Asian Spectator

Demi inovasi, dana pendidikan perlu lebih banyak berinvestasi ke universitas dalam negeri

  • Written by Ronald Eberhard Tundang, Ph.D. Candidate, Chinese University of Hong Kong
Demi inovasi, dana pendidikan perlu lebih banyak berinvestasi ke universitas dalam negeri
Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024. Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabowo yang memuat isu-isu penting hasil pemetaan kami bersama TCID Author Network. Edisi ini turut mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, sekaligus menjadi bekal Prabowo-Gibran menjalankan tugasnya. Ambisi Indonesia untuk naik ke status negara berpenghasilan tinggi[1] membutuhkan transformasi yang signifikan, tak terkecuali dalam hal pendidikan dan penelitian. Sayangnya, investasi Indonesia di bidang pendidikan jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara anggota G20 yang lain. Berdasarkan data terakhir, Indonesia membelanjakan sekitar 3,4% dari produk domestik bruto (PDB) untuk pendidikan,[2], kontras dengan negara-negara seperti Afrika Selatan dan Brasil yang mengalokasikan lebih dari 5% PDB mereka. Kurangnya investasi ini merupakan hambatan yang signifikan untuk mendorong inovasi dan mengurangi ketergantungan negara pada pengetahuan dan keahlian SDM dari luar negeri. Pemerintah memang telah menunjukkan komitmen melalui inisiatif seperti Lembaga Pengelola Dana Abadi Beasiswa Indonesia (LPDP)[3] yang bertujuan memberikan bantuan pendanaan pendidikan untuk warga negara Indonesia (WNI). Namun, pengelolaan dana tersebut tidak banyak ditujukan untuk peningkatan kapasitas universitas di dalam negeri. Berdasarkan laporan tahunan LPDP tahun 2022,[4] dana abadi pendidikan tinggi hanya sebesar Rp7 triliun. Ini sangat kecil jika dibandingkan dengan dana beasiswa pendidikan yang mencapai Rp101 triliun. Artinya, hanya sekitar 5,6% dari total dana LPDP yang dialokasikan untuk mendukung peningkatan kualitas universitas-universitas di Indonesia. Sementara, anggaran operasional tahunan universitas-universitas ternama di Indonesia seperti Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada[5] hanya sekitar Rp3 triliun[6]—kalah jauh dari anggaran Universitas Nasional Singapura (NUS) yang sekitar S$3 miliar (Rp34 triliun)[7]. Anggaran ini jelas tidak cukup mengingat tantangan besar yang dihadapi oleh universitas dalam negeri seperti kurangnya fasilitas penelitian, rendahnya peringkat global, dan terbatasnya akses terhadap sumber daya berkualitas. Dengan kata lain, alokasi yang lebih besar dari dana abadi pendidikan tinggi sangat dibutuhkan untuk mempercepat peningkatan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan total dana sebesar Rp154,1 triliun[8], LPDP memiliki kapasitas untuk memperluas alokasi dana untuk universitas di dalam negeri. Perluasan alokasi ini penting, terutama jika pemerintahan Prabowo nantinya serius berkomitmen[9] untuk dapat meningkatkan daya saing institusi pendidikan tinggi dalam negeri, menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih kuat, dan mengurangi ketergantungan pada beasiswa luar negeri. Merangkul ekonomi inovatif Dari segi inovasi, Indonesia tertinggal jauh di tingkat global. Menurut Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO), Indonesia mengajukan sekitar 1.549 aplikasi paten dalam negeri pada tahun 2022[10]. Jumlah ini sedikit mengingat jumlah penduduk dan PDB Indonesia yang besar. Singapura dengan jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit dan PDB yang lebih kecil saja mencatat 1.708 aplikasi di tahun yang sama[11]. Selain itu, kontribusi universitas-universitas terkemuka di Indonesia terhadap publikasi penelitian global masih rendah. Sebagai contoh, pada 2022, Universitas Indonesia (UI) menghasilkan sekitar 15 publikasi ilmiah yang terindeks di Nature[12], sedangkan NUS menghasilkan 1.035 publikasi ilmiah[13]. Dari segi pengeluaran, anggaran penelitian dan pengembangan Indonesia hanya mencapai sekitar 0,3% dari PDB—sangat rendah dibandingkan dengan rata-rata global sebesar 2,2%.[14]. Rendahnya investasi di bidang tersebut membatasi kapasitas Indonesia untuk mengembangkan teknologi dan solusi dalam negeri yang disesuaikan dengan tantangan dan peluang yang ada. Untuk bertransisi menjadi negara maju, Indonesia harus merangkul dan mengembangkan ekonomi inovatif. Pemerintah perlu memprioritaskan penelitian dan pengembangan serta memberikan insentif pada inovasi secara efektif. Pasalnya, inovasi berperan sebagai pendorong penting pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan daya saing di panggung global[15]. Negara-negara yang berhasil bertransisi menjadi negara berpenghasilan tinggi, seperti Korea Selatan dan Singapura, telah berinvestasi besar-besaran dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi, dengan sistem pendukung yang kuat untuk lembaga penelitian dan kolaborasi yang kuat antara akademisi dan industri[16]. Tantangan ‘brain drain’ Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia dalam membangun ekonomi inovatif adalah fenomena brain drain. Banyak dari para pemikir terbaik Indonesia memilih untuk tetap tinggal di luar negeri setelah menyelesaikan studi mereka karena ketiadaan ekosistem penelitian yang memadai di Indonesia. Statistik terbaru mengungkapkan bahwa hampir 4.000 orang Indonesia, terutama pelajar berusia 25 hingga 35 tahun,[17] memperoleh kewarganegaraan Singapura antara tahun 2019 dan 2022[18]. Tren ini menunjukkan daya tarik peluang kerja yang lebih baik dan gaji yang lebih tinggi di luar negeri. Pada tahun 2018,[19] gaji bulanan tertinggi untuk lulusan baru di Indonesia adalah sekitar $307 (Rp4,6 juta), sedangkan lulusan di Singapura mendapatkan $2,090 (sekitar Rp32 juta). Ini membuat Indonesia kehilangan tenaga profesional terampil yang dibutuhkan untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Untuk membalik tren ini, pemerintah perlu memperkuat universitas dan lembaga penelitian dalam negeri. Dengan mengalihkan dana LPDP untuk memperkuat infrastruktur penelitian di universitas dalam negeri, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi penelitian inovatif dan kolaboratif yang mendukung tujuan pembangunan nasional. Investasi perluas akses Berinvestasi di universitas-universitas di Indonesia tidak hanya memperkuat ekosistem inovasi di negara ini, tetapi juga memperluas akses pendidikan tinggi bagi masyarakat umum. Saat ini, hanya 36% penduduk Indonesia berusia 19-23 tahun[20] yang terdaftar di institusi pendidikan tinggi—tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, yang angka pendaftarannya melebihi 50%. Akses yang lebih luas terhadap pendidikan tinggi yang berkualitas sangat penting bagi pembangunan sosial dan ekonomi Indonesia[21]. Tenaga kerja yang lebih terdidik akan lebih siap untuk mendorong inovasi, meningkatkan produktivitas, dan bersaing dalam ekonomi global. Selain itu, dengan membuat pendidikan tinggi lebih terjangkau dan mudah diakses di dalam negeri, Indonesia dapat mengurangi beban ekonomi keluarga dan pemerintah, yang membutuhkan biaya cukup besar jika kuliah di luar negeri[22]. Perlunya reorientasi kebijakan di era Prabowo LPDP telah memainkan peran penting dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Secara kumulatif dari periode 2013 - 2022, jumlah penerima beasiswa LPDP sudah mencapai 35.536 orang[23]. Namun, pemerintahan Prabowo sebaiknya memikirkan kembali strategi pengelolaan dana abadi pendidikan ini. Dengan mengalihkan fokus pada universitas dalam negeri dan menumbuhkan ekosistem inovasi yang dinamis, Indonesia dapat meletakkan dasar bagi perekonomian yang lebih kompetitif dan tangguh. Reorientasi kebijakan ini akan memastikan bahwa manfaat dari investasi pendidikan dan penelitian dapat dirasakan sepenuhnya di dalam negeri, sehingga dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi jangka panjang dan posisi Indonesia di kancah global. Dengan memberdayakan lembaga-lembaga dalam negeri dan memberikan insentif untuk penelitian dan pengembangan, Indonesia dapat bertransformasi menjadi pusat inovasi dan kreativitas, yang tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tetapi juga meningkatkan kualitas hidup warganya. References^ status negara berpenghasilan tinggi (eastasiaforum.org)^ Berdasarkan data terakhir, Indonesia membelanjakan sekitar 3,4% dari produk domestik bruto (PDB) untuk pendidikan, (data.worldbank.org)^ Lembaga Pengelola Dana Abadi Beasiswa Indonesia (LPDP) (lpdp.kemenkeu.go.id)^ Berdasarkan laporan tahunan LPDP tahun 2022, (lpdp.kemenkeu.go.id)^ anggaran operasional tahunan universitas-universitas ternama di Indonesia seperti Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada (www.kompas.id)^ sekitar Rp3 triliun (files.ui.ac.id)^ S$3 miliar (Rp34 triliun) (nus.edu.sg)^ sebesar Rp154,1 triliun (www.antaranews.com)^ pemerintahan Prabowo nantinya serius berkomitmen (katadata.co.id)^ Menurut Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO), Indonesia mengajukan sekitar 1.549 aplikasi paten dalam negeri pada tahun 2022 (www.wipo.int)^ mencatat 1.708 aplikasi di tahun yang sama (www.wipo.int)^ 15 publikasi ilmiah yang terindeks di Nature (www.nature.com)^ menghasilkan 1.035 publikasi ilmiah (www.nature.com)^ 0,3% dari PDB—sangat rendah dibandingkan dengan rata-rata global sebesar 2,2%. (www.google.com)^ Pasalnya, inovasi berperan sebagai pendorong penting pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan daya saing di panggung global (eastasiaforum.org)^ kolaborasi yang kuat antara akademisi dan industri (eastasiaforum.org)^ 4.000 orang Indonesia, terutama pelajar berusia 25 hingga 35 tahun, (thediplomat.com)^ antara tahun 2019 dan 2022 (thediplomat.com)^ Pada tahun 2018, (www.statista.com)^ Saat ini, hanya 36% penduduk Indonesia berusia 19-23 tahun (www.worldbank.org)^ sangat penting bagi pembangunan sosial dan ekonomi Indonesia (eastasiaforum.org)^ biaya cukup besar jika kuliah di luar negeri (doi.org)^ Secara kumulatif dari periode 2013 - 2022, jumlah penerima beasiswa LPDP sudah mencapai 35.536 orang (databoks.katadata.co.id)Authors: Ronald Eberhard Tundang, Ph.D. Candidate, Chinese University of Hong Kong

Read more https://theconversation.com/demi-inovasi-dana-pendidikan-perlu-lebih-banyak-berinvestasi-ke-universitas-dalam-negeri-239857

Magazine

Kepribadian bukan takdir: penelitian membuktikan kita bisa mengubahnya

seorang wanita sedang melihat dirinya sendiri di cermin.lechatnoir/E+ via Getty ImagesApakah kamu pernah mengikuti tes kepribadian? Jika kamu seperti saya, mungkin kamu pernah mencoba kuis di BuzzFeed...

‘Warisan’ kebijakan pendidikan Jokowi untuk Prabowo

Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauP...

Demi inovasi, dana pendidikan perlu lebih banyak berinvestasi ke universitas dalam negeri

Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024.Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauP...



NewsServices.com

Content & Technology Connecting Global Audiences

More Information - Less Opinion