Asian Spectator

The Times Real Estate

.

KUHP baru berpotensi memperparah kelebihan kapasitas lapas. Bagaimana bisa?

  • Written by Muhamad Dwieka Fitrian Indrawan, Peneliti, Indonesian Institute for Independent Judiciary (LEIP)
KUHP baru berpotensi memperparah kelebihan kapasitas lapas. Bagaimana bisa?

Indonesia sudah mengimplementasikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)[1] baru sejak awal tahun 2023. Berdasarkan ketentuan Pasal 624 KUHP baru tersebut, peraturan ini akan sepenuhnya berlaku tiga tahun sejak diundangkan, tepatnya pada 2 Januari 2026.

Sejauh ini, pemerintah mengklaim[2] bahwa KUHP patut untuk diapresiasi karena merupakan salah satu upaya pemerintah melepaskan diri dari produk-produk hukum warisan kolonial yang perlu disesuaikan sesuai kemajuan jaman.

Pemerintah juga kerap mengklaim bahwa salah satu keunggulan KUHP baru ketika mulai berlaku nanti adalah berpotensi mengurangi kondisi lembaga pemasyarakatan (lapas) yang sudah sangat kelebihan kapasitas.[3]

Namun, perumusan norma terbaru dalam KUHP, khususnya mengenai pidana denda dan pidana pengganti denda, justru memiliki potensi menimbulkan residivisme dan juga justru tak mengurai kapasitas yang ada di lapas.

Tentang pidana denda KUHP baru

KUHP baru memperkenalkan metode baru dalam pengenaan denda, yakni dengan adanya kategorisasi denda sebagaimana diatur pada Pasal 79. Pasal tersebut mengatur mengenai kategorisasi denda, mulai dari kategori I (maksimum Rp1 juta) hingga kategori VIII (maksimum Rp50 juta).

Pengaturan mengenai kategorisasi ini memang merupakan hal baru dalam KUHP dan bisa menjadi hal yang positif apabila tepat dalam penerapannya. Sayangnya, pengaturan kategorisasi ini diikuti dengan masuknya pengaturan mengenai ancaman pidana secara kumulatif antara pidana penjara dan pidana denda.

Pengaturan ini dapat dilihat pada Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, dan juga pada pasal-pasal narkotika dalam KUHP baru. Ancaman pidana kumulatif ini diartikan bahwa penjatuhan pidana penjara wajib dijatuhi bersamaan dengan pidana denda.

Dengan ancaman pidana kumulatif antara pidana penjara dan denda, maka akan ada mekanisme pidana penjara pengganti denda bagi terpidana untuk mengganti denda yang tak mampu dibayarkan dan harta kekayaan yang disita tidak mencukupi minimum denda yang dijatuhkan. Artinya, terpidana harus menjalani pidana penjara ditambah pidana penjara pengganti denda.

Konsekuensi residivisme dan overkapasitas lapas

Dalam kasus narkotika sebagai kasus pidana yang paling banyak masuk ke pengadilan[4], banyak terpidana yang kesulitan membayar denda[5] dan akhirnya memilih menjalani pidana penjara pengganti. Hal ini tentu akan kontradiktif dengan klaim pemerintah sebelumnya yang menyatakan keunggulan KUHP baru adalah dapat mengurangi overkapasitas Lapas.

Sebagai gambaran dan contoh, Pasal 609 ayat (1) huruf a menyebutkan “Setiap Orang yang tanpa hak memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV (200 juta rupiah) dan paling banyak kategori VI (2 miliar rupiah)”. Dapat dilihat bahwa seberapa besar nominal pidana denda yang dikenakan kepada terpidana selain tingginya pidana penjara.

Selain ancaman pidana denda secara kumulatif, terdapat juga ancaman minimum denda. Pengaturan ini dapat dilihat seperti pada Pasal 23 dan Pasal 71. Dengan adanya pengenaan ancaman minimum denda, maka terpidana wajib membayar sejumlah uang dengan batasan minimum.

Apabila terpidana tidak mampu melunasi denda yang dijatuhkan, maka sesuai ketentuan Pasal 81 ayat (3), kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar.

Kemudian pada Pasal 82, terpidana yang hartanya tidak mencukupi untuk mengganti denda, maka pidana penjara menjadi salah satu opsi pengganti dari pidana denda sebelumnya.

Bukannya memberikan keringanan kepada terpidana, mekanisme tersebut justru membuka peluang potensi residivisme dan meningkatkan overkapasitas Lapas. Ini karena terpidana bisa bertambah miskin dengan adanya penyitaan harta kekayaan dan harus mengganti dengan pidana penjara apabila harta yang disita dianggap tidak mencukupi.

Sebagai contoh, seorang terpidana dijatuhi pidana penjara 10 tahun dan pidana denda Rp1 miliar karena perbuatan menyediakan narkotika golongan satu bukan tanaman sebagaimana Pasal 609 ayat (1) huruf a KUHP baru. Ternyata terpidana hanya mampu membayar denda sebesar Rp400 juta, dan harta yang disita dan dilelang hanya mencapai Rp500 juta. Sebagaimana diatur pada Pasal 82 ayat (2) KUHP baru, maka sisa Rp100 juta denda akan diganti dengan pidana penjara pengganti selama lima tahun lebih.

Belajar dari Belanda dan Prancis

KUHP lama memang tidak mengenal sistem kategorisasi denda. Namun, KUHP lama mengancamkan denda hanya secara alternatif. Dengan ancaman pidana denda secara alternatif, terpidana akan terhindar dari penjatuhan pidana penjara yang berbarengan dengan pidana denda. KUHP lama juga mengatur bahwa apabila terpidana tidak mampu membayar denda, maka diganti dengan pidana kurungan yang paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.

Berlaku pula metode substitusi berjenjang, yakni semakin besar nominal denda, maka penghitungan denda yang disubstitusi menjadi kurungan akan semakin besar.

Pada dasarnya, penghitungan kurungan pengganti denda pada KUHP lama tersebut sama dengan penghitungan pidana pengganti denda pada KUHP Belanda yang berlaku saat ini[6]. KUHP Belanda saat ini juga menggunakan metode substitusi berjenjang untuk kurungan yang dijatuhkan sebagai pengganti denda.

Contohnya untuk denda dari 0 sampai 1000 euro, satu hari kurungan sama dengan 50 euro. Lalu untuk denda dari 1000 euro sampai 5000 euro, satu hari kurungan sama dengan 100 euro. Maksimal kurungan pengganti hanya satu tahun.

Sementara itu di Prancis[7], penjatuhan pidana denda mengikuti penghasilan harian dari terpidana dan maksimal 1000 euro. Kemudian, maksimal pidana penjara penggantinya adalah satu tahun atau tidak lebih dari 365 hari.

Metode-metode yang disebutkan di atas adalah metode-metode yang tepat dan cukup positif dalam menghitung pidana denda dan pidana pengganti denda, karena memperhatikan beban denda yang dijatuhkan secara proporsional.

Rekomendasi penyesuaian

Saat ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang tentang Penyesuaian Ketentuan Pidana dalam UU dan Peraturan Daerah atau Penyesuaian Pidana telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025-2029. RUU ini merupakan amanat dari adanya ketentuan Pasal 614 KUHP baru sebagai ketentuan bagi UU dan Peraturan Daerah yang memuat ketentuan pidana untuk menyesuaikan dengan buku kesatu KUHP baru.

RUU Penyesuaian Pidana dapat menjadi momentum dan peluang perbaikan dari pengaturan denda pada KUHP baru. Perbaikan dapat dimulai dari formulasi ulang ketentuan mengenai pidana pengganti denda dan juga penghapusan ancaman minimum khusus.

Dengan demikian, diharapkan pengaturan denda dapat diberlakukan secara proporsional dan tidak merugikan terpidana pada saat KUHP baru mulai berlaku.

Authors: Muhamad Dwieka Fitrian Indrawan, Peneliti, Indonesian Institute for Independent Judiciary (LEIP)

Read more https://theconversation.com/kuhp-baru-berpotensi-memperparah-kelebihan-kapasitas-lapas-bagaimana-bisa-244838

Magazine

KUHP baru berpotensi memperparah kelebihan kapasitas lapas. Bagaimana bisa?

Ilustrasi penjara atau rumah tahanan.Dabarti CGI/ShutterstockIndonesia sudah mengimplementasikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru sejak awal tahun 2023. Berdasarkan ketentuan Pasal 624 KUH...

Haruskah menderita demi gelar S3? Riset tunjukkan depresi mengintai mahasiswa doktoral

Ms.Lotus Bua/ShutterstockMahasiswa S3 merupakan aset penting bagi dunia penelitian, inovasi, dan pendidikan. Sayangnya, masa depan mereka terancam oleh risiko depresi akibat beban studi yang berat.Pen...

Jalan terjal bisnis media di Indonesia: Terjebak konglomerasi, kehilangan jati diri

Koran dan media cetak berjejer di rak kayu.masrob/ShutterstockArtikel ini diterbitkan untuk merayakan Hari Pers Nasional yang jatuh pada 9 Februari 2025Jurnalisme merupakan salah satu entitas penting ...