Asian Spectator

The Times Real Estate

.

Dilema organisasi masyarakat sipil: Pejuang aspirasi publik, terlilit masalah pendanaan

  • Written by Masitoh Nur Rohma, Assistant Professor in International Relations, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Dilema organisasi masyarakat sipil: Pejuang aspirasi publik, terlilit masalah pendanaan

Sejarah mencatat organisasi masyarakat sipil (OMS) berperan besar di Indonesia bahkan sejak dalam proses pembentukan negara. Dalam risalah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sedikitnya terdapat 50 OMS yang terlibat[1], misalnya ada Boedi Oetomo (1908), Sarekat Dagang Islam (1911), Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926), Sumpah Pemuda (1928), Indonesia Muda (1931), dan lain-lain.

Peran OMS di Indonesia[2] mencakup berbagai aspek, mulai dari memperjuangkan hak asasi manusia dan hak sipil—khususnya bagi kelompok rentan, hingga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan. OMS juga berperan penting dalam menangani krisis[3] dan menyokong proses pembangunan berkelanjutan di Indonesia[4].

OMS juga lebih efektif dalam merespons isu sosial karena mereka sudah berfokus pada isu-isu kemanusiaan dan keadilan. Lain halnya pemerintah yang terkadang lambat beraksi karena struktur birokrasi dan administrasi yang kaku.

Sayangnya, pelaksanaan peran penting OMS kerap tersandung masalah pendanaan. Sejauh ini,[5], mayoritas OMS di Indonesia bergantung pada donor (terutama dari luar negeri) ketimbang mendapatkan dukungan dari pemerintah.

Pendanaan internasional bagi OMS semakin berkurang[6] setelah Indonesia bergabung dalam G20 pada dan masuk kategori negara berpendapatan menengah-atas pada 2008. Situasi ini amat memengaruhi OMS, apalagi di tingkat lokal[7].

Minimnya pendanaan dari pemerintah

Berdasarkan laporan The Civil Society Organization Sustainability Index (CSOSI)[8], indeks kemampuan finansial OMS Indonesia dalam dua tahun terakhir (2023-2024) masih berkembang tapi cenderung terhambat. Jumlah OMS yang mencapai 300 ribu pada masa reformasi, kini menurun drastis[9] menjadi kurang dari 8 ribu organisasi akibat minimnya dukungan pemerintah dan donor internasional.

Masalah utama[10] sumber daya dan diversifikasi pendanaan OMS tak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia.

Di sisi lain, ketergantungan pada donor internasional membuat akuntabilitas OMS di Indonesia meningkat[11]. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tuntutan donor untuk membuat pelaporan yang lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

Untuk pendanaan OMS dari pemerintah[12], pengelolaannya mengikuti mekanisme khusus bernama Swakelola Tipe 3[13]. Sejauh ini, jumlah pendanaan untuk OMS dari mekanisme ini[14] masih sangat kecil.

Pengalaman tahun 2023 juga menunjukkan banyak kesalahan pelabelan[15] dalam paket Swakelola Tipe 3. Beberapa paket yang seharusnya ditujukan untuk OMS justru mencakup proyek konstruksi, operasional pemerintah, pengadaan barang, hibah, dan jasa pihak ketiga.

OMS juga merasa kesulitan mengakses Swakelola Tipe 3. Ini terjadi karena mereka kesulitan mengakses informasi dan tidak memenuhi syarat untuk menjadi penerima dana.

Berdasarkan penelitian USAID-MADANI terhadap 437 OMS di Indonesia, sumber pendanaan dari pemerintah hanya mencapai 21%[16]. Sementara itu, mayoritas pendanaan berasal dari internal organisasi, yaitu sebanyak 46%.

Sebanyak 52% OMS yang diteliti menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah tidak memberikan dukungan yang memadai atau tidak mendukung[17] pemberdayaan OMS sama sekali, terutama terkait pendanaan.

Alasan mereka antara lain pemerintah tidak mendukung program OMS, akses terhadap pendanaan terbatas dan syaratnya rumit, dan pemerintah tidak mendukung penguatan OMS secara keseluruhan. Meski demikian, yang menarik adalah sebanyak 58% OMS telah berkolaborasi dengan pemerintah daerah.

Lemahnya komitmen pemerintah untuk memberikan anggaran pada sektor yang ditangani oleh OMS dapat dilihat pada penanganan HIV/AIDS dalam kerangka Target Three Zero 2030. Pada tahun 2021, pemerintah Medan, Surabaya, Makassar, Sorong, dan Jayapura[18] tidak menganggarkan dana untuk program ini.

Kondisi ini menggambarkan bahwa pendanaan dari kas negara minim bukan karena anggaran tak memadai, melainkan karena pemerintah tidak menjadikan bantuan dana OMS sebagai prioritas.

Minimnya pendanaan tidak hanya memengaruhi operasional organisasi tetapi juga pada para anggota dan aktivis yang terlibat di dalamnya. OMS kerap kepayahan dalam mempertahankan pekerja yang kompeten karena keterbatasan anggaran[19] untuk memberikan gaji yang stabil. Situasi ini mengancam pengembangan organisasi dan keberlanjutan program-programnya.

Sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi minimnya pendanaan dari pemerintah, lahirlah inisiatif bernama Ananta Fund[20] pada 2022.

Ananta Fund merupakan forum kolaborasi untuk membuka peluang kerja sama penyedia dana dari berbagai sektor, mulai dari organisasi bilateral, multilateral, filantropi, dan perusahaan. Inisiatif ini berupaya meningkatkan jumlah dana abadi Ananta Fund serta pendanaan langsung untuk program penguatan OMS.

Dukungan wajib dari pemerintah

Kesejahteraan OMS, baik secara organisasi maupun individu, sangat bergantung pada pendanaan. Sayangnya, akses terhadap sumber dana, terutama dari pemerintah, juga sangat terbatas.

Sebagai gantinya, OMS mencoba diversifikasi donor agar tidak bergantung dari satu sumber dana. Sebagai contoh, mereka mencari pendanaan dari CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) maupun platform urun dana atau crowdfunding seperti Kitabisa.com[21].

Melihat situasi tersebut, pemerintah seharusnya lebih peka dan mengakui peran OMS dengan memberikan dana yang memadai. Pemerintah perlu mendefinisikan peran OMS sebagai mitra strategis dalam membantu masyarakat dan mengakui peran penting mereka dalam perubahan sosial.

Selain itu, keterbukaan pemerintah dan peluang kerja sama yang lebih luas untuk OMS akan membantu menopang keberlanjutan OMS dalam menggaungkan aspirasi publik dan merealisasikannya dalam bentuk pembangunan.

Artikel ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Indonesia Civil Society Forum (ICSF) 2024.

References

  1. ^ 50 OMS yang terlibat (journal.universitaspahlawan.ac.id)
  2. ^ Peran OMS di Indonesia (penabulufoundation.org)
  3. ^ menangani krisis (www.civicus.org)
  4. ^ proses pembangunan berkelanjutan di Indonesia (ekonomis.unbari.ac.id)
  5. ^ Sejauh ini, (ugm.ac.id)
  6. ^ semakin berkurang (anantafund.org)
  7. ^ di tingkat lokal (co-evolve.id)
  8. ^ laporan The Civil Society Organization Sustainability Index (CSOSI) (penabulufoundation.org)
  9. ^ menurun drastis (ugm.ac.id)
  10. ^ Masalah utama (www.madani-indonesia.org)
  11. ^ akuntabilitas OMS di Indonesia meningkat (journal-old.unhas.ac.id)
  12. ^ pendanaan OMS dari pemerintah (www.ksi-indonesia.org)
  13. ^ mekanisme khusus bernama Swakelola Tipe 3 (peraturan.bpk.go.id)
  14. ^ mekanisme ini (penabulufoundation.org)
  15. ^ banyak kesalahan pelabelan (penabulufoundation.org)
  16. ^ hanya mencapai 21% (www.madani-indonesia.org)
  17. ^ tidak memberikan dukungan yang memadai atau tidak mendukung (www.madani-indonesia.org)
  18. ^ Medan, Surabaya, Makassar, Sorong, dan Jayapura (linklsm.id)
  19. ^ keterbatasan anggaran (infid.org)
  20. ^ Ananta Fund (anantafund.org)
  21. ^ CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) maupun platform urun dana atau crowdfunding seperti Kitabisa.com (penabulufoundation.org)

Authors: Masitoh Nur Rohma, Assistant Professor in International Relations, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta

Read more https://theconversation.com/dilema-organisasi-masyarakat-sipil-pejuang-aspirasi-publik-terlilit-masalah-pendanaan-252288

Magazine

Bahaya revisi UU TNI: Multifungsi membuat prajurit jadi ‘kurang militer’, publik terancam direpresi

Prajurit TNI sedang berbaris dalam sebuah upacara.pakww/ShutterstockWacana pemerintah dan parlemen untuk merevisi ketentuan dalam Undang-Undang TNI kini tengah jadi sorotan. Ada ketakutan revisi ini a...

Buruknya demokrasi Indonesia setelah Orde Baru: dampak dari ‘negara bayangan’

Negara bayangan membuat demokrasi Indonesia setelah Reformasi kian lapukMuhammad Renaldi/Pexels, CC BYDemokrasi di Indonesia tidak mengalami kemajuan, bahkan setelah sekian lama memasuki era Reformasi...

Dilema organisasi masyarakat sipil: Pejuang aspirasi publik, terlilit masalah pendanaan

Ilustrasi mekanisme 'grant funding' sebagai salah satu skema pendanaan untuk organisasi masyarakat sipil.A9 STUDIO/ShutterstockSejarah mencatat organisasi masyarakat sipil (OMS) berperan besar di Indo...