Asian Spectator

The Times Real Estate

.

‘Omon-omon’ ingin jadi negara maju: Sulit jika anggaran pendidikan dan riset dibabat habis

  • Written by Dadang I K Mujiono, Faculty member of International Relations Department, Universitas Mulawarman
‘Omon-omon’ ingin jadi negara maju: Sulit jika anggaran pendidikan dan riset dibabat habis

Belum genap empat bulan memerintah, rezim Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kembali menciptakan kegaduhan publik, utamanya melalui pemangkasan anggaran negara yang signifikan. Tidak tanggung-tanggung, 136 dari total 152 kementerian/lembaga pemerintah menjadi target efisiensi hingga Rp256,1 triliun[1] dan efisiensi transfer ke daerah sebesar Rp50,5 triliun.

Pemerintah mengklaim efisiensi tersebut bertujuan untuk membiayai program makan bergizi gratis (MBG)[2], program populis unggulan Prabowo. Ada pula dana efisiensi yang akan dimasukkan ke Danantara[3], superholding BUMN ciptaan Prabowo.

Pemangkasan anggaran negara memang tidak selalu buruk. Namun, hal yang mengecewakan publik adalah bahwa anggaran sektor pendidikan dan riset juga ikut dipangkas signifikan[4]. Pagu 2025 anggaran Kemendikdasmen dipangkas dari Rp33,5 triliun menjadi Rp26,2 triliun dan Kemendiktisaintek dipangkas dari Rp57,6 triliun menjadi Rp43,3 triliun.

Jika pemerintah bijak, alih-alih memprioritaskan kebijakan populis yang berumur pendek, pemerintah seharusnya mengalokasikan anggaran lebih banyak untuk riset, peningkatan kualitas pendidikan vokasi, dan insentif bagi industri teknologi lokal yang lebih memiliki efek pemberdayaan SDM jangka panjang.

Pasalnya, dari perspektif sosio-ekonomi, kebijakan populis seperti makan bergizi gratis dan bantuan langsung tunai berisiko menciptakan mentalitas ketergantungan pada pemerintah[5] dan mencegah masyarakat yang berpikir kritis. Ini jauh dari tujuan pemerintah memajukan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Negara maju berinvestasi pada pendidikan

Negara-negara maju menekankan kemandirian warganya, bukan kebijakan jangka pendek yang berorientasi pada bantuan langsung. Tugas utama pemerintah bukan sekadar memberikan makan gratis atau bantuan tunai dengan manfaat sesaat, melainkan memastikan masyarakat dapat mengakses pendidikan setinggi-tingginya. Sehingga, memiliki pekerjaan dengan upah yang layak agar mampu memenuhi kebutuhannya—dan pada akhirnya berkontribusi pada pembangunan nasional.

Sebagai contoh, Singapura secara konsisten berinvestasi besar di bidang pendidikan, inovasi, dan pengembangan SDM[6]. Meskipun anggaran pendidikannya tidak sebesar Indonesia, sekitar 12,4% dari APBN[7], pemerintah Singapura fokus pada pendidikan teknis, kewirausahaan, dan inovasi, ditambah program pelatihan keahlian di berbagai sektor industri di bawah naungan SkillsFuture[8].

Hasilnya, kontribusi SDM terhadap pertumbuhan ekonominya sangat signifikan[9], memungkinkan pemerintah memiliki surplus anggaran[10] untuk memenuhi berbagai kebutuhan negara, salah satunya pendidikan berkualitas.

Di sisi lain, Indonesia masih menghadapi tantangan besar di bidang pendidikan dan pengembangan SDM. Meskipun anggaran pendidikan relatif besar, yakni 20% dari APBN, efektivitas penggunaannya masih rendah[11]. Ini terjadi akibat[12] rendahnya kualitas tenaga pengajar, akses pendidikan yang sulit di daerah tertinggal, terdepan, dan terbelakang (3T), dan relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri.

Hasilnya, kontribusi SDM terhadap pertemubuhan ekonomi rendah[13], sehingga pemerintah kesulitan mendapatkan pendapatan yang cukup untuk berinvestasi lebih besar di sektor pendidikan.

Contoh lain adalah Korea Selatan yang berhasil mengembangkan ekonominya bukan hanya melalui pasar konsumsi yang besar namun melalui produktivitas tinggi dan inovasi teknologi.

Sejak 1960-an, pemerintah Korea Selatan berinvestasi besar dalam pendidikan STEM[14] (Science, Technology, Engineering, and Mathematic) dan R&D (Research and Development). Dengan strategi ini, Korea Selatan bertransformasi dari negara berkembang menjadi salah satu negara ekonomi terkuat di dunia, dengan sektor teknologi dan manufaktur sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya, Indonesia masih terlalu bergantung pada ekonomi konsumsi. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia banyak ditopang oleh besarnya pasar domestik, bukan karena produksi atau inovasi yang kompetitif secara global. Kontribusi industri manufaktur dan teknologi masih terbatas, sementara sektor informal masih mendominasi tenaga kerja.

Jika dibandingkan dengan Korea Selatan yang memiliki rasio pengeluaran R&D sebesar 5,21% dari PDB 2022[15], Indonesia hanya mengalokasikan 0,24% dari PDB 2022[16]. Dengan adanya angka ini, wajar jika Indonesia minim produk maupun inovasi dalam negeri, sehingga dibanjiri produk luar negeri, salah satunya dari Korea Selatan.

Paradoks penghematan, seremonial jalan terus

Ironisnya, meskipun pemerintah berusaha menghemat anggaran, kebijakan yang bertolak belakang masih terus terjadi. Terlepas dari jumlah kabinet “gemoy” pemerintah yang sarat akan politik balas budi[17], bukan politik meritokrasi, baru-baru ini Kementerian Koperasi[18] dan Kementerian Pertahanan[19] melantik sejumlah staf khusus khusus dari kalangan pendengung (buzzer) dan pesohor.

Selain itu, ada pula rencana retret kepala daerah selama satu minggu di Kompleks Akademi Militer Magelang yang diperkirakan akan menelan anggaran lebih dari Rp22 miliar[20].

Ironisnya lagi, sepertinya sejak awal pemerintah tidak berencana memangkas anggaran Kementerian Pertahanan, Kepolisian, TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN). Karena kritik publik, akhirnya anggaran lembaga-lembaga tersebut diwacanakan untuk dipangkas[21] meski dengan persentase pemangkasan yang jauh lebih rendah ketimbang sektor pendidikan dan riset.

Kenyataan bahwa pemerintah mempertahankan anggaran besar bagi Polri, TNI, dan BIN justru mengindikasikan tingkat legitimasi yang rendah dan ketimpangan alokasi anggaran. Ini menunjukkan bahwa pemerintah lebih fokus pada sektor pertahanan dan keamanan yang lekat dengan arah kebijakan represif.

‘Omon-omon’ janji tingkatkan SDM

Ini sama sekali tidak sesuai dengan janji kampanye Prabowo-Gibran yang tertera dalam visi-misi[22] mereka semasa Pilpres 2024 lalu, yang menekankan komitmen untuk memajukan kualitas SDM.

Jika memang ingin meningkatkan kualitas SDM, pemerintah seharusnya lebih menitikberatkan anggaran pada sektor pendidikan dan riset, bukan hanya pemberian makanan gratis di sekolah. Jika efisiensi adalah tujuan utama, seharusnya pemotongan anggaran berlaku merata di semua sektor, termasuk pertahanan dan kepolisian.

Ketika anggaran pendidikan dan riset dilucuti, sudah bisa ditebak kemana arah keberpihakan pemerintah. Alih-alih memajukan kualitas SDM, lambat laun Prabowo justru bisa membawa Indonesia menjauh dari cita-cita menjadi negara maju dan mencapai Indonesia Emas 2045.

References

  1. ^ 136 dari total 152 kementerian/lembaga pemerintah menjadi target efisiensi hingga Rp256,1 triliun (news.detik.com)
  2. ^ makan bergizi gratis (MBG) (www.tempo.co)
  3. ^ Danantara (www.tempo.co)
  4. ^ dipangkas signifikan (www.kompas.id)
  5. ^ ketergantungan pada pemerintah (berkas.dpr.go.id)
  6. ^ bidang pendidikan, inovasi, dan pengembangan SDM (www.eria.org)
  7. ^ 12,4% dari APBN (www.kompas.id)
  8. ^ SkillsFuture (www.skillsfuture.gov.sg)
  9. ^ signifikan (www.researchgate.net)
  10. ^ surplus anggaran (www.channelnewsasia.com)
  11. ^ efektivitas penggunaannya masih rendah (sustain.id)
  12. ^ akibat (www.tempo.co)
  13. ^ kontribusi SDM terhadap pertemubuhan ekonomi rendah (www.indopremier.com)
  14. ^ STEM (thelearningadventure.com)
  15. ^ 5,21% dari PDB 2022 (www.statista.com)
  16. ^ 0,24% dari PDB 2022 (www.statista.com)
  17. ^ politik balas budi (www.tempo.co)
  18. ^ Kementerian Koperasi (finance.detik.com)
  19. ^ Kementerian Pertahanan (www.bisnis.com)
  20. ^ Rp22 miliar (www.kompas.id)
  21. ^ diwacanakan untuk dipangkas (nasional.kompas.com)
  22. ^ janji kampanye Prabowo-Gibran yang tertera dalam visi-misi (www.kompas.id)

Authors: Dadang I K Mujiono, Faculty member of International Relations Department, Universitas Mulawarman

Read more https://theconversation.com/omon-omon-ingin-jadi-negara-maju-sulit-jika-anggaran-pendidikan-dan-riset-dibabat-habis-250147

Magazine

Expert Legal Help | Personal Injury Lawyer in Brisbane

Suffering a personal injury can be a traumatic and life-changing experience, leaving you wondering what to do next. Navigating the complex world of personal injury law in Brisbane can be overwhelmin...

Ketika pemberitaan penuh tekanan, bagaimana cara tetap ‘update’ tanpa ‘doomscrolling’?

Mart Production/PexelsAwalnya sesederhana kita mengintip media sosial favorit di tengah malam sebelum tidur. Lalu muncullah judul-judul berita yang menarik perhatian dengan keterangan “breaking ...

Komunikasi publik kabinet ‘gemoy’ Prabowo belum transparan dan tak hiraukan kritik

Presiden Prabowo Subianto.MRNPic/ShutterstockSalah satu warisan dari pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo adalah penggunaan media sosial yang masif terkait komunikasi publik lembaga ...