Ekspansi budi daya rumput laut berisiko mengancam kelangsungan padang lamun dan keanekaragaman hayati laut
- Written by Benjamin L.H. Jones, Chief Conservation Officer, Project Seagrass & Research Affiliate, Swansea University

Budi daya rumput laut adalah industri global yang berkembang pesat[1]. Sebagai sumber pangan, rumput laut bernilai gizi tinggi dan juga tidak membutuhkan pupuk untuk bisa tumbuh.
Selain itu, rumput laut menyediakan habitat penting bagi kehidupan laut, menyerap karbon dan nutrisi dari air, serta membantu melindungi garis pantai[2] dari erosi.
Biasanya, rumput laut tumbuh di permukaan keras seperti bebatuan. Namun, untuk membudidayakannya, area yang dipilih harus mudah diakses dan relatif terlindungi agar rumput laut tidak tercerabut ketika dihantam ombak.
Asia, terutama Cina dan Indonesia, menyumbang lebih dari 95% produksi rumput laut global[3]. Lokasi tambak rumput laut, khususnya di Asia Tenggara, biasanya berada di lingkungan yang sama dengan padang lamun, sehingga persaingan sumber daya pun tak terhindarkan.
Bukti menunjukkan bahwa budi daya rumput laut di atas padang lamun tropis dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan produktivitas lamun. Di perairan yang lebih dingin, rumput laut bahkan bisa mengungguli lamun dalam kompetisi[4], terutama ketika kandungan nutrisi dalam air sangat tinggi.
Meskipun ada dampak negatif, seperti efek bayangan yang menghalangi sinar matahari ke lamun, beberapa ilmuwan [5] justru menganjurkan ekspansi global budi daya rumput laut, di daerah-daerah di mana lamun tumbuh. Ironisnya, seruan ini muncul ketika berbagai inisiatif konservasi global sedang berusaha mencegah hilangnya ekosistem lamun.
Padang lamun memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim dan menjaga keanekaragaman hayati. Ekosistem ini berfungsi sebagai penyimpan karbon yang besar[6] dan menyediakan habitat bagi berbagai spesies laut.
Mengapa ada anjuran budi daya rumput laut di padang lamun?
Beberapa ilmuwan berargumen bahwa, berdasarkan penelitian mereka[7], keberadaan lamun dapat mengurangi patogen penyebab penyakit hingga 75%. Temuan ini menjadi sebuah keuntungan besar bagi industri budi daya rumput laut. Penyakit adalah salah satu tantangan utama dalam industri ini, dan perlindungan alami dari lamun dianggap bisa meningkatkan produktivitas.
Organisasi konservasi global seperti World Wildlife Fund (WWF) dan The Nature Conservancy[8], serta inisiatif Earthshot prize dari Pangeran William[9] juga mendukung budi daya rumput laut di area yang kaya lamun.
Namun, dalam tanggapan akademik yang diterbitkan di jurnal PNAS, kami bersama sejumlah ilmuwan lainnya[10], berpendapat bahwa klaim ini masih prematur. Kami khawatir bahwa tanpa pengelolaan yang tepat, ekspansi budi daya rumput laut dapat mengancam keanekaragaman hayati laut dan masyarakat yang menggantungkan hidup mereka dari ekosistem laut.
Masalah lain yang perlu diperhatikan adalah potensi jebakan[11] bagi satwa laut migran seperti penyu dan duyung akibat tali dan struktur budi daya rumput laut. Hal ini mengingat adanya kerangka hukum baru untuk melindungi habitat mereka[12], serta kekhawatiran spesies ini dibunuh oleh petani rumput laut[13].
Selain itu, akses masyarakat pesisir terhadap sumber daya laut juga menjadi pertanyaan. Banyak komunitas yang menggantungkan mata pencaharian pada perikanan di padang lamun. Dengan ekspansi budi daya rumput laut, mereka berisiko kehilangan akses terhadap sumber daya tersebut.
Organisasi konservasi mendukung budi daya rumput laut untuk alasan yang baik, yakni meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir terhadap dampak degradasi terumbu karang dan penangkapan ikan berlebihan. Namun, mereka juga sering kali luput mempertimbangkan konsekuensi tak terduga[14], serta aspek keadilan bagi komunitas lokal.
Dalam praktiknya, penempatan area budi daya rumput laut mirip dengan upaya “perampasan laut”, di mana petani rumput laut mendapatkan hak penggunaan laut dengan prinsip “siapa cepat, dia dapat,” meskipun mereka tidak memiliki kepemilikan atas dasar laut.
Standar-standar keberlanjutan
Jika budi daya rumput laut terus diperluas, standar keberlanjutan harus ditegakkan dan diperkuat. Pada 2017, Dewan Akuakultur dan Kelautan meluncurkan[15] standar keberlanjutan untuk budi daya rumput laut.
Namun, hanya sedikit usaha budi daya rumput laut tropis yang memenuhi standar, karena dampak yang diketahui terhadap padang lamun (yang secara jelas didefinisikan dalam standar sebagai habitat laut yang rentan). Ada juga kemungkinan efek negatif terhadap spesies yang terancam punah, seperti duyung, yang sering berada di habitat padang lamun.
Keberhasilan jangka panjang strategi budi daya rumput laut juga masih menjadi perdebatan. Di Tanzania[16], misalnya, banyak petani telah meninggalkan industri ini karena keuntungan yang rendah dibandingkan dengan investasi yang mereka keluarkan.
Beberapa penelitian[17] menunjukkan bahwa budi daya rumput laut dapat mengurangi pendapatan dan kesehatan, terutama bagi perempuan yang terlibat dalam sektor ini. Sementara di beberapa wilayah di mana budi daya rumput laut diharapkan mengurangi tekanan pada penangkapan ikan, faktanya justru meningkatkan (atau sering kali hanya memindahkannya) ke lokasi lain.
Mengingat ancaman terhadap ekosistem laut tropis terus meningkat, sementara peran mereka dalam ketahanan iklim sangat krusial, maka pemahaman keseimbangan antara keuntungan dan dampak negatif sebelum melakukan ekspansi budi daya rumput laut adalah prioritas. Untuk meminimalkan risiko lebih lanjut, program internasional dan penelitian yang mendukung ekspansi skala besar budi daya rumput laut harus lebih selaras dengan standar-standar keberlanjutan[18].
References
- ^ industri global yang berkembang pesat (globalseaweed.org)
- ^ serta membantu melindungi garis pantai (www.mdpi.com)
- ^ 95% produksi rumput laut global (fppn.biomedcentral.com)
- ^ rumput laut bahkan bisa mengungguli lamun dalam kompetisi (journals.plos.org)
- ^ beberapa ilmuwan (www.pnas.org)
- ^ penyimpan karbon yang besar (theconversation.com)
- ^ berdasarkan penelitian mereka (www.pnas.org)
- ^ The Nature Conservancy (www.nature.org)
- ^ Earthshot prize dari Pangeran William (earthshotprize.org)
- ^ kami bersama sejumlah ilmuwan lainnya (doi.org)
- ^ jebakan (www.dugongconservation.org)
- ^ melindungi habitat mereka (www.science.org)
- ^ dibunuh oleh petani rumput laut (www.theborneopost.com)
- ^ konsekuensi tak terduga (ecologyandsociety.org)
- ^ meluncurkan (asc-aqua.org)
- ^ Tanzania (www.tandfonline.com)
- ^ Beberapa penelitian (www.sciencedirect.com)
- ^ standar-standar keberlanjutan (asc-aqua.org)
Authors: Benjamin L.H. Jones, Chief Conservation Officer, Project Seagrass & Research Affiliate, Swansea University