Ekstremnya manuver politik Trump akan berdampak ke Asia Tenggara – ASEAN perlu penyeimbang
- Written by Yohanes Ivan Adi Kristianto, Lecturer at Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Tidar Magelang
![Ekstremnya manuver politik Trump akan berdampak ke Asia Tenggara – ASEAN perlu penyeimbang](https://images.theconversation.com/files/647361/original/file-20250206-15-intw3s.jpg?ixlib=rb-4.1.0&rect=46%2C31%2C5129%2C3414&q=45&auto=format&w=496&fit=clip)
Berbeda dengan pemerintahan Amerika Serikat (AS) sebelumnya di bawah Joe Biden, Presiden AS Donald Trump kemungkinan besar akan memiliki legitimasi kepemimpinan lebih kuat, mengingat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Senat AS dikuasai oleh Partai Republik[1], partai yang mendukung pencalonan Trump.
Meski baru dilantik bulan lalu, Trump sudah mengeluarkan Perintah Presiden executive orders[2]) di antaranya membawa AS mundur dari Organisasi Kesehatan Dunia[3] (WHO) dan sejumlah lembaga PBB, termasuk Dewan HAM PBB (UNHRC)[4]. Trump juga mendeportasi migran ilegal[5], mengetatkan perbatasan (khususnya bagian selatan yang bersinggungan dengan Meksiko[6], menghapus hak kewarganegaraan akibat lahir di AS (ius soli) dan meninggalkan keikutsertaan AS dalam Perjanjian Paris.
Langkah ini mengindikasikan pendekatan Trump sebagai pemimpin proteksionis dan anti-multilateraliralis. Proteksionisme[7] sendiri merupakan kebijakan untuk melindungi ekonomi negara dengan membatasi masuknya pengaruh dari luar. Sementara multilateralisme[8] dapat diartikan sebagai kerja sama tiga negara atau lebih.
Manuver politik Trump di periode keduanya ini terbilang cukup “ekstrem”. Ini tentu akan berdampak luas bagi global dan kemungkinan besar akan mengubah lanskap ekonomi global, tak terkecuali bagi negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Pergeseran pendekatan kerja sama antarnegara
Apapun kebijakan yang dikeluarkan Washington akan memengaruhi dinamika politik, sosial, dan ekonomi dunia, tak terkecuali Asia Tenggara. Politik internasional secara khusus akan bergeser dari paradigma multilateralisme menjadi regionalisme–kerja sama antarnegara berdasarkan kedekatan geografis yang berkepentingan atas isu tertentu seperti ekonomi.
Regionalisme negara-negara Uni Eropa (UE) misalnya dengan telah bersiap[9] gabung Konferensi Tingkat Tinggi antara UE dan ASEAN 2025. UE juga telah berkomitmen untuk mengintensifkan perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Asia Tenggara[10].
Langkah UE untuk beralih kepada kerja sama antarorganisasi kawasan tampaknya merupakan respons kewaspadaan wilayah tersebut terhadap pernyataan Trump yang hendak menaikkan tarif dagang kepada UE[11]. Pada periode pertama, Trump pernah menghambat UE dengan tarif sebesar 10%[12].
Indonesia sendiri terlihat berusaha menyiasati pergeseran bentuk kerja sama. Yang paling terlihat adalah dengan bergabung sebagai anggota penuh ke blok ekonomi BRICS–organisasi yang beranggotakan negara-negara yang melawan dominasi ekonomi AS. Sementara, Thailand, Vietnam, dan Malaysia[13] mengikuti sebagai negara mitra BRICS.
Berkurangnya peran AS di dunia bisa dimaknai secara positif dan negatif. Negara lain bisa mengambil peran lebih dalam situasi multipolar. Namun, sentimen ide menutup diri dari dunia luar dari Trump harus tetap diwaspadai untuk mencegah krisis ekonomi, seperti Depresi Besar 1930[14].
Ketidakpastian perdagangan global
Kebijakan proteksionisme Trump secara tidak langsung juga meningkatkan sentimen ketidakpastian perdagangan global karena berencana menaikkan proteksi dagang terhadap Cina[15]. Efeknya, negara-negara yang bermitra dengan Cina dan UE akan terimbas, termasuk negara-negara Asia Tenggara[16]. Apalagi jika mitra tersebut menyediakan bahan mentah atau setengah jadi bagi keduanya.
Berdasarkan data Badan Kepabeaan Cina[17] periode Januari-September 2024, salah satu nilai perdagangan tertinggi dihasilkan dari perdagangan antara negara ASEAN dan Cina, yakni [50,896.8 miliar Yuan].
Sementara itu, menurut BPS[18], Indonesia masih merupakan mitra utama ekspor nonmigas bagi Cina dan AS.
Artinya, ASEAN, termasuk Indonesia, akan terkena goncangan atas ketidakpastian perdagangan dunia yang diakibatkan perang dagang yang dipicu oleh Trump. Belum lagi, bergabungnya Indonesia ke BRICS bisa memantik Trump untuk memberikan sanksi dagang bagi Indonesia.
Meskipun sanksi dagang belum terindikasi akan diterapkan, Trump sudah mengancam [19]akan memberikan perlawanan pada anggota BRICS jika menggantikan dolar AS sebagai mata uang perdagangan.
Eropa dan Australia sebagai alternatif
Jika Trump “absen” di Asia Tenggara, secara otomatis pengaruh AS akan berkurang di kawasan. Situasi ini dapat membuat Cina semakin leluasa meningkatkan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara.
Terlalu bergantung pada Cina akibat ketiadaan AS dapat memengaruhi dinamika politik-keamanan di Asia Tenggara, utamanya penengakkan Kode Tata Berperilaku di Laut Cina Selatan yang telah didorong kuat oleh Indonesia[20] sebagai pihak netral.
Untuk meminimalisasi dampak negatif tersebut, ASEAN perlu mendekatkan diri dengan Uni Eropa dan Australia melalui wadah ASEAN atau forum di luar ASEAN yang melibatkan negara-negara Asia Tenggara, Uni Eropa, dan Australia sebagai langkah mitigasi.
Mendekatkan diri dengan Uni Eropa dan Australia, selain sebagai bentuk perlawanan kontra multilateralisme, berfungsi sebagai penyeimbang pengaruh Cina sebagai negara yang kemungkinan besar akan mendominasi lebih pasca-absennya AS.
Australia sedikit lebih mudah untuk didekati dibandingkan Uni Eropa. Sebab ASEAN adalah salah satu mitra dagang utama bagi Australia meskipun bagi ASEAN, Australia masih kalah dari Cina, AS, Uni Eropa, Korea Selatan, Taiwan, dan India[21]. Ditambah lagi, Australia punya motivasi lebih untuk berhadapan dengan Cina mengingat hubungan keduanya yang naik turun[22].
Sementara itu, langkah ASEAN untuk melakukan pendekatan terhadap Eropa akan sulit berjalan mulus.
Saat ini Malaysia-Indonesia masih memiliki persoalan sengketa kelapa sawit dengan Eropa[23]. Belum lagi isu penegakkan HAM dan demokrasi di Asia Tenggara[24] sebagai buntut dari konflik di Myanmar[25].
Antisipasi Indonesia
Indonesia perlu mencermati situasi akibat perang dagang Cina-AS yang tidak terhindarkan. Salah satu cara yang bisa dilakukan Indonesia adalah menampung relokasi atau pemindahan lokasi industri perusahaan-perusahaan Cina di Asia Tenggara.
Jangan sampai Indonesia hanya kebagian impor barang Cina, namun perusahaan Cina malah memilih Vietnam dan Malaysia sebagai tempat relokasi[26] favoritnya.
Opsi lain ialah mengintensifkan diplomasi Indonesia ke negara-negara Pasifik Selatan, yakni Kepulauan Cook, Negara Federasi Micronesia, Fiji, Polynesia, Kiribati, Nauru, New Caledonia, Selandia Baru, Niue, Palau, Papua Nugini, Republik Kepulauan Marshall, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Tuvalu, dan Vanuatu.
Nauru, Kepulauan Solomon, Tuvalu, dan Vanuatu pernah memperlihatkan tendensi prokemerdekaan Papua[27].
AS menempatkan Pasifik Selatan sebagai salah satu kepentingan geopolitik mereka, bersama dengan Cina, Jepang, dan Australia[28]. Berkurangnya pengaruh AS bisa dimanfaatkan untuk merekatkan hubungan dengan negara Pasifik Selatan.
Harapannya, posisi politik negara Pasifik Selatan terhadap permasalahan di Papua bisa melunak atau justru berkomitmen secara terbuka tidak ikut campur tangan permasalahan domestik di Indonesia.
Absennya AS yang dimulai dari masuknya kembali Trump ke Gedung Putih berpotensi mengubah lanskap politik global, khususnya kembalinya tren proteksionisme dan kontramultilateralisme. Asia Tenggara, walau bukan aktor utama yang terlibat dalam interaksi politik dengan AS, sebaiknya tetap solid untuk mencegah tren negara-sentris terlalu dominan di kawasan ini.
References
- ^ dikuasai oleh Partai Republik (edition.cnn.com)
- ^ executive orders (www.axios.com)
- ^ Organisasi Kesehatan Dunia (www.nytimes.com)
- ^ Dewan HAM PBB (UNHRC) (www.cnnindonesia.com)
- ^ migran ilegal (www.thehindu.com)
- ^ Meksiko (foreignpolicy.com)
- ^ Proteksionisme (www.researchgate.net)
- ^ multilateralisme (link.springer.com)
- ^ bersiap (www.kompas.id)
- ^ Asia Tenggara (en.antaranews.com)
- ^ tarif dagang kepada UE (ekonomi.bisnis.com)
- ^ sebesar 10% (www.bbc.com)
- ^ Thailand, Vietnam, dan Malaysia (ekonomi.bisnis.com)
- ^ Depresi Besar 1930 (documents1.worldbank.org)
- ^ proteksi dagang terhadap Cina (www.whitehouse.gov)
- ^ negara-negara Asia Tenggara (www.bps.go.id)
- ^ Badan Kepabeaan Cina (english.customs.gov.cn)
- ^ menurut BPS (www.bps.go.id)
- ^ Trump sudah mengancam (www.reuters.com)
- ^ didorong kuat oleh Indonesia (politicstoday.org)
- ^ India (money.kompas.com)
- ^ keduanya yang naik turun (news.detik.com)
- ^ kelapa sawit dengan Eropa (thediplomat.com)
- ^ Asia Tenggara (www.iseas.edu.sg)
- ^ Myanmar (en.antaranews.com)
- ^ relokasi (www.antaranews.com)
- ^ Papua (www.cnnindonesia.com)
- ^ Australia (odi.org)
Authors: Yohanes Ivan Adi Kristianto, Lecturer at Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Tidar Magelang