Bukan sekadar ‘pengungsian’ TikTok, RedNote jadi kemenangan tak terduga bagi ‘soft power’ Cina
- Written by Tom Harper, Lecturer in International Relations, University of East London
Presiden Amerika Serikat (AS) yang baru kembali menjabat, Donald Trump, memberikan kelonggaran kepada TikTok[1] satu hari setelah penetapan undang-undang yang melarang aplikasi milik Cina tersebut di AS karena alasan keamanan nasional.
Trump, yang sebelumnya mengungkapkan kekagumannya terhadap TikTok, mengeluarkan perintah eksekutif[2] untuk menunda pelaksanaan larangan tersebut selama 60 hingga 90 hari. Dan saat ini, TikTok mulai memulihkan layanannya untuk sekitar 170 juta penggunanya di AS.
Selama sepekan terakhir, menjelang pelarangan, sejumlah besar pengguna TikTok di Amerika berbondong-bondong hijrah ke aplikasi media sosial asal Cina lainnya bernama Xiaohongshu[3].
Platform yang sering disebut “RedNote” ini meraih posisi teratas di Apple Store AS pada 14 Januari 2025 dengan lebih dari 700.000 pengguna baru[4]. Pengguna aplikasi asal Cina menyambut para “pengungsi TikTok”[5] AS dengan mulai memproduksi lebih banyak konten berbahasa Inggris.
Ada berbagai alasan mengapa para pengguna TikTok memilih beralih ke Xiaohongshu dibandingkan platform lainnya. Sebagian ingin menunjukkan pembangkangan[6] terhadap pemerintah AS atas larangan TikTok. Sementara sebagian lainnya tertarik pada fitur Xiaohongshu yang menggabungkan fitur[7] TikTok dengan media sosial lain seperti Instagram. Sentimen terhadap isu pengambilan data oleh pemerintah Cina tampaknya tidak lagi menjadi kekhawatiran bagi sebagian besar pengguna.
Migrasi ke Xiaohongshu adalah sebuah kemenangan tak terduga[8] bagi upaya soft power Cina. Istilah “soft power” diperkenalkan pada akhir 1980-an oleh ilmuwan politik Amerika Joseph Nye[9]. Kata itu merujuk pada kemampuan suatu negara memengaruhi pihak lain melalui daya tarik daripada paksaan.
Kompetisi antara Beijing dan Washington untuk mendominasi ekonomi dan teknologi global telah lama ditopang oleh soft power[10]. Teoretikus politik Cina seperti Yan Xuetong[11] berpendapat bahwa soft power adalah kunci bagi Cina untuk menjadi “kekuatan besar” di dunia. Dan AS mengesahkan undang-undang pada 2024 yang mengalokasikan dana sebesar USD1,6 miliar[12] (setara dengan Rp25,9 triliun) untuk “melawan propaganda Cina” selama lima tahun mendatang.
Cina selama ini dianggap tidak mampu[13] menyaingi daya tarik negara-negara yang lebih mapan dalam hal soft power. Cina tidak hanya dibandingkan dengan AS, tetapi juga Jepang[14] dan Korea Selatan, yang budaya populernya sukses menarik perhatian global lewat drama televisi, musik pop, anime[15] dan video game[16].
Persepsi ini sepertinya mulai berubah dengan banjirnya “pengungsi TikTok” ke Xiaohongshu. Layaknya kebanyakan aplikasi di Cina, Xiaohongshu tunduk pada persyaratan sensor dari pemerintah Cina. Basis pengguna barat yang terus berkembang membuat pemirsa online global terpapar[17] konten dan budaya Tiongkok dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Mehaniq / Shutterstock[18]Dalam sebuah unggahan komentar, seorang pengguna yang menyebut dirinya “pengungsi TikTok”, Amanda mengatakan[19]: “Saya sangat senang bisa berbicara dengan orang Cina dan belajar tentang budaya serta pengalaman mereka.”
Banyak pengguna Cina menyambut pengguna Amerika dengan hangat, bahkan menawarkan untuk mengajarkan mereka bahasa Mandarin.
Pada 16 Januari, platform belajar bahasa Duolingo melaporkan[20] peningkatan 216% dalam jumlah pelajar bahasa Mandarin baru di AS dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan ini kemungkinan terkait dengan bertambahnya pengguna Xiaohongshu di Barat.
Interaksi antara orang Amerika dan Cina juga membantu menantang narasi arus utama tentang Cina. Beberapa pengguna western di platform ini mulai mempertanyakan[21] retorika permusuhan[22] terhadap Cina yang kerap menjadi pusat perdebatan politik. Interaksi ini[23], sebaliknya, membuat pengguna asal Cina juga mulai meninjau kembali pandangan mereka tentang Barat, dengan diskusi yang lebih terbuka[24] mengenai berbagai isu, mulai dari geopolitik hingga sistem kesehatan.
Belum dapat dipastikan apakah pertumbuhan Xiaohongshu, bersamaan dengan perkembangan budaya pop Cina lainnya seperti kesuksesan video game Black Myth Wukong[25], akan menciptakan “gelombang Cina” yang mirip dengan kebangkitan budaya pop Korea Selatan yang sukses menjangkau audiens global[26] pada akhir 1990-an. Namun yang jelas, hal ini tetap menjadi langkah penting dalam meningkatkan daya tarik budaya Cina di negara-negara berbahasa Inggris.
Read more: "Black Myth: Wukong" lebih dari sekadar unjuk gigi gim Cina[27]
Kebangkitan Xiaohongshu yang pesat, serta perdebatan di Barat mengenai ancaman yang ditimbulkan oleh TikTok, menunjukkan bagaimana media sosial dan internet secara keseluruhan telah menjadi semakin terfragmentasi[28] dalam beberapa tahun terakhir. Ini merupakan salah satu konsekuensi[29] dari reaksi balik terhadap globalisasi, dengan berbagai kawasan geopolitik[30] yang berusaha menciptakan internet versi mereka sendiri.
Contoh paling menonjol adalah Proyek Golden Shield Cina[31], yang dikenal sebagai “Great Firewall of China”. Proyek ini secara efektif[32] menciptakan lingkungan internet lokal Cina dengan membatasi akses ke situs web tertentu dan membangun versi Tiongkok dari platform utama Barat. Jika pembatasan lebih lanjut terjadi, kemungkinan internet akan semakin terpecah[33] dari entitas tunggal menjadi beberapa bagian.
Namun, skenario ini bukanlah hasil yang pasti tercapai. Berbeda dengan Kongres AS, Trump sendiri cenderung enggan[34] melarang TikTok dan bahkan mengundang[35] CEO platform tersebut, Shou Zi Chew, ke pelantikannya. Langkah ini barangkali didorong oleh peran penting[36] TikTok dalam menyebarkan pesan gerakan Make America Great Again (MAGA), sesuatu yang melekat pada pendukung Trump.
Apakah pertumbuhan Xiaohongshu akan berlanjut atau hanya menjadi tren sesaat, masih harus dilihat. Namun, yang jelas, ini adalah fase baru dari interaksi antara Cina dan Barat – yang menunjukkan bahwa buku panduan lama tentang “hubungan kekuatan besar” perlu diperbarui.
References
- ^ kelonggaran kepada TikTok (www.bbc.co.uk)
- ^ mengeluarkan perintah eksekutif (www.washingtonpost.com)
- ^ Xiaohongshu (www.reuters.com)
- ^ 700.000 pengguna baru (www.reuters.com)
- ^ “pengungsi TikTok” (www.bloomberg.com)
- ^ menunjukkan pembangkangan (www.bbc.co.uk)
- ^ menggabungkan fitur (restofworld.org)
- ^ sebuah kemenangan tak terduga (thediplomat.com)
- ^ Joseph Nye (www.nature.com)
- ^ ditopang oleh soft power (www.scmp.com)
- ^ Yan Xuetong (www.thinkinchina.asia)
- ^ mengalokasikan dana sebesar USD1,6 miliar (www.scmp.com)
- ^ dianggap tidak mampu (www.jstor.org)
- ^ Jepang (www.e-ir.info)
- ^ anime (moderndiplomacy.eu)
- ^ video game (newlinesmag.com)
- ^ pemirsa online global terpapar (focus.cbbc.org)
- ^ Mehaniq / Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ Amanda mengatakan (www.asahi.com)
- ^ Duolingo melaporkan (www.scmp.com)
- ^ mempertanyakan (www.aljazeera.com)
- ^ retorika permusuhan (thediplomat.com)
- ^ Interaksi ini (www.semafor.com)
- ^ diskusi yang lebih terbuka (www.bbc.co.uk)
- ^ Black Myth Wukong (newlinesmag.com)
- ^ menjangkau audiens global (www.theguardian.com)
- ^ "Black Myth: Wukong" lebih dari sekadar unjuk gigi gim Cina (theconversation.com)
- ^ menjadi semakin terfragmentasi (www.brookings.edu)
- ^ konsekuensi (www.forbes.com)
- ^ kawasan geopolitik (www.economist.com)
- ^ Proyek Golden Shield Cina (cs.stanford.edu)
- ^ secara efektif (scholarsarchive.byu.edu)
- ^ terpecah (www.collinsdictionary.com)
- ^ cenderung enggan (www.theguardian.com)
- ^ mengundang (www.nytimes.com)
- ^ peran penting (www.wired.com)
Authors: Tom Harper, Lecturer in International Relations, University of East London