Asian Spectator

The Times Real Estate

.

Bantuan saja tidak cukup, Prabowo perlu fokus pada investasi kapasitas manusia

  • Written by Aniello Iannone, Indonesianists | Research Fellow at the research centre Geopolitica.info | Lecturer, Universitas Diponegoro
Bantuan saja tidak cukup, Prabowo perlu fokus pada investasi kapasitas manusia
Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024. Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabowo[1] yang memuat isu-isu penting hasil pemetaan kami bersama TCID Author Network. Edisi ini turut mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, sekaligus menjadi bekal Prabowo-Gibran menjalankan tugasnya. Sejak menjabat Presiden Indonesia pada 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto kini sudah langsung menunjukkan sejumlah perbedaan arah kebijakan politik dari pendahulunya, Joko “Jokowi” Widodo. Selama dua dekade kepemimpinannya, Jokowi berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur, dengan menetapkan target ambisius yang, dalam beberapa kasus, tidak tercapai[2]. Jokowi menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7%, tetapi Indonesia justru kesulitan mempertahankan stabilitas pertumbuhan. Jokowi berupaya melakukan reformasi kebijakan, seperti melalui Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang dirancang untuk menarik investasi asing dan merangsang perekonomian. Namun, kebijakan ini justru memperburuk kondisi ketidakpastian kerja[3], yang terutama berdampak pada kelas menengah dan pekerja kontrak. Prabowo telah berjanji melanjutkan penguatan infrastruktur, mengurangi korupsi, dan menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Sejauh ini, setidaknya selama dua bulan pemerintahannya, Prabowo belum memberikan rakyat gambaran yang jelas akan operasional yang konkret dari program Asta Cita[4] yang diusungnya, terutama dalam hal menurunkan angka kemiskinan. Ini menimbulkan keraguan tentang efektivitas tujuan tersebut dan apakah rezimnya bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Bantuan saja tidak cukup Salah satu tujuan utama yang dinyatakan oleh Prabowo adalah penghapusan kemiskinan. Ini topik yang relevan, karena menurut data Asian Development Bank (ADB)[5], sekitar 30 juta orang di Indonesia, atau 9,4% dari total populasi penduduk, masih hidup dalam kemiskinan. Hingga saat ini, program Prabowo untuk mengatasi kemiskinan mencakup langkah-langkah seperti penyediaan makanan bergizi gratis[6] di sekolah-sekolah serta pemberian bantuan sosial (bansos)[7] yang bertujuan membantu kelompok yang paling rentan. Namun, pengurangan kemiskinan memerlukan pendekatan yang lebih dalam yang melampaui bantuan dasar semata. Ini karena masalah kemiskinan terkait erat dengan ketimpangan dan ketidakpastian kerja. Ketidakpastian kerja[8] adalah masalah kompleks dan penting dalam politik domestik Indonesia. Kemiskinan dapat dilihat dari dua perspektif[9], yaitu absolut (kondisi bertahan hidup dasar) dan relatif (keterbatasan peluang ekonomi dan sosial). Kemiskinan[10] tidak hanya berarti kekurangan sumber daya finansial, tetapi juga mencakup kurangnya kebebasan individu terhadap pilihan. Di Indonesia, banyak keluarga berada dalam kondisi ketidakpastian berkelanjutan[11], meskipun secara teknis berada di atas garis kemiskinan absolut. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tentang apa arti sebenarnya dari “mengurangi kemiskinan”. Jika Prabowo ingin secara serius mengatasi masalah ini, dia harus mengadopsi pendekatan yang berfokus tidak hanya pada redistribusi, tetapi juga pada penciptaan peluang. Tanpa intervensi struktural yang bertujuan untuk menjamin kondisi hidup yang lebih baik, ada risiko bahwa program Prabowo hanya akan menjadi penawar sementara, yang membuat masyarakat bergantung daripada mendorong kemandirian ekonomi. Ketimpangan yang mencolok Ketimpangan sosial menjadi hambatan mendasar lainnya bagi pemajuan kesejahteraan masyarakat. Meskipun terdapat pencapaian di bidang infrastruktur[12] dan akses layanan dasar[13] selama era Jokowi, kekayaan tetap terdistribusi secara sangat tidak merata[14]. Ketimpangan terlihat jelas terutama di perkotaan seperti di Jakarta[15], di mana terdapat perbedaan mencolok antara kehidupan mewah kelas atas dan kemiskinan ekstrem[16] di beberapa kawasan pinggiran. Prabowo kemudian menyoroti isu ketimpangan dengan mengaitkannya dengan indikator seperti malnutrisi, kematian bayi, dan kesehatan. Itu semua memang aspek penting, tetapi belum mencakup semua aspek yang perlu disoroti. Ketimpangan tidak hanya soal sumber daya material, tetapi juga tentang kebebasan memilih dan kemampuan orang untuk mengejar kehidupan yang bermakna dan mandiri. Lagi-lagi, tanpa intervensi konkret untuk mengatasi tantangan ini, akan sulit untuk membuat individu bisa keluar dari kondisi kemiskinan atau ketidakpastian. Ketimpangan juga dapat dilihat dari kurang efektifnya penyerapan tenaga kerja, terutama usia produktif. Ini kemudian memicu masalah pengangguran kaum muda[17]. Meskipun jumlah lulusan meningkat, negara ini kesulitan menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk menyerap tenaga kerja terampil. Ini disebabkan kurangnya kebijakan spesifik untuk mendorong lapangan kerja bagi pemuda, yang kemudian berisiko kejenuhan di pasar tenaga kerja. Tidak adanya langkah untuk meningkatkan upah dan mendorong pekerjaan bagi lulusan muda menggarisbawahi masalah struktural yang harus dihadapi Prabowo jika ingin menghindari risiko krisis pasar tenaga kerja. Cipta Kerja sebagai akar masalah UU Cipta Kerja yang sangat dielukan Jokowi telah mengakibatkan penurunan hak-hak pekerja[18], terutama terkait dengan upah minimum dan perlindungan kontrak. Aturan yang sangat berpihak pada investor ini menurunkan daya tawar pekerja, membatasi kemampuan mereka untuk menegosiasikan kondisi dan upah yang lebih baik, dan meningkatkan fleksibilitas perekrutan dan pemutusan hubungan kerja. Ini menempatkan pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan. Inilah salah satu hambatan besar mengapa sulit mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Bahkan para pekerja, yang mayoritas berasal dari kelas menengah ke bawah, tidak diberi pilihan. UU Cipta Kerja disebut bertujuan untuk mendorong kapital dan investasi. Namun pada praktiknya telah mengurangi kapasitas pekerja untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial mereka. Prabowo belum mengajukan rencana spesifik untuk mengatasi masalah ini. Ia tampaknya berencana melanjutkan kebijakan Jokowi dan lagi-lagi hanya menawarkan langkah sementara seperti makanan gratis tanpa strategi yang jelas untuk penciptaan lapangan kerja dan peningkatan upah. Prabowo perlu ubah perspektif Untuk mewujudkan pengurangan kemiskinan dan ketimpangan bertahap, pertama-tama Prabowo perlu mengubah persepktifnya akan konsep pembangunan ekonomi. Bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan sosial, tetapi juga kemampuan untuk meningkatkan peluang individu dan kolektif. Kemiskinan dan ketimpangan tidak dapat diatasi dengan langkah sementara atau insentif ekonomi yang dangkal. Prabowo harus berinvestasi dalam modal manusia dan mempromosikan penciptaan peluang nyata, memastikan dasar yang kuat untuk peningkatan kualitas hidup dan pengurangan ketimpangan. Hal ini memerlukan perhatian lebih pada sektor-sektor kunci seperti pendidikan dan kesehatan, elemen-elemen penting untuk memastikan akses yang adil terhadap sumber daya dan mendorong mobilitas sosial yang nyata. Investasi dalam kapasitas manusia berarti menciptakan konteks di mana individu dapat mengembangkan potensi mereka dan berkontribusi secara aktif dalam masyarakat. Jika Prabowo berniat benar-benar mengubah Indonesia, ia harus berfokus pada kebijakan struktural yang melampaui bantuan ekonomi dan bertujuan untuk pelatihan serta peningkatan kapasitas individu. References^ #PantauPrabowo (theconversation.com)^ tidak tercapai (seknasfitra.org)^ memperburuk kondisi ketidakpastian kerja (ylbhi.or.id)^ program Asta Cita (sippn.menpan.go.id)^ Asian Development Bank (ADB) (www.adb.org)^ penyediaan makanan bergizi gratis (indonesia.go.id)^ bantuan sosial (bansos) (www.cnnindonesia.com)^ Ketidakpastian kerja (jakartaglobe.id)^ dua perspektif (lib.ui.ac.id)^ Kemiskinan (smeru.or.id)^ berada dalam kondisi ketidakpastian berkelanjutan (theprakarsa.org)^ bidang infrastruktur (www.setneg.go.id)^ akses layanan dasar (www.cnnindonesia.com)^ sangat tidak merata (www.kompas.id)^ di perkotaan seperti di Jakarta (www.google.com)^ kemiskinan ekstrem (www.bbc.com)^ pengangguran kaum muda (greennetwork.id)^ penurunan hak-hak pekerja (pssat.ugm.ac.id)Authors: Aniello Iannone, Indonesianists | Research Fellow at the research centre Geopolitica.info | Lecturer, Universitas Diponegoro

Read more https://theconversation.com/bantuan-saja-tidak-cukup-prabowo-perlu-fokus-pada-investasi-kapasitas-manusia-241578

Magazine

Ambisi Makan Bergizi Gratis Prabowo: Bisakah beri ruang inklusif untuk anak dengan disabilitas?

Ilustrasi anak-anak sedang memakan bekal makan siang di sekolah.Ikanop/ShutterstockPrabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Okto...

Sains di balik membangun kebiasaan sehat untuk bantu wujudkan resolusi Tahun Baru

(Shutterstock)Setiap Tahun Baru, umumnya orang-orang berlomba membuat resolusi terkait kesehatan. Sayangnya, 80% resolusi gagal hanya dalam hitungan pekan sehingga banyak orang mengulangi resolusi yan...

5 strategi menghadapi rasa ‘awkward’ dalam kehidupan sosial–terutama saat berkumpul di musim liburan

Catherine Falls Commercial/Moment via Getty ImagesMusim liburan sering kali menghadirkan momen-momen awkward. Diskusi politik, misalnya, berpotensi besar memicu situasi ini. Rasa kikuk bisa muncul saa...