan keberagaman komunitas mikroba di platisfer Samudra Selatan, khususnya setelah periode awal tibanya puing-puing plastik di sana.

Bekerja di Antarktika tidaklah mudah. Mendarat di benua ini saja sudah menjadi tantangan. Setibanya di sana, para ilmuwan harus menghadapi kondisi lingkungan yang ganas: suhu beku, angin kencang, gunung es, dan tekanan waktu, untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.

Tantangan ini membuat setiap momen di lapangan menjadi sangat berharga. Itulah mengapa kami mendekati penelitian ini dengan eksperimen terkontrol yang terkelola. Kami menyiapkan akuarium berisi air laut di dekat stasiun penelitian Spanyol di Pulau Livingston, Kepulauan Shetland Selatan.

Di dalam akuarium, kami menempatkan butiran kecil dari tiga jenis material plastik yang paling umum mencemari laut, yaitu polietilena, polipropilena, dan polistirena. Plastik ini kemudian kami biarkan dalam kondisi lingkungan (sekitar 0 ºC dan 13–18 jam cahaya matahari) selama lima pekan untuk meniru hasil yang paling mungkin terjadi di lapangan.

Kami membandingkan kolonisasi plastik dengan kaca—sebagai material permukaan yang stabil. Sampel plastik dan kaca kami kumpulkan secara berkala untuk melacak kolonisasi bakteri.

Dinamika plastisfer di Antartika

Mempelajari bakteri berarti membuat yang tak kasat mata menjadi terlihat. Untuk itulah kami menggabungkan beberapa teknik guna mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang plastisfer.

Dengan mikroskop elektron pemindai, kami memperoleh gambar biofilm. Kami kemudian menggabungkan flow cytometry (teknik deteksi sel) dan kultur bakteri untuk menghitung jumlah sel dan koloni. Kami pun mengurutkan gen 16S rRNA untuk mengidentifikasi proses suksesi bakteri penjajah.

Pendekatan mendetail ini mengungkapkan bahwa waktu adalah penggerak utama suatu perubahan. Mikroba dengan cepat menjajah plastik. Dalam waktu kurang dari dua hari, bakteri seperti genus Colwellia sudah menempel di permukaan.

Ini menunjukkan kemajuan yang beragam dari tahap awal kedatangan mereka hingga menjelma biofilm, termasuk genus lain, seperti Sulfitobacter, Glaciecola, atau Lewinella. Meskipun setiap spesies ini hidup masing-masing di air, mereka juga memiliki kecenderungan berkehidupan sosial dalam komunitas biofilm.

Selain itu, kami tidak mendeteksi perbedaan signifikan antara komunitas bakteri dari plastik dan kaca. Artinya, komunitas ini dapat menghuni permukaan stabil apa pun.

Kendati proses serupa terjadi di lautan lain, proses suksesi bakteri di Antarktika tampak lebih lambat. Sebab, suhu yang lebih rendah memperlambat perkembangan bakteri.

Bakteri pemakan plastik?

Salah satu penemuan penting kami adalah keberadaan Oleispira sp.[8] pada polipropilena. Bakteri ini merupakan pengurai hidrokarbon, termasuk dalam kelompok mikroorganisme yang dapat memecah minyak dan polutan lainnya.

Peran mereka dalam plastisfer Antartika menimbulkan pertanyaan penting. Apakah jenis bakteri ini dapat mengurangi dampak polusi plastik? Jika iya, mereka bisa menjadi kunci bagi masa depan Antarktika dan lautan kita.

Namun, masih banyak hal yang harus kita pelajari, terutama mengenai potensi mereka untuk bioremediasi (pemulihan alami oleh makhluk hidup) di lingkungan ekstrem. Pengetahuan proses ini dapat membuka jalan untuk strategi inovatif mengatasi petaka sampah plastik yang semakin besar di ekosistem laut.

References

  1. ^ plastisphere (plastisfer) (pubs.acs.org)
  2. ^ Vibrio spp. (www.sciencedirect.com)
  3. ^ Escherichia coli (www.sciencedirect.com)
  4. ^ gen resistansi antibiotik (www.sciencedirect.com)
  5. ^ mengganggu keseimbangan alami (www.frontiersin.org)
  6. ^ pengurai plastik (www.frontiersin.org)
  7. ^ penelitian terbaru kami (www.sciencedirect.com)
  8. ^ Oleispira sp. (www.csic.es)

Authors: Pere Monràs i Riera, Investigador predoctoral en conservación y gestión de la biodiversidad, Universitat de Barcelona

Read more https://theconversation.com/sampah-plastik-ciptakan-plastifer-di-antarktika-ekosistem-unik-tapi-bisa-berbahaya-245671

Magazine

20 tahun pasca-tsunami Aceh, kontribusi perempuan tak diakui, kebijakan daerah masih diskriminatif

Seorang perempuan berdiri di depan Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh.Bithography/Shutterstock20 tahun sudah Aceh pulih dari tsunami yang menimbulkan duka mendalam bagi Indonesia, khususnya para p...

Riset: Anak pekerja migran yang ditinggalkan hadapi tantangan sosial dan psikologis

Ilustrasi anak-anak di Indonesia.our brain/ShutterstockSetiap tahun, ratusan ribu warga Indonesia pergi ke luar negeri untuk bekerja. Lebih dari lima juta pekerja migran Indonesia (termasuk orang tua ...

Sampah plastik ciptakan ‘plastifer’ di Antarktika: Ekosistem unik tapi bisa berbahaya

Oleksandr Matsibura/ShutterstockAntarktika sebagai benua terpencil yang ganas—tetapi juga teramat murni di Bumi, tidak bebas dari pencemaran laut. Sebab, di mana ada aktivitas manusia, puing-pui...



NewsServices.com

Content & Technology Connecting Global Audiences

More Information - Less Opinion