Asian Spectator

Meningkatnya konflik di Timur Tengah setahun terakhir menandai mulainya era baru arus pengungsi regional

  • Written by Nicholas R. Micinski, Assistant Professor of Political Science and International Affairs, University of Maine
Meningkatnya konflik di Timur Tengah setahun terakhir menandai mulainya era baru arus pengungsi regional

Konflik antara militer Israel dan Hamas di Jalur Gaza, Palestina, yang telah berlangsung selama setahun terakhir, telah menandai mulainya era baru pengungsian massal di Timur Tengah.

Sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023[1], dan pemboman berkelanjutan Israel berikutnya terhadap warga sipil di Gaza[2], Israel telah memperluas operasinya yang mencakup Tepi Barat[3], Yaman[4], Suriah[5] dan Lebanon[6].

Dengan pertempuran yang masih terus berlanjut dan meningkatnya potensi konfrontasi langsung antara Iran dan Israel[7], Timur Tengah tampaknya akan memasuki periode baru pengungsian internal dan lintas batas—jutaan orang telah terpaksa mengungsi.

Sebagai akademisi[8] yang fokus pada isu migrasi[9], kami khawatir bahwa era pengungsian tersebut akan memengaruhi Timur Tengah selama bertahun-tahun mendatang—dan kemungkinan akan semakin menghambat kesempatan bagi para penduduknya untuk hidup aman dan terlindungi.

Terlantar dan terjebak di Gaza

Serangan Israel yang terus-menerus telah memaksa hampir dua juta warga Palestina di Gaza[10]—atau 9 dari 10 penduduk di jalur padat penduduk tersebut—meninggalkan rumah mereka selama setahun terakhir.

Skala pengungsian[11] di Gaza cenderung unik, karena hampir semua pengungsi internal tetap terjebak di dalam wilayah tersebut. Mereka tidak bisa pergi keluar wilayah karena terjadi penutupan perbatasan sementara Israel terus-menerus melakukan pemboman.

Hal ini telah memperparah krisis kemanusiaan berjenjang, termasuk kelaparan[12] dan penyebaran penyakit[13], disertai berbagai kesulitan lain yang membuat kehidupan normal hampir mustahil di sana.

Bagi banyak warga Palestina di Gaza, pemboman selama setahun telah menyebabkan pengungsian berulang kali. Ini karena serangan Israel berpindah dari satu daerah ke daerah lain, sementara ruang kemanusiaan makin menyusut.

Meskipun ada alasan historis dan geopolitik yang kompleks[14] terkait penutupan perbatasan, para ahli hukum internasional berpendapat bahwa Mesir dan Israel telah melanggar hukum pengungsi internasional[15] dengan menolak mengizinkan warga Palestina di Gaza menyeberangi perbatasan Rafah untuk mencari suaka.

Situasi di Gaza saat ini secara struktural berbeda dari krisis pengungsian sebelumnya di wilayah tersebut—bahkan di Suriah yang dilanda perang saudara. Operasi bantuan lintas perbatasan berada di ambang[16] kehancuran. Ini terjadi karena Israel terus membatasi[17] dan memblokir bantuan ke Gaza, sehingga para pekerja kemanusiaan harus berjuang untuk dapat menyediakan makanan, tempat tinggal, dan perawatan medis yang sangat minim selama operasi pengeboman yang tak henti.

Seorang anak laki-laki duduk di samping kawah.
Warga Palestina melihat kehancuran akibat serangan udara Israel di kamp tenda yang penuh sesak yang menampung warga Palestina yang mengungsi akibat perang di Jalur Gaza. AP Photo/Abdel Kareem Hana[18]

Lebih buruk lagi, pengalaman tahun lalu menunjukkan bahwa kamp pengungsian[19], gedung apartemen sipil[20], sekolah-sekolah milik PBB[21], dan rumah sakit[22] yang melayani warga sipil dan pengungsi tidak lagi menjadi tempat yang aman. Israel sering membenarkan serangannya terhadap lokasi tersebut dengan mengklaim bahwa Hamas atau Hizbullah bersembunyi di sana.

Padahal PBB telah secara resmi membantah[23] tuduhan-tuduhan[24] Israel tersebut. Setidaknya 220 pekerja PBB juga tewas dalam serangan Israel selama setahun terakhir ini—lebih banyak daripada konflik lain yang pernah tercatat dalam sejarah[25].

Ini membuat para pekerja kemanusiaan makin kesulitan mengakses warga yang membutuhkan, terutama para pengungsi. Sementara itu, Amerika Serikat (AS) masih terus menjadi pemasok utama senjata bagi Israel, meskipun juga menjadi donor utama[26] bagi badan pengungsi PBB (UNHCR) dan badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).

Melampaui Gaza, menuju Lebanon

Di Lebanon, pengungsian besar-besaran juga terjadi akibat perang Israel dengan Hizbullah yang terus berlanjut.

Bahkan sebelum eskalasi konflik di perbatasan Lebanon-Israel pecah pada bulan September, hampir[27] 100.000 warga Lebanon telah mengungsi dari rumah mereka di wilayah selatan karena penembakan Israel. Sementara itu, sekitar 63.000 warga Israel mengungsi di dalam negeri[28] dari utara negara itu karena serangan roket Hizbullah.

Namun, mulai akhir September 2024, serangan[29] Israel terhadap target-target Hizbullah dan Palestina di Beirut dan di seluruh Lebanon telah menewaskan ratusan warga sipil dan secara eksponensial meningkatkan pengungsian internal dan lintas batas. Lebih dari satu juta warga Lebanon kini telah mengungsi[30] dari rumah mereka dalam hitungan hari di tengah invasi dan pemboman Israel.

Selain itu, pengungsi[31] Suriah dan populasi pekerja migran yang besar di Lebanon juga mengungsi. Banyak dari mereka yang terpaksa tidur di jalanan atau di tenda-tenda darurat, karena tidak dapat mengakses bangunan yang diubah menjadi tempat penampungan bagi warga Lebanon. Sebaliknya, sekitar 230.000 orang–baik warga Lebanon maupun Suriah—telah melarikan diri,[32] melintasi perbatasan ke Suriah.

Asap mengepul di sekitar seorang petugas pemadam kebakaran yang tengah menyiram tanah dengan gas air mata.
Serangan roket Hizbullah di Israel utara telah memaksa puluhan ribu warga Israel mengungsi. Amir Levy/Getty Images[33]

Jika mengingat kembali krisis dan pengungsian pascapemberontakan Arab 2011 dan mengaitkannya dengan konflik regional baru-baru ini, pulang ke rumah adalah pilihan yang tidak aman bagi banyak warga Suriah yang masih takut akan penindasan di bawah pemerintahan presiden Bashar al-Assad. Invasi Israel yang sedang berlangsung ke Lebanon kemungkinan hanya akan memperkuat tren ini, karena negara tersebut memerintahkan[34] sejumlah desa dan kota di selatan negara itu–bermil-mil di atas zona penyangga yang diakui PBB—untuk mengungsi.

Pengungsian regional bertubi-tubi

Selama beberapa dekade, Timur Tengah telah mengalami banyak pengungsian lintas batas berskala besar karena berbagai alasan. Pengungsian paksa warga Palestina yang terjadi akibat pembentukan otoritas Israel pada tahun 1948 dan konflik-konflik berikutnya menjadi periode pengungsian terlama[35] di dunia, dengan sekitar enam juta warga Palestina tinggal di seluruh Levant. Perang Teluk pertama, sanksi terhadap Irak pada tahun 1990-an, dan invasi AS ke Irak pada tahun 2003 menghasilkan jutaan pengungsi—dampak politik[36] yang berlangsung lama bagi wilayah tersebut.

Setelahnya, pemberontakan Arab tahun 2011 dan perang yang terjadi setelahnya di Suriah, Yaman, dan Libya menciptakan jutaan pengungsi, serta masyarakat yang mengungsi di dalam negeri, dengan hampir enam juta[37] warga Suriah masih tinggal di Turki, Lebanon, dan Yordania, serta enam juta lainnya mengungsi di dalam wilayah Suriah. Karena sebagian besar warga Suriah belum kembali ke rumah, organisasi internasional telah menjadi jaring pengaman semipermanen untuk menyediakan layanan dasar bagi para pengungsi dan penduduk lainnya.

Lapisan pengungsian baru di Lebanon—warga negara, pengungsi, dan pekerja migran—serta pergerakan lintas batas ke Suriah akan memberikan tekanan lebih lanjut pada sistem bantuan kemanusiaan[38] yang saat ini saja sudah kekurangan dana.

Lebih jauh, perang Israel-Hizbullah saat ini di Lebanon bukanlah konflik pertama kalinya antara negara dan tetangganya di utara yang memicu pengungsian skala besar. Dalam upaya untuk melenyapkan Organisasi Pembebasan Palestina, Israel menginvasi Lebanon pada tahun 1978 dan tahun 1982.

Invasi Israel tahun 1982 tersebut mengakibatkan pembantaian Sabra dan Shatila[39] terhadap 1.500-3.000 warga sipil Palestina—yang dilakukan oleh sekutu Kristen Lebanon Israel—dan menunjukkan bahwa operasi militer yang tidak membedakan antara militan dan warga sipil dapat mengakibatkan dampak yang menghancurkan bagi penduduk yang mengungsi.

Warga sipil menanggung beban terberat

Sekitar 600.000 hingga 900.000 warga Lebanon melarikan diri ke luar negeri[40] selama perang saudara di negara itu selama periode tahun 1975-1990.

Dua dekade kemudian, yakni pada 2006, Israel kembali menginvasi Lebanon dengan tujuan membasmi Hizbullah. Ini menyebabkan sekitar 900.000 warga Lebanon melarikan diri[41] ke selatan—baik secara internal maupun melintasi perbatasan ke Suriah.

Kecepatan dan volume pengungsian warga Lebanon pada tahun 2006 merupakan yang paling besar saat itu, tapi ternyata jumlah pengungsi pada akhir September dan awal Oktober 2024 telah dengan cepat melampaui rekor tersebut.

Jadi, kawasan ini sangat memahami konsekuensi dari pengungsian massal. Namun, satu hal yang pasti setelah satu tahun konflik saat ini adalah bahwa Timur Tengah kini berada di era pengungsian baru—dalam hal skala maupun jenis.

Jumlah kehidupan keluarga yang terganggu oleh era pengungsian baru ini tampaknya akan terus meningkat. Ketegangan di kawasan tersebut semakin meningkat dengan serangan rudal baru terhadap Israel dari Iran dan ancaman pembalasan[42] oleh Israel.

Berdasarkan pengalaman konflik selama puluhan tahun di Timur Tengah, warga sipil kemungkinan besar akan menanggung beban dampak pertempuran—baik melalui pemindahan paksa, ketidakmampuan untuk mengakses makanan atau perawatan medis, bahkan kematian.

Hanya melalui penghentian perang dan gencatan senjata di seluruh wilayah, seluruh penduduk dapat memulai dan membangun kembali kehidupannya. Hal ini khususnya berlaku bagi mereka yang mengungsi di Gaza yang telah berulang kali dipaksa meninggalkan rumah mereka—tetapi tidak dapat melewati perbatasan untuk mencari tempat yang aman—dan bagi penduduk di negara yang solusi politiknya masih belum ada jalan keluarnya.

References

  1. ^ serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 (theconversation.com)
  2. ^ pemboman berkelanjutan Israel berikutnya terhadap warga sipil di Gaza (theconversation.com)
  3. ^ Tepi Barat (theconversation.com)
  4. ^ Yaman (theconversation.com)
  5. ^ Suriah (theconversation.com)
  6. ^ Lebanon (theconversation.com)
  7. ^ konfrontasi langsung antara Iran dan Israel (theconversation.com)
  8. ^ akademisi (umaine.edu)
  9. ^ migrasi (www.bakerinstitute.org)
  10. ^ hampir dua juta warga Palestina di Gaza (www.unfpa.org)
  11. ^ Skala pengungsian (arabcenterdc.org)
  12. ^ termasuk kelaparan (www.ohchr.org)
  13. ^ penyebaran penyakit (www.bbc.com)
  14. ^ alasan historis dan geopolitik yang kompleks (inkstickmedia.com)
  15. ^ melanggar hukum pengungsi internasional (verfassungsblog.de)
  16. ^ berada di ambang (syrianobserver.com)
  17. ^ terus membatasi (www.propublica.org)
  18. ^ AP Photo/Abdel Kareem Hana (newsroom.ap.org)
  19. ^ kamp pengungsian (www.aljazeera.com)
  20. ^ gedung apartemen sipil (news.sky.com)
  21. ^ sekolah-sekolah milik PBB (www.theguardian.com)
  22. ^ rumah sakit (www.cbsnews.com)
  23. ^ membantah (news.un.org)
  24. ^ tuduhan-tuduhan (www.cbsnews.com)
  25. ^ lebih banyak daripada konflik lain yang pernah tercatat dalam sejarah (www.un.org)
  26. ^ donor utama (www.unrwa.org)
  27. ^ hampir (reliefweb.int)
  28. ^ mengungsi di dalam negeri (www.npr.org)
  29. ^ serangan (www.npr.org)
  30. ^ kini telah mengungsi (www.aljazeera.com)
  31. ^ pengungsi (www.thenewhumanitarian.org)
  32. ^ telah melarikan diri, (news.un.org)
  33. ^ Amir Levy/Getty Images (www.gettyimages.com)
  34. ^ negara tersebut memerintahkan (www.nytimes.com)
  35. ^ terlama (www.migrationpolicy.org)
  36. ^ dampak politik (carnegieendowment.org)
  37. ^ enam juta (reporting.unhcr.org)
  38. ^ tekanan lebih lanjut pada sistem bantuan kemanusiaan (www.youtube.com)
  39. ^ pembantaian Sabra dan Shatila (imeu.org)
  40. ^ melarikan diri ke luar negeri (www.migrationpolicy.org)
  41. ^ sekitar 900.000 warga Lebanon melarikan diri (www.migrationpolicy.org)
  42. ^ ancaman pembalasan (www.cnn.com)

Authors: Nicholas R. Micinski, Assistant Professor of Political Science and International Affairs, University of Maine

Read more https://theconversation.com/meningkatnya-konflik-di-timur-tengah-setahun-terakhir-menandai-mulainya-era-baru-arus-pengungsi-regional-240685

Magazine

Meningkatnya konflik di Timur Tengah setahun terakhir menandai mulainya era baru arus pengungsi regional

Ratusan ribu orang melarikan diri dari Lebanon ke Suriah yang tengah dilanda perang saudara.Louai Beshara/AFP via Getty ImagesKonflik antara militer Israel dan Hamas di Jalur Gaza, Palestina, yang tel...

Sinyal kejatuhan MLM dari kebangkrutan Tupperware

Tupperware adalah salah satu merek ikonik yang dikenal luas di seluruh Australia (termasuk juga di Indonesia).Saya sendiri masih ingat betul bagaimana ibu saya mengadakan pesta yang hampir seluruh wad...

Kepribadian bukan takdir: penelitian membuktikan kita bisa mengubahnya

seorang wanita sedang melihat dirinya sendiri di cermin.lechatnoir/E+ via Getty ImagesApakah kamu pernah mengikuti tes kepribadian? Jika kamu seperti saya, mungkin kamu pernah mencoba kuis di BuzzFeed...



NewsServices.com

Content & Technology Connecting Global Audiences

More Information - Less Opinion