Dengan mengamati cangkang, kita tahu bahwa laut menyimpan jauh lebih banyak karbon dibanding hutan
- Written by Rupert Sutherland, Professor of tectonics and geophysics, Te Herenga Waka — Victoria University of Wellington
Kita kerap berpikir hutan dan tanah sebagai satu-satunya penyerap karbon. Padahal, lautan dunia menyimpan karbon jauh lebih besar dan lebih efektif secara permanen.
Studi terbaru kami[1] menginvestigasi tingkat penghilangan karbon secara permanen oleh cangkang plankton di laut dekat Selandia Baru.
Kami menunjukkan bahwa cangkang tersebut berhasil menyerap karbon dalam jumlah yang setara dengan emisi karbon dioksida yang dilepaskan di daerah tersebut. Proses ini bahkan jauh lebih tinggi saat pemanasan global terjadi saat zaman kuno.
Manusia melepaskan karbon yang tertanam di dalam tanah ke atmosfer melalui pembakaran energi fosil. Di udara, karbon tersebut berubah menjadi karbon dioksida.
Karbon tersebut sulit tertanam kembali di dalam tanah. Nah, mekanisme geologis untuk penyimpanan karbon saat ini justru berada di laut melalui kumpulan cangkang-cangkang plankton yang mengendap di dasar laut.
Author provided, CC BY-ND[2]Benua Zealandia[3] sebagian besar berada di bawah permukaan laut – kawasan barat daya Samudera Pasifik. Hanya pulau-pulau Selandia Baru dan Caledonia Baru yang berada di atas permukaan laut.
Emisi CO2[4] dari pembakaran energi fosil di benua tersebut mencapai 45 juta ton per tahun – setara 0,12% dari total emisi global.
Kami mendokumentasikan proyek yang menjadi bagian dari International International Ocean Discovery Program (IODP[5]). Ekspedisi 371[6] telah mengebor dasar laut Zealandia untuk menyelidiki bagaimana suatu benua dapat terbentuk. Kami juga menganalisis perubahan lingkungan zaman kuno yang terekam dalam endapan tersebut.
Menyerap karbon ke dasar laut
Karbon organik yang berupa tumbuhan mati, ganggang, maupun hewan, sebagian besar dimakan oleh makhluk lain, terutama bakteri, baik di laut maupun di tanah hutan. Mayoritas organisme sangat kecil (berukuran kurang dari 1 mm) di laut tetap tidak terlihat.
Namun, ketika mati dan tenggelam, mikroorganisme ini mengangkut karbon ke laut dalam. Cangkang mereka dapat terakumulasi di dasar laut hingga membuat tumpukan atau deposit kapur maupun batu kapur yang besar.
Read more: Makhluk laut di ekuator berpindah ke tempat yang lebih dingin. Sejarah tunjukkan ini bisa berujung pada kepunahan massal[7]
Sedimen yang kami gali memiliki ketebalan ratusan meter, dan terbentuk selama iklim yang lebih hangat. Kita dapat mengetahui lingkungan masa lalu melalui analisis fosil, sekaligus menaksir keadaan dekade maupun abad-abad mendatang.
Sedangkan cangkang plankton, yang terbuat dari kalsium karbonat, menyerap karbon dalam jumlah besar. Per tahunnya, rata-rata ada 20 ton kalsium karbonat yang tersimpan dalam kerang selama satu juta tahun terakhir.
Laia Alegret, IODP, CC BY-ND[8]Nah, jika luas total benua Zealandia mencapai 6 juta km2, maka tingkat rata-rata penyimpanan kalsium karbonat adalah sekitar 120 juta ton per tahun. Angka ini setara dengan 53 juta ton CO2 per tahun atau senilai dengan emisi dari pembakaran bahan bakar fosil di benua tersebut saat ini.
Kerang-kerang mikro ini pun tak hanya terakumulasi di Benua Zealandia, tapi di mayoritas dasar lautan di dunia.
Rupert Sutherland, CC BY-ND[9][10]Siklus karbon di planet kita
Secara alami, proses peleburan batuan di perut bumi akan melepaskan CO2 melalui dari mata air mineral dan aktivitas gunung berapi. Perubahan iklim mungkin tak akan mempengaruhi aktivitas ini.
CO2 baru kembali terserap ke permukaan ketika batuan hancur, ataupun saat cangkang-cangkang mikro menumpuk di dasar laut. Aktivitas inilah yang mungkin akan terimbas oleh perubahan iklim.
Perubahan juga dapat terjadi di kawasan biosfer (daratan) dan lautan yang menyimpan cadangan karbon besar. Sistem ini begitu kompleks. Banyak ilmuwan yang berusaha memahami bagaimana aktivitas manusia mempengaruhi perubahan tersebut.
Komponen-komponen dari sistem karbon dunia memiliki perubahan yang berbeda, dalam intensitas yang tak sama pula. Studi kami menyediakan sejumlah petunjuk tentang apa yang akan terjadi di lautan.
Rupert Sutherland, CC BY-ND[11]Sekitar 4-8 juta tahun yang lalu, suhu bumi lebih hangat. Kadar CO2 serupa atau bahkan lebih tinggi dari hari ini. Sedangkan lautan lebih asam.
Meski demikian, kami menemukan tingkat timbunan rata-rata kerang di benua Zealandia pada saat itu dua kali lipat lebih banyak dibandingkan jutaan tahun terakhir. Pola ini terlihat di tempat lain di seluruh dunia. Iklim yang lebih hangat selama periode ini menghasilkan lebih banyak cangkang plankton yang tertimbun di lautan.
Namun, perlu dicatat bahwa data ini adalah tingkat akumulasi rata-rata dalam skala waktu jutaan tahun. Mekanisme bagaimana proses pemanasan lautan kuno yang menghasilkan lebih banyak cangkang masih terus diteliti oleh para ilmuwan (termasuk oleh tim kami).
Sungai dan angin menyuplai nutrisi ke laut, terutama selama peristiwa cuaca ekstrem. Perubahan itu pun dapat terjadi waktu yang cukup singkat. Di sisi lain, pemodelan iklim terpadu[12] menunjukkan bahwa perubahan arus laut berskala besar yang memacu pasokan nutrisi dari laut dalam bisa memakan waktu berabad-abad atau bahkan ribuan tahun.
Pekerjaan kami menyoroti dan menghitung seberapa penting peran laut, serta kehidupan mikroskopis di dalamnya, dalam pemulihan keseimbangan planet kita. Proses bangkai-bangkai plankton menyerap karbon, lalu menyimpannya secara permanen dalam cangkangnya di dasar laut, dapat berkontribusi pada dinamika emisi CO2 hasil aktivitas manusia.
Tim Fulton, IODP/JRSO, CC BY-ND[13]Nah, aktivitas penyerapan dan penyimpanan karbon di laut ini bisa jadi bakal meningkat pada masa depan.
Studi kami menunjukkan bahwa lautan yang lebih hangat pada akhirnya dapat menghasilkan lebih banyak cangkang kalsium karbonat di lautan dibandingkan jumlahnya saat ini. Meski demikian, pengasaman laut hampir pasti akan terjadi.
Seberapa cepat perubahan tingkat penyerapan karbon alami di laut masih sangat tidak pasti. Bisa jadi hal tersebut akan memakan waktu berabad-abad, sebelum bumi mencapai keadaan laut yang mirip dengan yang kami temukan di benua Zealandia versi 4-8 juta tahun yang lalu.
Kita membutuhkan lebih banyak riset untuk memahami bagaimana peralihan dapat terjadi. Studi juga masih diperlukan untuk menakar seberapa mungkin kita meningkatkan produktivitas biologis di lautan guna meredam perubahan iklim, ataupun untuk mempertahankan serta memulihkan kekayaan biodiversitas di muka bumi.
References
- ^ Studi terbaru kami (doi.org)
- ^ CC BY-ND (creativecommons.org)
- ^ Benua Zealandia (theconversation.com)
- ^ Emisi CO2 (www.globalcarbonproject.org)
- ^ IODP (www.iodp.org)
- ^ Ekspedisi 371 (publications.iodp.org)
- ^ Makhluk laut di ekuator berpindah ke tempat yang lebih dingin. Sejarah tunjukkan ini bisa berujung pada kepunahan massal (theconversation.com)
- ^ CC BY-ND (creativecommons.org)
- ^ Rupert Sutherland (doi.org)
- ^ CC BY-ND (creativecommons.org)
- ^ CC BY-ND (creativecommons.org)
- ^ pemodelan iklim terpadu (www.nature.com)
- ^ CC BY-ND (creativecommons.org)
Authors: Rupert Sutherland, Professor of tectonics and geophysics, Te Herenga Waka — Victoria University of Wellington