Asian Spectator

The Times Real Estate

.

Komunikasi publik kabinet ‘gemoy’ Prabowo belum transparan dan tak hiraukan kritik

  • Written by Rizkiya Ayu Maulida, Lecturer of Communication Studies, UPN Veteran Jakarta
Komunikasi publik kabinet ‘gemoy’ Prabowo belum transparan dan tak hiraukan kritik

Salah satu warisan dari pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo adalah penggunaan media sosial yang masif terkait komunikasi publik lembaga pemerintah. Selain itu, pada era Jokowi juga terdapat pemberdayaan personel kehumasan pada masing-masing lembaga pemerintah.[1]

Sistem tersebut dalam pelaksanaannya memiliki banyak kekurangan. Meskipun berkontribusi pada proses transparansi pemerintahan, komunikasi yang dilakukan lebih banyak bersifat satu arah.

Namun, era Presiden Prabowo Subianto sampai sejauh ini tampaknya belum menunjukkan perbaikan pada ranah komunikasi publik. Prabowo bahkan disebut cenderung tertutup pada publik. Banyak hal yang tidak dibuka secara transparan, terutama terkait program yang berdampak langsung pada rakyat.

Contohnya adalah pemotongan anggaran yang awalnya disebut-sebut akan dialihkan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Akan tetapi, Prabowo sendiri menyatakan sebagian besar hasil pemangkasan anggaran tersebut akan dimasukkan[2] ke induk besar perusahaan pelat merah, Danantara.

Pola komunikasi era Prabowo ini mulai menunjukkan indikasi tidak adanya perbaikan dari era Jokowi, bahkan cenderung lebih tertutup dan represif.

Era Jokowi: Komunikasi untuk membentuk reputasi

Jokowi merupakan salah satu tokoh politik yang menitikberatkan karier politiknya pada pembentukan citra. Saat memulai kiprah politiknya sebagai Wali Kota Solo, ia melakukan banyak kegiatan yang mengundang publisitas, di antaranya dengan mobil Esemka dan melakukan “blusukan”. Strategi yang sama[3] pun digunakan pada saat ikut ambil bagian pada kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019–yang membuatnya dua kali memenangkan kontes nasional tersebut.

Pada 2016, Jokowi mencetuskan gagasan mengenai Narasi Tunggal[4], yakni memberi arahan kepada semua kementerian/lembaga untuk memberikan narasi yang sama pada pesan-pesan komunikasi dengan publik.

Inisiatif Jokowi tersebut tidak ditemukan pada administrasi pemerintahan lain. Selama era Orde Baru, komunikasi publik pemerintah hanya dilakukan melalui Departemen Penerangan, tidak terdapat check dan balance karena media massa saat sangat dibatasi.

Pada era Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2010), pemerintah mengesahkan UU Keterbukaan Informasi Publik yang mewajibkan seluruh lembaga pemerintah untuk melaporkan kinerja mereka kepada publik, sebagai salah satu perwujudan akuntabilitas terhadap penggunaan APBN. Akan tetapi, untuk kegiatan komunikasi pemerintah, SBY lebih banyak mengandalkan Juru Bicara Kepresidenan.

Salah satu pendorong pemberdayaan komunikasi publik pada era Jokowi adalah pesatnya penggunaan internet di Indonesia. Di era Yudhoyono, pengguna internet di Indonesia hanya mengalami peningkatan dari 40 juta ke 88 juta.[5] Di akhir era pemerintahan Jokowi pada 2024, pengguna internet di Indonesia sudah berada di angka 224 juta.

Komunikasi Prabowo: Indikasi antikritik

Dibanding kandidat lain pada Pilpres 2024, Prabowo-Gibran merupakan kandidat yang memiliki paling sedikit kegiatan diskusi publik[6] dengan konstituen. Hal ini membuat masyarakat sedikit banyak mempertanyakan bagaimana pendekatan yang akan mereka tempuh pada bidang komunikasi publik.

Berdasarkan 17 prioritas program kerja[7] Prabowo-Gibran yang disampaikan pada masa kampanye, terdapat poin mengenai “Reformasi Politik, Hukum dan Birokrasi”. Namun berdasarkan dokumen visi misi mereka, tidak ada keterangan yang secara spesifik membahas mengenai komunikasi publik pemerintah.

Faktanya, hampir empat bulan memerintah, gaya komunikasi Prabowo justru cenderung tertutup.

Misalnya, dalam kisruh kelangkaan gas elpiji lalu, setelah persoalan tersebut ramai di media sosial, Prabowo menyuruh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengaktifkan kembali penjualan di pengecer. Padahal, hampir tidak mungkin seorang menteri bertindak tanpa arahan Presiden sehingga Prabowo tidak tahu bahwa Bahlil akan menyetop distribusi elpiji di pengecer.

Terkait pemangkasan anggaran, pemerintah menggembar-gemborkan bahwa dana efisiensi akan digunakan untuk membiayai program sosial, seperti MBG dan bantuan sosial. Namun, tiba-tiba Prabowo mengatakan dana tersebut akan dimasukkan ke Danantara[8].

Hal tersebut tentu membuat publik terkejut. Pemerintah seakan tertutup pada publik terkait penggunaan dana yang jumlahnya sangat besar.

Belum lagi gaya bahasa kasual Prabowo yang mulai menunjukkan indikasi antikritik. Baru-baru ini ia melontarkan[9] kata “ndasmu” dengan mimik mengejek dalam acara perayaan Hari Ulang Tahun ke-17 Partai Gerindra. Ia melontarkannya untuk merespons khalayak yang kerap mengkritik program MBG unggulannya dan kabinetnya yang cenderung gemuk.

Sejumlah pengamat dan warganet[10] sontak mengomentari gaya bahasa Prabowo tersebut, menyebutnya tidak pantas dilontarkan dari mulut seorang petinggi negara. Perkataan tersebut mengindikasikan bahwa Prabowo cenderung tidak terima kritik publik atas kebijakannya.

Jika merujuk pada teori komunikasi krisis situasional yang dikembangkan oleh Timothy W. Coombs,[11] seorang pakar komunikasi dari Texas A&M University, pendekatan komunikasi Prabowo ini bisa dikategorikan sebagai adalah denial. Artinya, Prabowo menganggap tidak ada yang perlu dikritisi maupun disalahkan dari kebijakan yang diambilnya.

Alih-alih menjawab kritikan dengan transparansi, Prabowo justru mengeluarkan ungkapan makian yang seolah mementahkan kritik yang disampaikan.

Tidak ada komunikasi dua arah

Pola komunikasi rezim Prabowo seperti ini cenderung mengkhawatirkan karena komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat tidak terjalin. Pemerintah bukan hanya bergeming dengan kritik masyarakat, tetapi juga tidak terima.

Padahal, James Grunig, seorang ahli komunikasi dari University of Maryland, mengemukakan bahwa model komunikasi yang ideal antara institusi dengan masyarakat yaitu two-way symmetrical model of communication[12].

Model ini memandang institusi dan masyarakat sebagai dua pihak yang setara. Institusi menjadikan kepentingan masyarakat sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan.

Menciptakan hubungan yang harmonis antara lembaga dengan masyarakat itu penting karena dapat memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan organisasi.

Memanfaatkan humas dengan baik

Dalam pemerintahan, selalu ada bagian komunikasi publik–atau yang biasa disebut hubungan masyarakat (humas). Inilah yang seharusnya bisa dimanfaatkan dengan baik oleh kabinet Prabowo guna menciptakan reputasi dan trust. Personel humas di lembaga pemerintah harus mampu menjadi jembatan atau fasilitator komunikasi antara masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya kepada pembuat kebijakan.

Kegiatan komunikasi publik yang dilakukan pemerintah harus dapat menciptakan hubungan yang dialogis atau dua arah antara masyarakat dengan pemerintah. Hubungan dialogis ini penting dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Masyarakat harus turut serta berkontribusi dan mengawasi sistem pemerintah yang berjalan, karena lembaga pemerintah yang dikelola dengan menggunakan pajak dari masyarakat.

Kegagalan mengelola hubungan yang baik dengan rakyat akan berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat terhadap administrasi pemerintah yang sedang berjalan.

Rezim Prabowo harus bebenah diri dengan memberikan transparansi atau publikasi secara rutin mengenai pencapaian atau kinerja yang dilakukan kepada publik.

Pemerintah yang hanya menyebarkan berita-berita positif terkait capaian pemerintah, tanpa merespons kritik publik secara transparan dan dialogis akan mengesankan bahwa pemerintah kurang serius melayani masyarakat. Terlebih, selama satu tahun terakhir, masyarakat tampak lebih terbuka dalam mengkritisi pemerintah, terutama melalui media sosial.

References

  1. ^ pemberdayaan personel kehumasan pada masing-masing lembaga pemerintah. (www.menpan.go.id)
  2. ^ dimasukkan (www.cnnindonesia.com)
  3. ^ Strategi yang sama (jurnal.kominfo.go.id)
  4. ^ gagasan mengenai Narasi Tunggal (portal.dephub.go.id)
  5. ^ hanya mengalami peningkatan dari 40 juta ke 88 juta. (lokadata.beritagar.id)
  6. ^ paling sedikit kegiatan diskusi publik (www.tempo.co)
  7. ^ 17 prioritas program kerja (www.antaranews.com)
  8. ^ akan dimasukkan ke Danantara (www.cnnindonesia.com)
  9. ^ melontarkan (kumparan.com)
  10. ^ warganet (www.bbc.com)
  11. ^ Timothy W. Coombs, (www.taylorfrancis.com)
  12. ^ yaitu two-way symmetrical model of communication (www.emerald.com)

Authors: Rizkiya Ayu Maulida, Lecturer of Communication Studies, UPN Veteran Jakarta

Read more https://theconversation.com/komunikasi-publik-kabinet-gemoy-prabowo-belum-transparan-dan-tak-hiraukan-kritik-242928

Magazine

Expert Legal Help | Personal Injury Lawyer in Brisbane

Suffering a personal injury can be a traumatic and life-changing experience, leaving you wondering what to do next. Navigating the complex world of personal injury law in Brisbane can be overwhelmin...

#IndonesiaGelap: Alarm bagi publik agar tak terlena narasi penguasa

Mahasiswa dari berbagai kampus berpartisipasi dalam aksi Indonesia Gelap di Jakarta untuk memprotes kebijakan pemerintah.@jackjackparrrBermula dari media sosial, tagar #IndonesiaGelap menjadi bentuk a...

Ketika pemberitaan penuh tekanan, bagaimana cara tetap ‘update’ tanpa ‘doomscrolling’?

Mart Production/PexelsAwalnya sesederhana kita mengintip media sosial favorit di tengah malam sebelum tidur. Lalu muncullah judul-judul berita yang menarik perhatian dengan keterangan “breaking ...