Asian Spectator

The Times Real Estate

.

Uang tunai memang tidak praktis, tapi bisa menghemat pengeluaran

  • Written by Carin Rehncrona, PhD, Department of Service Studies, Lund University
Uang tunai memang tidak praktis, tapi bisa menghemat pengeluaran

Transaksi menggunakan uang tunai sejak dulu dikenal tidak efisien karena banyaknya biaya tambahan dan risiko tambahan yang ada[1]. Secara historis dan berdasarkan penelitian, masyarakat pun sudah beralih[2] dari metode pembayaran kas ke kartu pembayaran.

Riset[3] yang mengamati perilaku transaksi masyarakat sejak awal tahun 2000-an, membuktikan bahwa individu yang membawa uang tunai atau kartu prabayar memiliki kecenderungan intensi belanja yang lebih sedikit. Hal ini diperkuat dalam studi yang sama dengan menyelidiki kwitansi konsumen dari toko kelontong.

Riset juga menunjukkan bahwa kesediaan untuk membayar[4] (jumlah maksimum yang bersedia dibelanjakan konsumen untuk suatu produk atau layanan) lebih condong ke kartu debit dibandingkan tunai[5].

“Efek pain of payments"— rasa tidak nyaman secara psikologis karena harus kehilangan uang pada saat membayar—dikaitkan dengan uang tunai yang memiliki fisik dan nyata dibandingkan dengan pembayaran kartu kredit. Bahkan ada yang berpendapat bahwa ketika pembayaran dan konsumsi terjadi dalam waktu singkat dan pembayaran dengan uang tunai lebih bersifat sangat nyata, maka kesulitan membayar[6] mengurangi intensi konsumsi[7].

Faktanya, penggunaan uang tunai terbukti mengaktifkan sel pusat nyeri[8] di otak. Namun, beberapa peneliti lebih skeptis dan menganggap persepsi rasa sakit sebagai akibat dari kurangnya respon imbalan[9]—saat otak mengasosiasikan suatu tindakan dengan perasaan senang. Respons ini jauh lebih banyak aktif melalui aktivitas penggunaan kartu kredit[10] dibandingkan dengan uang tunai.

Pembayaran seluler (mobile) juga terbukti memengaruhi pengeluaran dengan cara yang mirip dengan penggunaan kartu kredit atau debit. Artinya, pembelanjaan cenderung lebih tinggi saat menggunakan pembayaran seluler dibandingkan uang tunai[11].

Namun, penelitian selanjutnya menemukan bahwa efek antara kartu atau pembayaran seluler dan uang tunai menjadi melemah seiring berjalannya waktu[12]. Ini disebabkan oleh konsumen yang sudah lebih terbiasa dengan[13] metode pembayaran non-tunai.

Alasan lainnya yang melatarbelakangi fenomena tersebut adalah fitur notifikasi tentang pembelanjaan dan saldo rekening yang muncul di jam tangan atau ponsel konsumen setelah pembayaran.

Sebuah studi menemukan bahwa notifikasi pembayaran dapat menekan nafsu belanja[14] ketika menggunakan uang tunai. Artinya, konsumen kini cenderung membelanjakan lebih sedikit ketika mereka mendapat notifikasi pembayaran digital yang menunjukkan jumlah tertentu di ponsel mereka.

Riset[15] yang saya lakukan di Swedia, mendukung temuan bahwa minat orang-orang membayar dengan uang tunai dibandingkan dengan metode digital kian melebar. Penggunaan uang tunai[16] menurun di banyak negara, termasuk Swedia yang dikenal sebagai masyarakat non-tunai[17], terus berkurang. Terlebih, saat ini lebih sedikit toko yang menerima uang kertas dan koin.

Dalam penelitian saya, beberapa konsumen (20-26 tahun) membuat catatan harian tentang pengeluaran mereka. Banyak yang mengungkapkan bahwa ketika mereka membayar dengan uang tunai, mereka tidak melihatnya berdampak pada keseluruhan dana mereka karena tidak muncul di riwayat transaksi atau aktivitas akun mereka. Pun tidak ada peringatan yang muncul di ponsel mereka. Namun ketika membayar dengan aplikasi seluler, aktivitas akun lebih terlihat dan langsung muncul di layar, memungkinkan konsumen melacak pembelian dan saldo akun mereka.

Berikut argumen beberapa peserta penelitian:

"Saya jarang menggunakan uang tunai, hanya jika saya menerimanya sebagai hadiah. Kemudian saya mencoba untuk menyingkirkannya sesegera mungkin.”

“Saya punya uang tunai di dompet, tapi saya tidak pernah ingin menggunakannya.”

“Catatan uang tunai saya sangat buruk, bagi saya itu seperti uang gratis karena tidak muncul di rekening bank saya.”

Komentar-komentar tersebut menunjukkan bahwa agar uang tunai dapat dianggap sebagai uang sungguhan bagi demografi yang lebih muda, uang tersebut perlu ditransfer ke metode pembayaran non-tunai. Ini menunjukkan preferensi metode pembayaran berbeda antargenerasi yang tergantung pada kebiasaan dan teknologi.

Tanda kalau tenant hanya menerima metode pembayaran non-tunai
Tidak menerima uang tunai. William Barton/Shutterstock[18]

Karena penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran cenderung lebih tinggi pada metode non-tunai, mungkin manajer toko dapat mempertimbangkan untuk mempromosikan pembayaran non-tunai. Ibarat pedang bermata dua, keputusan untuk tidak menerima uang kertas dan koin pun berarti mereka kehilangan penjualan ketika konsumen muda ingin “membuang” uang mereka.

Untuk saat ini, uang tunai dalam amplop masih menjadi tradisi pemberian hadiah Natal kepada generasi muda dari teman atau kerabat yang lebih tua. Namun, hadiah uang digital tampaknya lebih tepat jika pemberinya ingin hadiah tersebut dirasakan sebagai uang “asli”. Siapa tahu, hal ini mungkin mengarah pada pembelian sesuatu yang akan dihargai dengan lebih terencana—daripada pembelian impulsif di kasir.

References

  1. ^ biaya tambahan dan risiko tambahan yang ada (www.proquest.com)
  2. ^ beralih (www.jstor.org)
  3. ^ Riset (link.springer.com)
  4. ^ kesediaan untuk membayar (www.sciencedirect.com)
  5. ^ kartu debit dibandingkan tunai (www.sciencedirect.com)
  6. ^ kesulitan membayar (www.jstor.org)
  7. ^ intensi konsumsi (link.springer.com)
  8. ^ sel pusat nyeri (marketing.wharton.upenn.edu)
  9. ^ respon imbalan (www.simplypsychology.org)
  10. ^ kartu kredit (www.nature.com)
  11. ^ pembayaran seluler dibandingkan uang tunai (www.sciencedirect.com)
  12. ^ melemah seiring berjalannya waktu (www.sciencedirect.com)
  13. ^ sudah lebih terbiasa dengan (www.sciencedirect.com)
  14. ^ nafsu belanja (onlinelibrary.wiley.com)
  15. ^ Riset (portal.research.lu.se)
  16. ^ Penggunaan uang tunai (www.dnb.nl)
  17. ^ masyarakat non-tunai (www.globalpemerintahfintech.com)
  18. ^ William Barton/Shutterstock (www.shutterstock.com)

Authors: Carin Rehncrona, PhD, Department of Service Studies, Lund University

Read more https://theconversation.com/uang-tunai-memang-tidak-praktis-tapi-bisa-menghemat-pengeluaran-246330

Magazine

Ketika pemberitaan penuh tekanan, bagaimana cara tetap ‘update’ tanpa ‘doomscrolling’?

Mart Production/PexelsAwalnya sesederhana kita mengintip media sosial favorit di tengah malam sebelum tidur. Lalu muncullah judul-judul berita yang menarik perhatian dengan keterangan “breaking ...

Komunikasi publik kabinet ‘gemoy’ Prabowo belum transparan dan tak hiraukan kritik

Presiden Prabowo Subianto.MRNPic/ShutterstockSalah satu warisan dari pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo adalah penggunaan media sosial yang masif terkait komunikasi publik lembaga ...

‘Omon-omon’ ingin jadi negara maju: Sulit jika anggaran pendidikan dan riset dibabat habis

Ilustrasi pemotongan anggaran.MuhtadiR/ShutterstockBelum genap empat bulan memerintah, rezim Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kembali menciptakan kegaduhan publik, utamanya melalui pemangkasan ...